Brand Equity, Kunci Menjaga Kekuatan Merek di Era Digital

marketeers article
Ilustrasi. Sumber: 123RF

Membangun merek yang kuat adalah proses panjang yang membutuhkan konsistensi dan strategi. Namun, mempertahankan kekuatannya di tengah dinamika pasar yang cepat berubah menjadi tantangan yang lebih kompleks.

Dalam arus informasi yang deras, persaingan yang semakin sengit, serta ekspektasi konsumen yang terus berkembang, brand perlu dikelola dengan pendekatan yang sistematis dan terukur. Di sinilah pentingnya memahami dan mengelola brand equity secara menyeluruh.

Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc., menyampaikan brand lebih dari sekadar logo atau nama. Ia adalah aset yang bisa diukur nilainya, dan karena bisa diukur, maka bisa juga dikelola.

“Merek bukan hanya simbol identitas, melainkan sumber nilai yang dapat memperkuat posisi bisnis di pasar. Konsep brand equity ini merujuk pada kekuatan merek sebagaimana dipersepsikan oleh konsumen, dan hal ini dapat membedakan suatu brand dari pesaingnya,” kata Iwan dalam program ANALISIS Special Edition Branding #2 Managing Brand Equity YouTube MarketeersTV.

BACA JUGA: Upaya Re.juve untuk Terus Bangun Brand Equity

Dalam kerangka yang dikembangkan oleh David Aaker, brand equity terdiri atas empat elemen utama, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty. Keempat elemen ini tidak berdiri sendiri, melainkan saling terhubung dan membentuk fondasi yang harus dipelihara secara konsisten.

Brand awareness merupakan titik awal. Jika sebuah merek tidak dikenal, maka tidak akan pernah menjadi pilihan. Tingkat kesadaran ini dapat dimulai dari brand recognition, yaitu ketika konsumen mengenali merek setelah melihat petunjuk visual, hingga top of mind, yaitu merek yang langsung disebut tanpa diberi pilihan.

Brand yang tidak pernah dibicarakan, tidak akan pernah dikenal. Maka komunikasi adalah investasi penting untuk menciptakan awareness. Di sinilah peran komunikasi menjadi sangat vital, karena eksistensi sebuah merek dimulai dari perbincangan dan eksposur yang berulang,” ujar Iwan.

Namun, pengenalan saja tidak cukup. Konsumen juga membentuk asosiasi terhadap merek, dan di sinilah pentingnya brand association.

Apa yang muncul di benak konsumen ketika mendengar nama brand Anda? Apakah merek tersebut diasosiasikan dengan kualitas tinggi, inovasi, atau justru hal negatif?

Asosiasi ini idealnya selaras dengan positioning yang dibangun perusahaan. Jika tidak dikendalikan, konsumen akan membentuk persepsinya sendiri, dan persepsi tersebut belum tentu menguntungkan.

BACA JUGA: Brand Equity: Bangun, Kelola, dan Angkat Ekuitas Merek

Langkah berikutnya adalah perceived quality, yaitu bagaimana kualitas brand dipersepsikan oleh pasar. Ini bukan soal klaim dari perusahaan, melainkan penilaian konsumen terhadap performa produk atau layanan.

“Jangan cepat puas hanya karena skor Anda 8, karena bisa saja kompetitor sudah di angka 9,5. Melakukan benchmarking terhadap pesaing menjadi krusial untuk memahami posisi aktual brand Anda di mata konsumen,” ucap Iwan.

Komponen terakhir adalah brand loyalty. Loyalitas muncul ketika konsumen tidak hanya membeli, tetapi juga terus kembali dan bahkan merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain. Ini hanya dapat tercipta bila konsumen mendapatkan pengalaman positif yang konsisten dari waktu ke waktu.

Touchpoint apa pun, dari call center sampai frontliner, semua berperan dalam menciptakan pengalaman pelanggan yang menentukan apakah mereka akan kembali atau tidak. Intinya, setiap titik interaksi memiliki kontribusi terhadap terbentuknya loyalitas,” tutur Iwan.

Untuk mengukur loyalitas ini, terdapat berbagai matriks yang dapat digunakan seperti Purchase Action Ratio, Brand Use Most Often (BUMO), dan Net Promoter Score (NPS). Matriks ini membantu perusahaan menilai seberapa dalam hubungan yang telah dibangun dengan konsumen, bukan sekadar frekuensi pembelian.

Mengelola brand equity bukanlah soal menciptakan kampanye besar atau slogan menarik semata. Ini tentang membangun kepercayaan secara berkelanjutan, melalui pengelolaan menyeluruh terhadap kesadaran, asosiasi, persepsi kualitas, dan loyalitas.

Semua elemen ini harus dirancang sebagai satu kesatuan strategi yang berorientasi jangka panjang. Dalam lanskap bisnis yang berubah cepat, hanya merek yang mampu merawat nilai dan hubungannya dengan konsumen yang akan tetap relevan dan bertahan di tengah persaingan.

Editor: Ranto Rajagukguk

award
SPSAwArDS