Dialog IGCN: HAM Dapat Meningkatkan Reputasi Perusahaan

marketeers article
Ethics word cloud concept

Pada tahun 2011, United Nations Human Rights Council (UNHRC) telah mengadopsi United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs). Selama 10 tahun pengimplementasian UNGPs ini, Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi syarat dan key performance indicator (KPI) dari para pelaku bisnis di dunia, termasuk Indonesia. Tidak sekadar menjadi tanggung jawab perusahaan, menjunjung tinggi HAM juga dinilai dapat menaikkan reputasi perusahaan.

Terlebih pelaku usaha di Indonesia diminta untuk mengkaji ulang rantai pasok nilai dengan melakukan uji tuntas hak asasi manusia (Human Rights Due Diligence/HRDD). Persyaratan ini akan berdampak pada kegiatan ekspor ke negara-negara Uni Eropa.

Untuk itu, Indonesia Global Compact Network (IGCN) bersama APINDO, Institute for Policy Research and Advocacy (ELSAM) dan Kedutaan Besar Kerajaan Belanda di Indonesia menggelar dialog terkait persyaratan ini dan bagaimana perusahaan dapat mengatasinya.

“Uji tuntas ini penting untuk memberikan limitasi sebagai aspek untuk mencegah pelanggaran HAM di dalam proses berbisnis. Saat ini, negara-negara di Uni Eropa berbicara kepada seluruh negara di dunia, bukan hanya Indonesia,” ujar Baudouin Coomans, Deputy of EuroCham Sustainable Development Working Group EuroCham Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI telah meluncurkan aplikasi Penilaian Risiko Bisnis dan Hak Asasi Manusia (PRISMA). Aplikasi tersebut memudahkan perusahaan melakukan penilaian secara mandiri (self-assessment). PRISMA ini ditujukan untuk membantu perusahaan dalam menganalisa potensi risiko pelanggaran HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis.

“Diharapkan aplikasi ini tidak memberikan tekanan ke pengusaha. Namun bersifat sukarela. Pasalnya, setiap orang berkewajiban untuk menghormati HAM setiap orang, termasuk para pegiat bisnis. Perusahaan yang di dalam rantai pasoknya tidak memerhatikan HAM bisa saja dibekukan,” jelas Mualimin Abdi, Dirjen HAM Kementerian Hukum dan HAM RI.

Meski begitu, Mualimin mengakui proses ini masih membutuhkan edukasi dan sosialisasi yang merata ke seluruh negeri. PRISMA pun disiapkan sebagai media edukatif untuk para pelaku bisnis dengan 11 indikator di dalamnya terkait bisnis dan HAM.

Pandangan serupa juga disampaikan oleh Hariyadi B Sukamdani, Chairman APINDO. Menurutnya, prinsip dari bisnis dan HAM ini adalah soal kemitraan bukan memberikan hambatan ke pasar. Sebab itu, untuk melakukan uji tuntas, parameternya harus jelas dan dengan biaya yang terjangkau.

“Terlebih, uji tuntas di Indonesia harus dilakukan oleh orang Indonesia agar tepat dengan kondisi pasar di Indonesia yang sejatinya HAM ini telah tertuang di dalam Pancasila sebagai dasar negara. Hal ini perlu dipertimbangkan agar tidak menjadi restriksi bagi pengusaha,” pungkas Hariyadi.

Related

award
SPSAwArDS