Peran Besar Sociopreneur untuk Kelestarian Lingkungan

marketeers article

Pertumbuhan ekonomi di sebuah negara seperti di Indonesia juga berakibat pada meningkatnya konsumsi masyarakatnya. Tingkat konsumsi ini juga berbanding lurus dengan tingkat pertambahan sampah sebagai dampak konsumsi tersebut.

Sampah tersebut jika tak dikelola dengan baik dan semestinya akan menimbulkan dampak sosial yang tidak kalah buruk. Menurut data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, di Indonesia, rata-rata jumlah sampah yang dihasilkan per orangnya setiap hari sebesar 0,7 Kg atau rata-rata 64 ton sampah setiap tahunnya.

Sementara, isu yang menantang untuk segera ditanggapi adalah sistem pengelolaan sampah di tingkat negara yang efisien. Indonesia harus berkutat dengan masalah puluhan juta ton sampah setiap tahunnya. Hal ini mengantar Indonesia pada predikat negara terbesar kedua penghasil sampah plastik di lautan.

Tentu saja, masalah sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah. Sampah merupakan tanggung jawab semua warga sampai di tingkat keluarga dan bahkan individu, mengingat setiap individu berpotensi menghasilkan sampah. Salah satu yang cukup menggembirakan adalah makin banyaknya orang yang peduli pada pengelolaan sampah. Bahkan, sampah bukan sekadar diolah, tetapi dijadikan lahan bisnis yang menjanjikan. Menjanjikan dalam arti memberi dampak pada lingkungan sekaligus mendatangkan lapangan kerja dan keuntungan. Para sociopreneur ini berupaya menemukan solusi atas masalah sampah tersebut.

Di wilayah Lombok, Nusa Tenggara Barat, misalnya, para sociopreneur ini mencoba memberikan solusi sampah yang multibenefit. Selain membuat lingkungan jadi bersih dan sehat, upaya ini juga mendongkrak perekonomian lokal. Hal ini yang dilakukan oleh Bintang Sejahtera, salah satu startup sosial yang memenangi penghargaan Sankalp pada tahun 2015.

Bintang Sejahtera telah mengelola dan mereduksi 240 ton sampah plastik sekaligus membuka lapangan kerja yang baru bagi masyarakat di Lombok. Bintang Sejahtera pada dasarnya adalah sebuah bank sampah yang mendaur ulang sampah anorganik untuk dijual kembali ke perusahaan yang membutuhkan.

Bank Sampah yang didirikan oleh Febriarti Kairunnisa pada tahun 2010 ini cukup berdampak. Selain menghasilkan omzet Rp 1 miliar setahun atau sekitar Rp 80-100 juta per bulan (menurut info tahun 2015), Bintang Sejahtera juga mmampu memberdayakan tenaga-tenaga lokal. Asal tahu saja, setengah dari keuntungan bank sampah digunakan untuk biaya pendidikan 2.000-an murid di berbagai sekolah di Lombok.

Dari kisah ini, nampak signifikannya peran sociopreneur untuk mengatasi masalah-masalah sosial di Indonesia. Sebab itu, dorongan untuk melahirkan sociopreneur-sociopreneur baru menjadi langkah pemerintah yang layak didukung. Mereka tidak hanya memikirkan profit semata, tetapi mereka juga memikirkan bagaimana bisa memperbaiki kehidupan bersama.

Related

award
SPSAwArDS