Belakangan, marak korban penipuan online yang bersuara di media sosial untuk menceritakan pengalamannya dan menuntut ganti rugi. Namun, tak sedikit warganet yang justru menyalahkan korban penipuan online dan mempertanyakan mengapa mereka tak belajar dari kasus-kasus sebelumnya.
Padahal, faktanya, orang paling waspada sekalipun bisa lengah. Ini karena Anda hidup di era digital yang penuh distraksi, sehingga otak telah terbiasa untuk merespons semua notifikasi secara otomatis.
Penipu paham betul pola perilaku ini, dan mereka memanfaatkannya untuk menjebak korban secara psikologis. Menurut Hannah Owens, pekerja sosial berlisensi, terjebak dalam penipuan online bukanlah cerminan kecerdasan atau kebodohan.
“Siapa pun bisa jadi korban penipuan online. Penipu memang ahli dalam bidangnya, dan mereka tahu cara memainkan emosi, entah itu rasa takut, panik, bahkan cinta,” jelasnya, dikutip dari Verywell Mind, Rabu (11/6/2025).
BACA JUGA: Studi Ungkap Waktu Ideal untuk Masuk Sekolah, Bukan Jam 6 Pagi!
Terlebih lagi, banyak penipuan didesain untuk memicu reaksi cepat tanpa berpikir panjang, seperti peringatan keamanan palsu dari bank. Sehingga, orang yang cermat sekalipun bisa terjebak jika dalam kondisi lelah, stres, atau lengah.
Selain kerugian finansial, penipuan online bisa meninggalkan luka psikologis. Korban sering merasa malu, bersalah, atau bahkan kehilangan rasa percaya pada orang lain, apalagi jika penipuannya terjadi melalui hubungan yang bersifat personal, seperti romance scam.
“Saat seseorang menjadi korban, mereka sering kali menyalahkan diri sendiri. Tapi yang perlu dipahami adalah perasaan itu sangat manusiawi, dan kita perlu belajar memaafkan diri,” kata Owens.
BACA JUGA: Tips Mencegah Penularan COVID-19 yang Kembali Muncul di Indonesia
Rasa malu yang berlarut-larut justru bisa memperburuk kondisi mental, memicu kecemasan, hingga depresi.
Jika Anda pernah atau sedang menjadi korban penipuan online, berikut beberapa langkah untuk membantu proses pemulihan:
1. Jangan Salahkan Diri Sendiri
Penipuan dirancang sedemikian rupa untuk mengecoh siapa pun. Rasa bersalah hanya akan memperpanjang penderitaan emosional.
2. Laporkan dan Dokumentasikan
Segera laporkan ke pihak berwenang dan simpan bukti-bukti terkait. Ini bukan hanya membantu Anda, tapi juga mencegah penipu menyasar korban lain.
3. Berbicara dengan Orang Terpercaya
Membuka diri kepada teman, keluarga, atau profesional bisa membantu mengurangi beban emosional.
4. Cari Bantuan Profesional
Jika trauma terasa berat, konsultasikan dengan psikolog atau konselor agar proses penyembuhan lebih efektif.
5. Belajar dari Pengalaman
Pahami skema penipuan yang terjadi. Menambah wawasan tentang modus-modus penipuan bisa membangun ketahanan digital di masa depan.
“Waktu dan energi Anda terlalu berharga untuk dihabiskan dengan menyalahkan diri sendiri. Yang penting adalah bagaimana Anda bangkit kembali, belajar, dan menjaga diri ke depannya,” tegas Owens.
Editor: Eric Iskandarsjah Z