Fandom Marketing Bantu Dorong Performa Bisnis Perusahaan

marketeers article
Fandom Marketing Bantu Performa Bisnis Perusahaan (FOTO:123RF)

Arti kata fandom seringkali diasosiasikan kepada fans sebuah subjek, tokoh, atau budaya yang mengidolakan hal tersebut secara berlebihan atau bersikap fanatik. Namun, dengan menggunakan fandom dalam strategi marketing, rupanya hal ini dapat menunjang perusahaan dari sisi marketing brand dan juga performa bisnis perusahaan.

Pembidikkan fandom K-pop merupakan salah satu yang cukup efektif. Data riset Hakuhodo Institue of Life and Living ASEAN (HILL ASEAN) mengatakan K-pop merupakan tiga besar fandom yang berkembang pesat. Memasak menjadi fandom yang perkembangannya pesat dengan persentase 9,3% dari responden survei HILL, disusul gim dengan persentase 8,3%, lalu K-pop dengan 6,9%.

CEO Marketeers Iwan Setiawan mengungkapkan bahwa penggunaan fandom dalam strategi marketing dapat digunakan dengan memanfaatkan fandom yang sudah ada terlebih dahulu. Caranya, yakni dengan menjadikan sebuah tokoh dalam fandom menjadi brand ambassador. Kemudian bisa juga dengan melakukan sponsorship dengan tokoh dalam fandom tersebut. Lalu, dilanjutkan dengan melakukan activation.

“Tapi karena fandom ini fans garis keras, ketika brand tidak sama fanatiknya seperti mereka, mereka akan bilang brand itu fake. Brand harus menunjukkan bahwa mereka sama terobsesinya seperti para fandom,” kata Iwan dalam acara Marketeers IClub yang digelar secara virtual pada Rabu (25/5/2022).

Selain menggunakan fandom yang sudah ada, membentuk fandom sendiri juga dapat dilakukan. Iwan menjelaskan ada beberapa kriteria yang dapat dilakukan untuk membentuk fandom mulai dari awal. Kriteria yang perlu dipenuhi untuk membuat fandom menurut Iwan adalah unique identity, strong purpose, dan comunity building.

Ketiganya diperlukan untuk membentuk para pelanggan menjadi seorang fandom. Hal ini bisa dilihat dari kasus brand besar seperti Harley Davidson, Apple, dan LEGO. Menurut Iwan, ketiganya memiliki tiga hal yang kuat sehingga memiliki fandom masing-masing.

“Misal Apple. Mereka bisa menciptakan ekosistem sendiri. Apapun yang merek Apple luncurkan, para fans akan pakai. Ini yang membuat fandom kuat. Mereka punya standby buyers,” lanjut Iwan.

Iwan menambahkan bahwa penggunaan fandom untuk strategi marketing harus mengutamakan fungsi sosialnya terlebih dahulu. “Mereka ingat bahwa asal muasal dari fandom ini adalah need to belong. Menciptakan fandom adalah menciptakan manfaat sosial. Kenalannya yang lebih penting. Networking-nya yang lebih penting,” tambahnya.

Hal ini juga yang diamini Adlin Noor Syarief Senior Digital Strategist Partner Sasa Inti. PT Sasa Inti yang menggunakan penyanyi dan aktor asal Korea Selatan Choi Siwon dalam membidik fandom K-Pop untuk meningkatkan engagement produk secara digital. Adlin mengungkapkan peran Siwon dalam meningkatkan brand activation cukup signifikan.

Snowball effect-nya berasa sekali ke kami. Di data sebelumnya, data conversation Sasa dan Siwon meningkat drastis. Hasilnya, engagement kami dari sisi digital meningkat tiga kali lipat. Share of voice juga meningkat tiga kali lipat. Brand advocacy sales kami juga meningkat tiga kali lipat,” kata Adlin dalam kesempatan yang sama.

Apa yang membuat Sasa menggunakan Choi Siwon menjadi brand ambassador Sasa sendiri karena persona digital Siwon memiliki audiences yang cocok dengan audiences yang dibidik oleh Sasa. “Kami lihat audiensnya Siwon itu punya market yang besar di Indonesia. Dan secara gender itu sesuai dengan yang kami tuju, yakni usia 18 sampai 24 tahun,” tutup Adlin.

Related

award
SPSAwArDS