Imbas Demam Drakor, Pengguna Open Internet Diperkirakan 190 Juta

marketeers article
Ilustrasi K-Drama atau Drama Korea. Sumber gambar: 123rf.

The Trade Desk, perusahaan layanan periklanan bersama dengan Kantar mengeluarkan hasil riset terkait dengan tren internet terbuka atau open internet di Indonesia. Adapun hasil dari survei tersebut memperkirakan lebih dari 190 juta orang beralih ke open internet.

Open internet terdiri atas saluran-saluran, seperti Over the Top (OTT) dan Connected TV (CTV), streaming musik, berita dan situs web, serta game daring. Riset ini mengindikasikan masyarakat Indonesia yang melek digital kian mengubah kebiasaan konsumsi media mereka, yakni lebih condong menikmati konten premium yang diproduksi secara profesional di saluran-saluran seperti OTT/CTV dan streaming musik dibandingkan di platform User-Generated Content (UGC).

BACA JUGA: Survei Trade Desk: 9 dari 10 Orang Tonton Piala Dunia lewat OTT

Survei melibatkan 1.000 responden masyarakat Indonesia berusia 16 hingga 65 tahun pada September 2022. Hasil dari riset ini mempertimbangkan usia dan jenis kelamin untuk menjadi representatif secara nasional.

Purnomo Kristanto, General Manager Indonesia The Trade Desk menjelaskan pesatnya peningkatan pengguna open internet didorong oleh adanya fenomena K-wave (Korean Wave) yang memimpin preferensi penonton di OTT dengan tiga dari lima masyarakat Indonesia menyebutkan K-drama dan K-pop sebagai dua genre konten yang paling digemari. Mereka yang mengonsumsi konten Korea akan mengakses OTT/CTV tiga kali lebih banyak untuk menyaksikan konten tersebut, dibandingkan dengan platform UGC.

Open internet menghadirkan kesempatan bagi para pemasar yang mencari alternatif dari platform UGC. Ini adalah alternatif yang memiliki skala, presisi, dan nilai, di mana brand mampu mendapatkan pengukuran yang objektif berdasarkan data bagi kampanye iklan mereka,” ujar Purnomo melalui keterangannya, Rabu (29/3/2023).

BACA JUGA: The Trade Desk: Open Internet Jadi Tren Digital Marketing 2022

Riset ini menegaskan audiens muda, seperti Gen Z yang berusia 16 hingga 24 tahun dan milenial muda dari usia 25 hingga 34 tahun mengandalkan OTT untuk mendapatkan konten premium, lebih dari generasi lainnya. Kelompok usia ini menjadi salah satu yang paling didambakan pengiklan karena mereka berada dalam fase hidup di mana mereka mulai membangun loyalitas merek jangka panjang, dan mereka cenderung menjadi trendsetter bagi semua kalangan usia.

Purnomo bilang minat konsumen atas konten Korea dan lokal premium yang terus bertumbuh menjadikan OTT dan streaming musik saluran iklan yang efektif bagi para pengiklan. Faktanya, perempuan mendengarkan lebih banyak musik di platform streaming musik yang mendukung iklan dibandingkan laki-laki.

Riset ini juga menunjukkan masyarakat Indonesia tidak hanya lebih mudah menerima iklan di saluran-saluran premium tersebut, mereka juga menganggap brand yang beriklan di OTT dapat dipercayai. Sebanyak 67% masyarakat Indonesia cenderung mempercayai brand yang beriklan di OTT/CTV, dibandingkan dengan platform UGC.

Data juga menyoroti pengguna lebih cenderung melakukan multitasking dan kurang menerima iklan ketika mereka menggunakan media sosial. Faktanya, sebanyak lebih dari 17% masyarakat Indonesia mungkin untuk melewati iklan di platform UGC dibandingkan dengan iklan di OTT. Di sisi lain, lingkungan konten premium mendorong brand recall yang lebih kuat, terutama pada perempuan yang 16% lebih berkemungkinan untuk mengingat brand yang beriklan di saluran-saluran tersebut dibandingkan dengan platform UGC.

“Ketika platform UGC seperti media sosial mungkin saja mendapatkan jangkauan yang luas, studi ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia di platform tersebut cenderung lebih tidak terpapar (less engaged). Riset terbaru ini menunjukkan open internet menarik perhatian terhadap iklan yang lebih baik di antara masyarakat Indonesia, selain juga menghasilkan jangkauan dengan dampak lebih baik,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS