Enam Tren Industri Kesehatan Ini Perlu Diantisipasi Pebisnis

marketeers article
Woman doctor in futuristic medical concept

Industri kesehatan secara global tengah naik daun pascapandemi COVID-19. Namun, di balik faktor tersebut, terdapat deretan persoalan lain yang memengaruhi pergerakan industri ini. Berikut ini Marketeers memotret enam tren yang perlu diantisipasi para pelaku bisnis di industri kesehatan. Kira-kira apa saja?

Gen Y dan Z di era industri 4.0 dan VUCA

Perkembangan industri 4.0, dan kondisi dunia yang penuh dengan ketidakpastian atau akrab disebut era Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA) memberikan dampak bagi lanskap industri kesehatan. Apalagi, mayoritas konsumen saat ini didominasi oleh generasi Y dan Z yang memiliki perilaku unik dibandingkan generasi terdahulu mereka.

Generasi ini menjadi driver bagi perubahan perilaku konsumen di sektor kesehatan. Jika sebelumnya konsumen cenderung datang ke layanan rumah sakit ketika telah mengidap penyakit tertentu, kini perilaku konsumen bersifat preventif.

Dr. Fathema Djan Rachmat, Direktur Utama PT Pertamedika IHC menjelaskan, hal ini disebabkan oleh perkembangan teknologi dan informasi yang cepat di era industri 4.0.

“Mereka tumbuh dengan penggunaan teknologi yang cepat. Mulai dari IoT, produk jam kesehatan digital, hingga kehadiran dashboard kesehatan di smartphone mereka. Alhasil, kesadaran untuk menjaga kesehatan lebih tinggi dibandingkan generasi terdahulu. Perilaku mereka lebih preventif dalam mencegah penyakit. Banyaknya informasi juga membuat mereka lebih memahami cara menjaga kesehatan,” kata Fathema dalam gelaran virtual Jakarta Marketing Week 2020 yang digelar oleh MarkPlus Inc., di Jakarta, Rabu (16/09/2020).

Perubahan perilaku ini diprediksi Fathema akan bergerak ke arah peningkatan predictive treatment. Ke depan, pemanfaatan teknologi di sektor ini juga dapat memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kemungkinan penyakit yang dapat mereka derita, dan apa saja yang harus dihindar untuk mencegah penyakit tersebut.

Peningkatan angka harapan hidup

Tren kedua yang terjadi di industri kesehatan adalah angka harapan hidup yang terus meningkat. Dalam lima tahun ke depan, masyarakat yang berusia 80 tahun akan semakin banyak, terutama di wilayah Asia (emerging market).

“Dalam 20 hingga 30 tahun ke depan, jumlah masyarakat berusia hingga 80 tahun (ageing population) akan melonjak. Hal ini memerlukan terapi tersendiri yang akan berkembang ke depan,” kata Fathema.

Rumah sakit makin sepi pengunjung

Transformasi digital kian memudahkan pasien untuk melakukan pengecekan kesehatan setiap hari tanpa perlu datang ke rumah sakit.

“40% dari pasien yang datang ke rumah sakit sebenarnya memiliki kasus penyakit yang bisa ditangani di rumah. Kondisi kronis, seperti diabetes, hipertensi, gagal jantung atau ginjal sebenarnya dapat ditangani di rumah tanpa perlu masuk ke rumah sakit,” ungkap Fathema.

Selain dipengaruhi oleh perkembangan teknologi, perubahan signifikan ini juga didorong oleh kondisi yang berubah akibat kehadiran pandemi COVID-19. Kemudian, kehadiran startup di bidang kesehatan dengan layanan telemedicine juga mendorong tren kunjungan ke rumah sakit kian sepi.

Potensial bertumbuh dari hulu ke hilir

Pandemi COVID-19 menurut Fathema, menyadarkan banyak pihak jika kondisi supply chain industri kesehatan di Indonesia masih jauh dari kata maksimal.

Bicara soal biaya, budget pasien di Indonesia semakin hari semakin meningkat. Hal ini dipengaruhi oleh biaya obat yang tinggi, alat kedokteran yang mahal lantaran inflasi yang tinggi, hingga bahan baku (raw material) obat-obatan yang masih bersumber dari luar negeri.

“Kondisi ini menyadarkan kita untuk mulai berbenah diri untuk mulai memproduksi sendiri dan membangun ketahanan nasional yang lebih baik, mulai dari kedaulatan dalam data digital, data medis, hingga memproduksi obat dan barang medis habis pakai di dalam negeri,” terang Fathema.

Ia pun memprediksi, industri medis ke depan tidak hanya tumbuh dalam hal pelayanan pasien saja, melainkan juga industri secara keseluruhan dari hulu ke hilir.

Patient Centeredness

“Jika semula, kita mengenal istilah medicine is art, kini dengan adanya digital, the art of medicine is just starting. Obat yang dikatakan adalah seni dalam kita memberi pengobatan kepada pasien. Melalui teknologi digital, hal ini akan jauh lebih baik,” ujar Fathema.

Sebagai contoh, dokter dapat menerapkan pengobatan yang lebih tepat bagi pasien berkat decision support system yang ada.

Artificial Intelligence (AI) dapat membantu dokter mendiagnosa penyakit dengan lebih tepat. Hal ini mulai banyak digunakan oleh beberapa rumah sakit di Indonesia untuk mendiagnosa penyakit COVID-19. AI membantu para dokter membaca hasil radiologi CT scan sehingga diperoleh kecepatan dan keakuratan diagnosis pada pasien.

Digital money and cardless

Perilaku konsumen di industri kesehatan terus berubah, antara lain mereka tidak lagi menginginkan pelayanan yang lamban. Termasuk, urusan mengantre. Digital money menjadi salah satu solusi yang dapat digunakan untuk menjawab persoalan ini.

Selain itu, rumah sakit pun perlu mempertimbangkan integrasi data pada seluruh ekosistem industri ini.

“Seharusnya, rumah sakit BUMN tidak perlu lagi menggunakan banyak kartu. Cukup gunakan satu nomor medical record atau satu kartu untuk seluruh rumah sakit. Jika memungkinkan, semua sudah tersimpan menjadi big data atau blockchain dengan cloud yang sama sehingga memungkinkan pasien yang datang ke rumah sakit tersebut tidak perlu susah payah membawa data medis karena semua telah terekam,” tutup Fathema.

Related

award
SPSAwArDS