Dapat Sertifikat ISO 9001, Apa Tujuan Besar Sunpride?

marketeers article
sunpride

PT Sewu Segar Nusantara (SSN), distributor buah dengan merek Sunpride memperoleh sertifikasi kualitas mutu ISO 9001: 2008. Di tengah rendahnya konsumsi buah nasional, apa yang mendasari SSN melakukan proses audit yang memakan waktu dua tahun itu?

Biasanya, sertifikasi standar manajemen mutu ISO 9001 diikuti oleh perusahaan consumer goods ketika pasar tengah dilanda persaingan yang kian kompetitif. Perusahaan dituntut untuk beroperasi lebih efektif dan efisien dalam rangka menghasilkan produk bermutu tinggi secara konsisten.

Akan tetapi, pasar buah agak berbeda. Sunpride bisa dibilang adalah satu-satunya brand buah lokal, sehingga menjadikannya sebagai market leader buah bermerek di Indonesia. Pasalnya, mayoritas masyarakat tanah air mengonsumsi buah tanpa merek.

Kalau pun ada buah bermerek, biasanya mereka adalah merek impor, seperti Dole dan Delmonte yang bermarkas di Amerika Serikat. Namun, keberadaan produk mereka di pasar nasional cukup sedikit, dan hanya tersedia di pasar modern.

Lantas, dengan hampir tak ada pesaing langsung, apa yang menjadi alasan utama SSN melakukan sertifikasi ISO 9001? Menurut Iwan G. Rory, General Affair Manager PT Sewu Segar Nusantara, buah segar merupakan komoditas yang sangat rentan rusak dan sangat mudah terkontaminasi, sehingga dibutuhkan perhatian ekstra dalam menjaga kualitasnya.

Kualitas tersebut, lanjutnya, hanya bisa diukur oleh sebuah standar sistem manajemen yang diakui dan digunakan di seluruh dunia, yaitu ISO 9001.

Kali ini, sertifikasi yang diambil adalah ISO 9001: 2008, yang memberikan penekanan pada kepuasan pelanggan. Dengan kata lain, kualitas yang diharapkan harus dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan pelanggan (customer needs & wants).

Lutfiani Azwawy, Senior Marketing Manager SSN mengatakan, sebenarnya di Indonesia belum ada tuntutan dari pihak retailer untuk produsen dan distibutor buah-buahan segar seperti SSN untuk mempunyai ISO 9001 tersebut.

Sertifikasi ini murni inisiatif perusahaan yang berkomitmen untuk memiliki standar internasional dalam hal Quality Management. Sewu Segar Nusantara, jelas Lutfi, bertekad menerapkan standar tertinggi, khususnya dalam mengelola organisasi di bidang hortikultura yang berkesinambungan, dipercaya, dan dapat dipertanggungjawabkan.

Lebih lanjut, Lutfi bilang, saat ini ada sebagian kecil segmen konsumen yang sudah paham mengenai pentingnya food security. Mereka mencari produk yang memenuhi syarat-syarat keamanan pangan, mempunyai traceability, dan diproduksi/didistribusikan oleh perusahaan yang mempunyai komitmen terhadap sustainability.

“Namun memang, masih banyak atau sebagian besar konsumen masih melihat faktor harga dalam keputusan pembelian. Harga masih menjadi faktor terbesar saat konsumen memilih buah terutama di pasar modern kategori hypermarket dan juga di pasar tradisional,” pungkas Lutfi.

Dari berbagai insight yang ditemui, ada perbedaan needs & wants konsumen membeli buah sesuai dengan kanal touch points-nya. Umumnya, di premium retail market dan toko buah premium, harga tidak menjadi pertimbangan utama, melainkan kualitas dan kesegaran.

Tentunya, lanjut dia, semua lapisan konsumen menginginkan buah yang dikonsumsi terbukti aman dan terjaga keamanan pangannya. Konsumen juga ingin produsen atau distributor buah yang mereka beli adalah perusahaan yang peduli terhadap kualitas dan keamanan pangan produknya.

“Tidak melulu (perusahaan) hanya memikirkan profit, tapi juga membangun kredibilitas dan mempunyai integritas,” tegasnya.

Genjot ekspor

Buah lokal yang dijual SSN selama ini diperoleh dari perkebunan di Lampung seluas 3.000an hektare yang dikelola oleh PT Nusa Tropical Farm (NTF). Perusahaan ini menjual produk buahnya ke SSN untuk kemudian dijual langsung ke konsumen akhir.

Baik NTF maupun SSN, keduanya masih bernaung dalam perusahaan yang sama, yaitu Great Giant Food (GGF) di bawah PT Gunung Sewu Kencana sebagai induk usaha (holding company).

Martin M. Widjaja, Managing Director PT Sewu Segar Nusantara mengatakan, melalui sertifikasi ini, perusahaan berperan dalam meningkatkan standar kualitas mutu dan pangan buah nasional agar bisa bersaing di pasar global.

“Kami ingin menjadi benchmark perusahaan holtikultura Indonesia yang menjadikan keamanan pangan sebagai fokus utama. Banyak perusahaan di negeri ini yang belum concern terhadap food safety,” akunya.

Martin menjelaskan, ada benefit bagi SSN memperoleh sertifikat tersebut, di antaranya meningkatkan kepercayaan pelanggan, meningkatkan citra dan daya saing perusahaan, meningkatkan performa organisasi (produktivitas, efisiensi dan efektivitas operasional), serta meningkatkan peluang untuk masuk pasar global.

Untuk poin yang disebut terakhir itu, SSN memang tengah menggenjot pasar ekspor. Sertifikasi telah menjadi salah satu prasyarat wajib untuk masuk pasar global. Apalagi, bagi pasar negara maju seperti Jepang.

Martin bilang, sejauh ini, SSN telah mengekspor buah segarnya ke Jepang, Korea Selatan, dan Timur Tengah. Adapun buah yang diekspor adalah pisang cavendish dan nanas Honi. Hanya saja, karena alasan registrasi merek, perusahan menggunakan nama Origi untuk pasar ekspor, bukan Sunpride.

Semua aktivitas ekspor dilakukan oleh anak usaha SSN, yaitu PT Trans Pasific. “Kami tahun ini berencana masuk ke Malaysia dan Singapura” terangnya.

Martin melanjutkan, sebenarnya untuk pasar ekspor potensinya bisa lebih besar dari saat ini. Akan tetapi, kemampuan produksi perkebunan NTF masih terbatas.

“NTF baru membuka plantation baru di Blitar seluas 300 hektare. Itu masih untuk memenuhi kebutuhan nasional, khususnya untuk pasar Indonesia Timur,” kata Martin.

Untuk pasar ekspor sendiri, SSN menargetkan penjualan sekitar 2 juta boks atau setara 26.000 ton. Angka ini dipatok tumbuh 10% sepanjang 2016-2017. Sedangkan untuk penjualan di pasar lokal, SSN menargetkan peningkatan sebesar 35% dari 4,5 juta boks pada tahun 2016 menjadi 6 juta boks pada tahun ini.

Dengan asumsi, satu boks berisi 13 kilogram (kg), maka SSN berharap mampu menjual 78.000 ton tahun ini, dengan proporsi 75% masih disumbang dari pisang cavendish. Sisanya adalah buah lain, yaitu nanas Honi, jambu kristal, pepaya california, buah naga, melon, dan berbagai buah impor seperti kiwi Zesprit, pir, dan apel.

Hingga tahun 2020, induk usaha menargetkan SSN untuk meningkatkan penjualannya hingga tiga kali lipat dari target tahun ini, alias mencapai 18 juta boks. Jika berkaca dari kondisi saat ini, SSN memprediksi paling tidak ia dapat menjual sebanyak 10 juta boks.

“Induk usaha memang menargetkan kami tumbuh tiga kali lipat, agar kami semangat untuk terus bekerja. Namun, itu bukan sesuatu yang tak mungkin (untuk dicapai),” tambah Lutfi.

Global GAP

Jika SSN sebagai distributor Sunpride telah memegang ISO 9001: 2008, NTF selaku produsen buah juga berhasil mendapatkan sertifikat Global GAP atau standar sistem pertanian yang mengadopsi praktek-praktek budidaya yang aman, berkelanjutan, dan tidak merusak lingkungan.

Sertifikasi ini menerangkan bahwa setiap rantai produksi dari perkebunan hingga sampai ke konsumen menghasilkan produk yang aman dikonsumsi.

Sucipto, Assistant Manager Quality System Plantation PT NTF menjelaskan, Global GAP menjamin produk yang dihasilkan bebas kontaminasi zat kimia yang merusak kualitas buah.

Selain itu, produsen dinilai menerapkan pertanian yang ramah lingkungan, mengadopsi sistem managemen keselematan dan kesehatan kerja, “Serta, produk menjamin traceability atau produk bisa dilihat asal-usulnya,” katanya.

Produk yang telah lolos sertifikasi Global GAP dapat diidentifikasi dari kode GGN (Global Gap Number) yang terdiri dari 13 digit nomor yang tercantum pada kemasan produk.

Related

award
SPSAwArDS