Oleh:Hasanuddin Ali, Founder and CEO Alvara Research Center
Dalam hiruk-pikuk perbincangan tentang perkembangan perilaku antar generasi, Gen X sering kali luput dari perhatian. Publik lebih asik membahas generasi di bawahnya yakni Gen Z dan Milennial.
Namun, laporan terbaru dari The Economist dan The New York Times beberapa minggu yang lalu menyentak ruang diskusi publik, kedua media ini mengangkat kembali nasib generasi yang lahir antara 1965 hingga 1980 ini, menyebut mereka sebagai generasi yang paling tidak beruntung.
Di tengah tantangan ekonomi, sosial, dan teknologi yang terus berubah, Gen X sesungguhnya menanggung beban lebih berat dibanding generasi-generasi yang lain.
Gen X tumbuh di era perubahan sosial yang signifikan. Di negara-negara barat masa remaja Gen X tejadi ketika angka perceraian meningkat dan kedua orang tua yang bekerja membuat banyak anak Gen X menjadi “latchkey kids”—anak-anak yang pulang ke rumah tanpa pengawasan orang dewasa setelah sekolah.
Mereka belajar mandiri sejak dini, menghadapi dunia yang semakin kompleks tanpa banyak bimbingan.
BACA JUGA: Strategi Intergenerational Marketing PUMA Bidik Konsumen Lintas Generasi
Saat memasuki dunia kerja, generasi ini dihadapkan pada resesi ekonomi akhir 1980-an dan awal 1990-an. Dalam konteks Indonesia, Gen X merasakan dampak buruk krisis ekonomi tahun 1997 yang membuat rata-rata harga makan di Warung Tegal (Warteg) dari Rp 2000-an melambung hingga Rp 5000-an kala itu.
Mereka juga mengalami dampak dari gelembung dot-com pada awal 2000-an dan krisis keuangan global 2008. Setiap kali mereka mulai membangun stabilitas hidup, krisis ekonomi menghantam, menggoyahkan fondasi yang telah mereka bangun.
Memasuki usia paruh baya, banyak Gen X yang menghadapi tekanan finansial yang besar.
Biaya hidup yang meningkat, biaya pendidikan anak, dan perawatan orang tua yang menua menjadi beban tambahan. Survei global yang dilakukan Ipsos menemukan bahwa 31% generasi ini merasa “tidak terlalu bahagia” atau “tidak bahagia sama sekali”, persentase tertinggi di antara semua generasi.
Survei Alvara Tahun 2024 menunjukan ada dua aspek yang paling dicemaskan Gen X yaitu kesehatan dan pendapatan.
Di Indonesia, generasi ini menghadapi tantangan tambahan, mereka harus menanggung biaya hidup anak-anak dan orang tua mereka secara bersamaan.
Selain itu, pandemi COVID-19 memberikan dampak signifikan, dengan banyak dari mereka kehilangan pekerjaan atau pendapatan. Tekanan ekonomi satu terakhir ini hingga turunnya jumlah kelas menengah di Indonesia semakin mempertajam beban ekonomi yang dihadapi oleh Gen X.
Namun, tidak semua tentang generasi ini bersifat suram. Beberapa riset dan kajian menunjukkan bahwa mereka adalah generasi yang tangguh dan pantang menyerah.
Mereka belajar untuk menghadapi perubahan dengan fleksibilitas dan mulai beradaptasi dengan keadaan, mereka terus berusaha membangun kehidupan yang lebih bermakna meskipun menghadapi rintangan yang tidak mudah.
BACA JUGA: 10 Strategi Intergenerational Marketing untuk Jangkau Baby Boomers dan Gen Z
Gen X sering kali menjadi kelompok yang mendahului perubahan besar dalam dunia teknologi. Mereka adalah generasi pertama yang tumbuh bersamaan dengan munculnya komputer pribadi dan internet, memberikan mereka peran unik sebagai pengguna awal teknologi yang kini mendominasi dunia.
Masa remaja generasi ini juga ditandai dengan munculnya budaya pop yang kuat, seperti musik grunge, film blockbuster, dan video game, yang kemudian menjadi landasan bagi perkembangan budaya modern.
Gen X memainkan peran penting menjadi jembatan dalam menghubungkan masa lalu dan masa depan. Mereka menjadi saksi bisu dari transisi besar dalam sejarah manusia, dari era yang serba manual menuju dominasi teknologi digital yang mengubah cara hidup manusia secara drastis.
Dalam dunia kerja, generasi ini sering kali menjadi penghubung antara generasi Baby Boomers dan generasi Milenial, dan juga Gen Z.
Di sisi lain, generasi ini juga merupakan penjaga warisan tradisi. Mereka memegang peranan dalam melestarikan nilai-nilai yang diwariskan oleh generasi sebelumnya sekaligus membentuk nilai baru yang dapat diwariskan ke generasi berikutnya.
Dalam bidang seni, musik, dan film, generasi ini sering kali menjadi pelopor yang menghidupkan kembali tren-tren lama dengan sentuhan yang lebih kekinian.
Kini, meski perhatian kita lebih sering tertuju pada generasi muda, Gen X tidak boleh dilupakan.
Mereka adalah generasi yang kaya akan pengetahuan dan pengalaman yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi-generasi berikutnya. Kita perlu terus memberikan ruang bagi Gen X untuk berbagi perspektif mereka, terutama di tengah tantangan global yang semakin kompleks, dari perubahan iklim hingga ketidakpastian ekonomi.
Editor: Eric Iskandarsjah Z