GROM Jadikan Gelato Sebagai Gaya Hidup, Bukan Tren

marketeers article

Gelato dan es krim kerap diartikan sama. Namun, ternyata berbeda. GROM, kedai asal Italia mencoba meluruskan persepsi tersebut.

Gelato yang berarti “es krim” dalam bahasa Italia, dibuat dari bahan-bahan seperti susu, gula, kuning telur, dan air. Dalam proses pembuatannya, gelato diaduk dengan kecepatan lambat yang membuat teksturnya lebih padat.

Setelah itu, gelato dibekukan pada suhu minus 10 derajat celcius. Karenanya, gelato tidak tahan lama dan mudah mencair.

“Karakter gelato adalah bertekstur lebih lembut ketimbang es krim,” ujar Cathleen Purwarna, Co-Founder GROM Indonesia saat berbincang dengan Marketeers di GROM Lotte Shopping Avenue, Selasa, (20/9/2016).

Perbedaan utama juga terlihat pada bahan. Es krim menggunakan bahan kepala susu atau lebih dikenal dengan sebutan cream atau full cream. Kepala susu memiliki konsentrasi lemak yang cukup tinggi yang diproses dengan cara dipisahkan antara lemak dan cairan susunya.

Sedangkan gelato dibuat dari susu murni. “Sehingga, kadar lemak es krim lebih tinggi sekitar 14%. Sedangkan gelato hanya 9%,” terangnya

Cathleen mengaku menemukan GROM secara kebetulan, ketika ia bersama suaminya berkelana ke Bologna pada Juli 2007 untuk kepentingan bisnis. Meski bisnis yang hendak disepakatinya gagal, ia malah menemukan GROM. “Pertama kali saya mencicipinya, wow, rasanya sangat unik dan fresh,” kenangnya.

Pada tahun 2009, Cathleen menyurati pemilik GROM untuk membeli hak waralaba dan memboyong GROM ke Jakarta. “Itu tidak langsung diiyakan oleh si pemilik. Mereka saat itu masih industri rumahan. Belum berani ekspansi,” papar Cathleen.

Singkat cerita, Cathleen berhasil memperoleh hak waralaba pada tahun 2013, dan membuka gerai pertamanya di Pacific Place pada tahun 2015. Setahun kemudian, GROM menambah dua gerai lagi, yaitu di Plaza Senayan dan Lotte Shopping Avenue.

“Gelato belum menjadi gaya hidup di Ibukota, melainkan hanya tren. Kami terus mengedukasi pasar bahwa gelato menjadi pilihan kudapan yang lebih sehat,” ucapnya.

GROM pertama kali hadir pada tahun 2009 oleh duo sekawan Guido Matinetti dan Federico Grom. Kini, GROM memiliki 67 gerai di seluruh dunia yang tersebar di sembilan negara, antara lain Italia, Amerika Serikat, Jepang, UEA, Prancis, Indonesia, dan Hong Kong. Lima puluh gerai di antaranya memang masih terpusat di Italia.

Diferensiasi paling kental dari GROM adalah semua buah-buahan yang diperlukan untuk memproduksi gelato berasal dari perkebunan GROM di Mura-Mura, Torino Italia, seluas 8.000 hektare. Perkebunan itu mengadopsi tata laksana pertanian organik, seperti tidak menggunakan pupuk kimia.

“Misalnya, stroberi yang dibudidayakan adalah stroberi hasil cangkok dari berbagai varietas stroberi unggul. Guido menciptakan formula buahnya sendiri yang 100% digunakan untuk produksi GROM di seluruh dunia,” terang Cathleen.

Dia melanjutkan, sampai saat ini, 100% bahan yang digunakan merupakan barang impor. Seperti kacang pistachio mawardi yang diklaim sebagai yang termahal di kelasnya. Adapula cokelat Ocumare yang diboyong langsung dari Venezuela.

“Kami belum boleh menciptakan gelato dengan rasa buah tropis nusantara, seperti durian. Semua menu masih dikontrol dari GROM Italia,” ujarnya.

Akan tetapi, tak menutup kemungkinan para pewaralaba memberikan rekomendasinya kepada master frainchisor. Ini terjadi ketika GROM membuat gelato rasa green tea yang sebelumnya tidak ada di Italia.

Memang, dalam bisnis waralaba, semakin banyak gerai, keuntungan akan semakin besar. Akan tetapi, lokasi menjadi perhatian Cathleen dalam membesarkan merek GROM di Indonesia. Ia pun masih belum berkeinginan untuk menggandeng mitra lain mengembangkan waralaba GROM.

“Kami berharap dalam tiga-lima tahun, minimal kami sudah memiliki 20 gerai GROM. Itu harapan saya,” ucapnya sembari tersenyum.

Kemasyhuran GROM sebagai kedai spesialis gelato membuat raksasa consumer goods Unilever tertarik untuk mengakuisisinya pada tahun 2015 dengan nilai yang dirahasiakan.

Salah satu menu favorit GROM adalah Crema di GROM. Ketika pelayan menuangkang dua onggoh gelato ke dalam cup mungil, pinggiran gundukannya meleber, melumuri cup. Seolah ia berteriak “Makan aku segera!”.

Benar saja, ketika mencicipi paduan gelato dengan isi biskuit Paste di Meliga dan chocochips, teksturnya beradu-padu, menghasilkan rasa yang bergantian; lembut yang diselingi gigitan crunchy.

Seperti itulah rasa gelato berkualitas ketika menyentuh langit-langit lidah. Walau tampilannya keras, tekstur mereka halus dan ringan. Dan yang terpenting, semua rasa yang keluar begitu alami. Sebab, GROM mengklaim tak pernah menggunakan pewarna, pengawet maupun pengental dalal setiap gelatonya.

Penasaran? Untuk menikmatinya, Anda perlu merogoh uang sekitar Rp 50.000-Rp 100.000. Selamat mencoba!

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related

award
SPSAwArDS