ICAEW Ungkap Prediksi Ekonomi 2023, Indonesia Unggul di Sektor Manufaktur

marketeers article
Prediksi perekonomian tahun 2023 (Ilustrasi: 123RF)

Para pakar dan analis telah memperingatkan soal kemungkinan resesi ekonomi yang diperkirakan terjadi pada tahun 2023. Meski ada indikasi yang jelas bahwa resesi akan terjadi, namun khusus kawasan Asia, termasuk Indonesia diperkirakan akan tetap kuat di tengah-tengah prospek yang kurang baik. Hal ini bersama prediksi ekonomi 2023 menjadi bahasan ICAEW Economic Insight Forum Q4 2022 yang digelar beberapa waktu lalu.

Beberapa indikator resesi yang dapat ditemukan adalah inflasi yang tengah terjadi mempengaruhi banyak orang dalam skala global akibat berbagai faktor sosial ekonomi, khususnya konflik Rusia-Ukraina dan gangguan rantai pasok. Di sisi lain, kenaikan harga komoditas dan tarif kargo telah berhasil dikendalikan, seiring penurunan secara drastis terkait permintaan konsumen.

“Perekonomian global menghadapi tantangan baru, sebagian disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina, tetapi juga ada perubahan dalam lanskap ekonomi, sosial, dan politik yang lebih luas,” papar Julia Penny, Presiden ICAEW dalam laporannya.

Rintangan rantai pasok yang disebabkan oleh pandemi dan konflik politik telah menyebabkan kenaikan drastis dalam tarif kargo dan harga komoditas. Namun, harga-harga ini telah menurun signifikan menyusul penurunan secara besar dalam permintaan konsumen.

Akan tetapi, inflasi hanya akan turun kembali secara perlahan dengan harga-harga yang masih relatif lebih tinggi daripada tahun-tahun sebelumnya. Dengan begitu, jika melihat lanskap ekonomi, pemulihan kebijakan moneter diperkirakan tidak akan kembali dengan cepat sebelum tahun 2024, lantaran bank-bank sentral mencoba menghindari pemicu inflasi dan berupaya untuk berkompromi dengan target yang ditetapkan dalam jangka panjang.

Ekonomi global

Di tingkat global, perekonomian diperkirakan akan menghadapi penurunan untuk dua kuartal pertama pada tahun mendatang. Namun, ada sisi positif dari kondisi ini, karena resesi diperkirakan akan lebih landai untuk hampir di setiap level perekonomian jika dibandingkan dengan resesi sebelumnya yang tercatat dalam sejarah.

BACA JUGA: Tertinggi Sejak 1997, Belajar dari Ekonomi Vietnam yang Tumbuh 8,02%

Meski ada potensi perubahan ke arah yang lebih baik pada paruh kedua tahun ini, hasil industri produksi yang diekspor Asia diperkirakan akan mengalami penurunan penuh pada tahun 2023. Korea dan Taiwan diperkirakan akan mengalami penurunan tajam dalam pertumbuhan nilai ekspor barang dagangan sebesar 40%, dibanding negara-negara ASEAN yang mengalami situasi sedikit lebih baik dengan penurunan hanya sebesar 20%.

Julia melanjutkna, saat aktivitas ekonomi meningkat dengan banyaknya bisnis yang menyesuaikan diri dengan cara kerja baru dan mendapatkan keuntungan dari permintaan pelanggan yang sempat terhambat, maka sekarang kita dapat melihat bahwa biaya energi dan biaya input yang melonjak.

“Sementara itu, inflasi yang tinggi dan kepercayaan konsumen yang lemah diprediksi akan mengarah pada resesi global. Lembaga dan anggota kami akan berada di garis depan saat kami berupaya membantu jalannya bisnis dan ekonomi melalui masa-masa sulit ini, sama seperti yang kami lakukan selama pandemi COVID-19,” ungkap Julia.

Sektor pariwisata dan penopang Ekonomi Asia

Salah satu pilar utama pertumbuhan, yaitu pariwisata, telah diperkirakan akan kembali bangkit di masa transisi endemi. Sejak tahun 2019, Asia Pasifik telah mengalami penurunan tajam dalam jumlah turis internasional. Tetapi sejak memasuki masa pemulihan, wilayah Asia Pasifik diprediksi hanya akan mengalami penurunan di bawah 20% pada tahun 2024, jika dibandingkan dengan jumlah pendatang pada tahun 2019 sebelum pandemi terjadi.

Namun, pertumbuhan pariwisata diperkirakan akan mengalami penurunan pada tahun 2023, tidak seperti peningkatan besar yang terlihat pada tahun 2021 dan 2022 ketika perbatasan wilayah pertama kali dibuka kembali.

BACA JUGA: Samsung dan LG Adu Jago dalam Inovasi Teknologi di CES 2023

Di sisi lain, di semua negara Asia, pertumbuhan PDB telah melambat secara signifikan. Di antara negara-negara ini, Singapura menonjol dengan proyeksi pertumbuhan paling lambat sebesar 0,7%. Selain itu, Singapura adalah satu-satunya negara yang mengalami penurunan pada tren pertumbuhan selama tiga tahun terakhir sejak 2021.

Secara keseluruhan, perekonomian negara-negara maju (misalnya Singapura, Korea, Selandia Baru, Australia, dan Taiwan) mengalami penurunan produksi manufaktur, sementara perekonomian negara-negara berkembang (misalnya Cina, Indonesia, dan Thailand) menunjukkan situasi yang lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya.

Hal ini sebagian disebabkan oleh penundaan pembukaan perbatasan wilayah yang berkontribusi pada peningkatan pesanan dalam negeri, yang mengarah ke peningkatan permintaan di atas rata-rata.

Namun, hal ini kemungkinan tidak akan bertahan lama mengingat penerapan pembatasan yang dilonggarkan dan pembukaan kembali perbatasan wilayah. Secara garis besar, penurunan produksi manufaktur di negara-negara maju pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan produksi Asia.

Sementara itu, Indonesia diperkirakan akan mengalami penurunan PDB tahun 2023 sebesar 3,6%. Walaupun kini pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,72% secara tahunan (yoy) pada kuartal III-2022, tetapi ekonomi tahun 2023 dengan situasi global dan ancaman terjadinya resesi, maka Indonesia diprediksi akan mengalami penurunan pada kinerja perekonomian nasional.

Akan tetapi situasi ini akan perlahan membaik dengan proyeksi bertambahnya permintaan masyarakat Indonesia terhadap hasil produksi manufakturing dalam negeri. Meningkatnya permintaan domestik Indonesia ini diperkirakan mampu memberikan kontribusi sebesar 6% terhadap pertumbuhan PDB Indonesia tahun 2023. Hal ini dapat menjadi penghalau dalam menekan ancaman resesi yang akan datang.

Related

award
SPSAwArDS