DELL: Tren Kerja Remote Akan Terus Berkembang

marketeers article
Thoughtful woman talking on mobile phone, reading documents.

Sejak hampir dua dekade lalu, internet memungkinkan sejumlah perusahaan memberlakukan sistem kerja remote yang tidak mengharuskan karyawan berkumpul dalam satu tempat untuk menentukan keputusan. Pandemi COVID-19 berhasil mengakselerasi budaya kerja mobile dan remote tersebut.  

Tidak hanya perusahaan, karyawan juga dipaksa beradaptasi dengan cara dan budaya kerja baru ini. Akibatnya, banyak perusahaan mengalami kesulitan, mulai dari sistem perusahaan yang belum mendukung, sumber daya manusia  (SDM) yang tidak siap, hingga kombinasi keduanya.

Di Indonesia, karyawan mengalami sejumlah kondisi saat harus bertransformasi cara kerja. Mereka sempat merasa dirinya menjadi kurang produktif karena adanya keterbatasan alat untuk bekerja, banyak gangguan saat bekerja di rumah, dan tidak memiliki motivasi saat bekerja di rumah. Kondisi seperti ini menjadi hal yang umum terjadi di saat masa-masa awal pandemi melanda.

Hampir satu tahun pandemi melanda, terjadi perubahan perspektif mengenai kerja jarak jauh di kalangan karyawan Indonesia. Dell Technologies melalui risetnya yang berjudul Remote Work Readiness Index Indonesia pada Januari 2021 yang melibatkan lebih dari 1.000 karyawan dari berbagai jenjang karier dan lintas industri memperlihatkan prediksi yang positif terhadap cara kerja ini. Terdapat 81% karyawan di Indonesia menyatakan kini cukup siap untuk bekerja jarak jauh dalam jangka panjang. 

“Dengan catatan, perusahaan harus siap dan bisa mendukung penuh cara kerja jarak jauh ini. Kesiapan ini diharapkan diikuti dengan kesiapan perusahaan untuk memberikan dukungan dalam bentuk fasilitas, seperti sumber daya teknologi dan pengembangan kompetensi,” kata Martin Wibisono, Direktur Commercial Client Dell Technologies Indonesia dan Filipina.

Dell mencatat, setidaknya 7 dari 10 karyawan di Indonesia telah melakukan kerja remote sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan. Setidaknya 43% di antaranya melakukan kerja remote lebih dari satu kali dalam seminggu. Hal ini terjadi di perusahaan besar dan kecil. Artinya, secara budaya kerja, kerja jarak jauh sudah menjadi bagian dari cara kerja sebagian besar karyawan. Namun, bukan berarti tantangan kerja tidak dirasakan saat pandemi COVID-19 mengakselerasi cara kerja ini.

Terciptanya budaya kerja remote yang masif menumbuhkan kekhawatirkan bagi karyawan di Indonesia. Mereka merasa khawatir kerja jarak jauh dalam jangka waktu panjang dapat menyamarkan batasan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi. Pada sisi perusahaan, hanya 54% karyawan yang merasa perusahaannya bisa mendukung cara kerja jarak jauh dengan penyediaan fasilitas teknologi dan sumber daya manusia yang baik.

“Masalah yang masih terjadi di Indonesia adalah perusahaan masih membiarkan karyawan menggunakan fasilitas pribadinya saat bekerja jarak jauh. Para karyawan ini menginginkan perusahaan bisa menjamin stabilitas kerja mereka melalui perangkat produktivitas, penyediaan koneksi internet, dan akses terhadap sumber daya yang dimiliki perusahaan. Dengan demikian, mereka bisa bekerja maksimal meskipun dari jauh,” tambah Martin.

Pengembangan Kompetensi 

Selain pemenuhan fasilitas, hal lain yang diharapkan dapat dipenuhi oleh perusahaan menyusul budaya kerja jarak jauh jangka panjang adalah komitmen perusahaan untuk mengembangkan kompetensi karyawannya. Selama bekerja jarak jauh, hanya 45% karyawan yang merasakan bahwa perusahaan tempat mereka bekerja memenuhi kebutuhan pengembangan sumber daya manusia. Sedangkan 5% dari responden, bahkan menganggap perusahaan sama sekali tidak mendukung pengembangan kompetensi SDM selama kerja jarak jauh.

Setidaknya, ada tiga hal yang diharapkan karyawan mengenai aspek sumber daya manusia yang harus dipenuhi perusahaan. Di antaranya adalah pelatihan dan pengembangan, kebijakan dan pedoman bekerja jarak jauh, dan penyediaan perangkat digital untuk melakukan kegiaran human resources seperti penilaian, pengajuan cuti, dan lain sebagainya.

Ada 48% karyawan Indonesia yang mengharapkan pelatihan dan pengembangan harus tetap dilakukan meskipun tidak hadir di kantor, terutama pelatihan mengenai penggunaan alat-alat digital. Ada temuan unik, yakni sebagian besar yang mengharapkan pelatihan digital justru datang dari pekerja kalangan Gen Z. Gap usia terhadap karyawan senior diindikasikan menjadi faktor utama tumbuhnya harapan ini. Dengan pelatihan, diharapkan semua karyawan  dapat bekerja berkesinambungan dengan pemahaman yang setara.

Sementara itu dari sisi pedoman, 43% karyawan merasa aturan kerja jarak jauh yang tidak diperbarui tidak dapat mendukung kerja yang semakin mobile. Pedoman yang tidak terbarui dikhawatirkan justru menghambat mereka dalam proses adaptasi kerja. Terakhir, 40% karyawan berekspektasi perusahaannya bisa mempermudah akses human resources agar mereka tetap bisa memanfaatkan benefit kerja meskipun dari jauh.

“Dilihat dari pola pikir dan cara bekerja, sebagian besar karyawan di Indonesia sudah sangat siap menghadapi budaya kerja jarak jauh. Kami memprediksi bahwa sistem kerja ini akan terus berjalan meskipun pandemi berakhir nantinya. Namun, masih ada pekerjaan rumah yang menumpuk untuk perusahaan agar bisa mengoptimalkan kerja karyawannya karena kini hampir tidak mungkin menghindari sistem kerja ini,” tutup Martin.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS