Bukan Sekadar Nama atau Logo, Ini Resep Bangun Merek yang Kuat

marketeers article
Program ANALISIS Special Edition Branding #1 | Building Strong Brands YouTube MarketeersTV.

Membangun merek yang kuat adalah fondasi utama bagi kesuksesan jangka panjang sebuah perusahaan. Sayangnya, masih banyak bisnis masih memandang branding sebagai sekadar pengeluaran, terbatas pada logo atau kampanye iklan.

Iwan Setiawan, CEO MarkPlus, Inc. & Marketeers menyampaikan branding semestinya diperlakukan sebagai aset strategis. Perspektif ini mendorong perusahaan untuk memandang merek sebagai investasi jangka panjang yang memberikan manfaat ekonomi nyata.

“Branding harus diperlakukan seperti membangun pabrik atau kantor. Ini investasi jangka panjang yang menciptakan nilai ekonomi. Cara berpikir perusahaan harus diubah dengan memandang merek sebagai investasi jangka panjang yang memberikan manfaat ekonomi nyata,” kata Iwan dalam program ANALISIS Special Edition Branding #1 | Building Strong Brands YouTube MarketeersTV.

Kesalahpahaman tentang branding sering bermula dari anggapan bahwa merek hanyalah nama, logo, atau identitas visual. Banyak perusahaan fokus mengejar penjualan tanpa memikirkan nilai jangka panjang dari merek.

Branding juga kerap dianggap tugas sekali jalan, selesai saat logo dan tagline diluncurkan. Bahkan, ada yang menyamakannya hanya dengan kegiatan komunikasi pemasaran.

Padahal, branding mencakup seluruh pengalaman konsumen dan menjadi tanggung jawab seluruh organisasi. Jika merek diposisikan sebagai aset, seperti pabrik atau gedung kantor, maka nilainya akan terlihat lebih jelas.

Dalam perspektif keuangan, aset adalah sumber daya yang memberi nilai pada masa depan, dan merek memenuhi definisi ini.

“Jika perusahaan hanya fokus pada aktivitas jangka pendek dan melupakan kekuatan merek, mereka sedang mengabaikan salah satu aset paling berharga,” ujar Iwan.

Merek yang kuat dapat memberikan banyak manfaat ekonomi, mulai dari mempercepat proses penjualan, menekan biaya akuisisi pelanggan, meningkatkan kekuatan harga (pricing power), hingga menciptakan konsumen loyal yang dengan sukarela merekomendasikan merek. Bahkan, merek yang kuat bisa meningkatkan semangat kerja dan produktivitas internal.

“Merek bukan hanya soal menarik konsumen, tapi juga soal menyatukan organisasi dengan tujuan yang jelas,” ucap Iwan.

BACA JUGA: Strategi Brand Building dan Volume Making dalam Penjualan

Membangun Merek yang Kuat

Lalu, apa yang dimaksud dengan merek yang kuat? Iwan menjelaskan sebuah merek yang kuat tidak hanya berdiri atas satu dimensi, melainkan terbentuk dari empat perspektif yang membangun sistem identitas menyeluruh. Pertama, brand as a product.

Aspek ini mencakup jenis produk, kualitas, nilai guna, target pengguna, hingga asal negara. Kedua, brand as organization, yang mana merek mencerminkan perusahaan secara keseluruhan atau dikenal sebagai corporate brand.

Di sini, atribut seperti inovasi, kepercayaan (trustworthiness), dan keberlanjutan (sustainability) makin penting, termasuk perdebatan antara merek lokal dan global. Ketiga, brand as a person, yakni merek sebagai pribadi dengan karakter tertentu.

Merek bisa dipersonalisasi, seperti “teman,” “pelatih,” atau “penasihat,” dan sering dikaitkan dengan pendiri, tokoh publik, atau brand ambassador. Terakhir, brand as a symbol, bentuk paling visual dari merek, seperti logo, warna, desain, hingga warisan sejarah yang membentuk citra khas di benak publik.

“Keempat dimensi ini saling melengkapi dan membantu organisasi membangun merek secara utuh. Inilah yang membuat identitas merek menjadi sistem, bukan sekadar elemen individual yang terpisah,” ujar Iwan.

BACA JUGA: Dorong Brand Lokal Tembus Panggung Global, Guinness World Records dan Marketeers Jalin Kolaborasi

Iwan mencotohkan Tesla sebagai merek yang berhasil menerapkan empat perspektif tersebut. Sebagai produk, Tesla menawarkan kendaraan listrik dan sistem energi bersih yang terintegrasi.

Sebagai organisasi, merek ini dikenal inovatif dan berkomitmen pada keberlanjutan. Sebagai persona, Tesla identik dengan Elon Musk, yang menampilkan citra penemu dan engineer visioner.

Adapun sebagai simbol, logo “T” serta nama Tesla yang terinspirasi dari Nikola Tesla memperkuat identitas merek dari sisi warisan teknologi. Namun, keterikatan kuat antara merek dan sosok tertentu juga membawa risiko, seperti kontroversi yang melibatkan Elon Musk yang berpotensi memengaruhi persepsi publik terhadap Tesla.

“High risk, high gain berlaku di sini. Merek yang dikelola sebagai aset strategis cenderung menghasilkan imbal hasil yang tinggi, selama dikelola dengan hati-hati,” kata Iwan.

Untuk mulai membangun merek yang kuat, langkah pertama adalah melakukan analisis strategis menggunakan kerangka kerja 4C: Change , Competitor , Customer, dan Company. Setelah itu, strategi merek dijalankan melalui kerangka PDB: Positioning, Differentiation, dan Brand Image.

Positioning menjelaskan secara ringkas bagaimana merek ingin dikenali konsumen dan harus konsisten dengan nilai internal. Differentiation menunjukkan pembeda utama merek, karena merek yang kuat tidak harus paling mahal atau paling bagus, tetapi harus berbeda.

“Jika positioning dan differentiation berjalan seimbang, maka brand image yang kuat akan tercipta. Di pasar yang jenuh, diferensiasi yang bermakna menjadi kunci agar merek tidak tenggelam dalam kebisingan,” tutur Iwan.

Contoh penerapan nyata dapat dilihat pada On Running, merek sportswear asal Swiss. Dalam analisis 4C, On Running melihat adanya perubahan gaya hidup pascapandemi yang menekankan kenyamanan, serta tren athleisure yang makin populer.

Dari sisi pesaing, strategi direct-to-consumer Nike dan ketergantungannya pada desain retro menciptakan celah pasar. Pelanggan juga mulai mencari alternatif baru.

On Running masuk dengan positioning “performance meets minimalism” atau desain minimalis dengan performa atletik profesional. Pembeda utama mereka adalah “Swiss Engineering”, yang mencerminkan kualitas dan presisi tinggi.

Keunikan ini kemudian diperkuat melalui bauran pemasaran (marketing mix), yakni produk dengan desain khas dan teknologi bantalan inovatif, harga premium, distribusi yang cermat, serta kolaborasi dengan atlet yang jarang dilirik merek besar.

“Semua ini menunjukkan konsistensi dari strategi hingga implementasi. Konsistensi antara janji merek dan pengalaman yang dirasakan konsumen adalah fondasi dari brand equity yang kuat,” kata Iwan.

Setelah merek berhasil dibangun, tantangan berikutnya adalah menjaga dan mengembangkan brand equity agar tetap kuat dan terus tumbuh. Pada intinya, membangun merek yang kuat bukan sekadar proyek kreatif atau urusan departemen pemasaran.

Ini adalah proses strategis jangka panjang yang harus ditopang oleh pemahaman menyeluruh, keterlibatan seluruh organisasi, dan konsistensi dalam pelaksanaan. Seperti yang dijelaskan Iwan sebelumnya, branding adalah aset yang menciptakan nilai, memperkuat daya saing, dan menyatukan arah organisasi dalam satu identitas yang utuh.

Dengan pendekatan sistematis dan disiplin dalam menjalankan strategi merek, perusahaan tidak hanya memperkuat posisi di pasar, tetapi juga menanam fondasi kokoh untuk pertumbuhan berkelanjutan.

award
SPSAwArDS