Genjot Pemberdayaan Masyarakat dengan Konsep Sociopreneur

marketeers article

Tidak hanya fokus pada revenue yang didapat, banyak pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM) mulai ikut memerhatikan keadaan sekitar usaha mereka berjalan. Ketua Umum Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) Syahnan Phalipi mengungkapkan inisasi yang melibatkan masyarakat dalam kegiatan produksi atau pemasaran kini makin diminati oleh anak muda.

Salah satu merek lokal asal Bandung yang mengusung konsep social entrepreneurship adalah Cottonology. CEO Cottonology Carolina Danella Laksono mengungkapkan bahwa ide awal dari berdirinya usaha ini adalah memberdayakan masyarakat sekitar. “Kami melibatkan banyak penjahit lokal di sekitar Bandung. Mereka terdiri dari perajin rumahan, individu atau lepasan,” jelas Carolina.

Dengan kolaborasi bersama penjahit lokal, saat ini Cottonology sudah membuka 60 pop-up store di 30 kota seluruh Indonesia. Mereka juga telah menjual lebih dari 400 ribu item pakaian pria. Saat ini, Cottonology juga telah masuk ke dalam top selling ranked pada platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, BliBli, Tokopedia, dan Zalora. Perempuan yang akrab disapa Olin ini menargetkan usahanya ini bisa berekspansi hingga ke pasar global.

“Fesyen menjadi industri yang potensial untuk menjaring banyak orang untuk ikut terlibat di dalamnya. Jika produk tersebut bisa menyasar segmen masyarakat menengah ke bawah, peluang akan semakin besar. Anak-anak muda harus menggarapnya dengan matang agar tidak kalah bersaing dengan asing,” ujar Syahnan.

Industri fesyen lokal hingga saat ini masih diminati masyarakat, tidak kalah dengan produk makanan dan minuman. Pengusahanya pun banyak yang datang dari generasi milenial. Mereka datang dari kota-kota yang memang dikenal sebagai produsen fesyen. “Bandung, Jakarta, Yogyakarta adalah kota-kota bertumbuhnya industri fesyen dengan pesat. Kemudian disusul Bali, Surabaya dan Semarang,” imbuh Syahnan.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS