Ada Potensi Pasar, Storytel Garap Pasar Audiobook di Indonesia

marketeers article
Ilustrasi audiobook. Sumber: 123rf.com

Pasar audio streaming semakin bertumbuh dengan konten-konten yang memiliki segmen tersendiri. Tidak hanya dalam rupa musik maupun podcast, konten audiobook ternyata memiliki segmennya sendiri. Kehadiran audio streaming ini hadir menemani video streaming yang semakin ngetren di pasar over-the-top (OTT) Indonesia.

Di tengah pasar tersebut, platform audiobook sedang bertumbuh untuk menjawab kebutuhan masyarakat dalam mengakses buku-buku dengan cara lain. Besarnya potensi pasar audio di Indonesia ini mendorong Storytel, salah satu platform layanan audiobook global meluncur ke pasar Indonesia pada Maret lalu.

Aplikasi audiobook yang berbasis di Swedia ini menyuguhi konsumen Indonesia dengan 150.000 audiobook di tahap awal dalam beragam genre, baik berbahasa Inggris maupun Bahasa Indonesia. “Storytel merupakan layanan streaming untuk audiobook yang kontennya 100% tentang buku-buku. Kontennya dikemas secara modern yang pada akhirnya akan menghubungkan audiens dengan kesejahteraan, kreativitas, dan prespektif yang lebih luas,” ujar Indriani Widyasari, Country Manager Storytel Indonesia kepada Marketeers.

Indirani menambahkan, Storytel mengusung misinya untuk menjadikan dunia sebagai tempat yang lebih berempati dan kreatif dengan membagikan cerita-cerita dalam buku kepada siapa saja, kapan saja, dan oleh siapa saja. Ia percaya, cerita-cerita itu akan lebih gampang diakses dan dibagikan ketika dikemas dalam audio dan ditempatkan ke dalam aplikasi.

“Indonesia merupakan pasar besar di gaya hidup digital sudah mulai masif diadaptasi. Kami membawa cerita-cerita dari para penulis dan kreator konten hebat dari Indonesia. Dan, audiobook ini menyuguhkan sesuatu yang tidak disuguhkan film atau musik. Ini ibarat rekreasi yang bermakna,” katanya.

Di pasar Eropa seperti Swedia maupun Amerika Serikat, sambung Indriani, audiobook sudah menjadi bagian gaya hidup sehari-hari. Mereka bisa menghabiskan rata-rata 30 jam per bulan untuk mendengarkan audiobook. “Bahkan, banyak dari mereka menggantikan waktu untuk menonton dengan mendengarkan audiobook ini. Ini sudah menjadi bagian budaya populer, khususnya di negara-negara yang sudah mengenal audiobook sejak lama. Kami percaya ini akan terjadi di Indonesia,” ujar Indriani.

Storytel menyasar kalangan Gen Z dan Milenial di Indonesia, khususnya para pecinta buku, dengan menghadirkan cara lain dalam menikmati buku. Platform ini, sambung Indriani, menjadikan dukungan untuk orang-orang yang ingin mengisi momen me time maupun eskapisme dengan konten-konten berkualitas.

“Diferensiasi kami cukup kuat di Indonesia. Boleh dibilang kami menjadi satu-satunya penyedia audiobook berbahasa Indonesia, menyajikan buku-buku berbahasa Indonesia, dengan narator tak sembarang dengan kurasi ketat. Peran narator penting demi menciptakan magic atau agar konten buku tersebut hidup,” katanya.

Saat ini, Storytel menghadirkan 19 genre buku. Genre buku berbahasa Indonesia meliputi fiksi dari para penulis ternama di Indonesia, seperti Dewi Lestari, Tere Liye, Asma Nadia, hingga Ahmad Fuadi. Selain fiksi, Storytel juga menghadirkan buku pengembangan diri, biografi, dan buku anak. Untuk mendapatkan konten-konten tersebut, Storytel Indonesia sudah menggandeng banyak penerbit besar. Storytel juga menggandeng para narator, seperti Dian Sastrowardoyo, Adinia Wirasti, dan Fedi Nuril.

Untuk mengembangkan konten, Indriani menyebut pihaknya sedang menyiapkan konten original alias audio first yang mana menjadi konten eksklusif yang hanya bisa dinikmati di platform audiobook. “Kami sedang menyiapkan sekuel baru Sherlock Holmes melalui kerja sama dengan Anthony Horowitz, novelis dunia asal Inggris. Konten ini akan hanya ada dalam bentuk audio dan hanya di Storytel. Artinya, sekuel ini belum ada di bukunya atau di filmnya,” katanya.

Terkait monetisasi, seperti platform VOD pada umumnya, Storytel menerapkan sistem berlangganan. Pada awal, Storytel Indonesia memberikan masa percobaan gratis selama tujuh hari untuk pengguna baru dan setelahnya akan dikenai biaya berlangganan.

“Yang kami jual adalah konten-konten premium. Dan, pada tahun ini, kami fokus lebih dulu untuk memperkenalkan Storytel ke masyarakat Indonesia dan memperbanyak konten-konten berbahasa Indonesia,” pungkas Indriani.

 

Related

award
SPSAwArDS