Indonesia Rugi Rp 551 Triliun akibat Makanan Sisa

marketeers article
Ilustrasi makanan sisa. Sumber gambar: 123rf.

Badan Pangan Nasional (National Food Agency/NFA) melaporkan Indonesia mengalami kerugian sebesar US$ 36,6 miliar atau setara RP 551 triliun (kurs Rp 15.064 per US$) akibat makanan sisa atau food loss and waste yang dikonsumsi masyarakat. Kerugian tersebut merupakan akumulasi dari kurun waktu tahun 2000 hingga 2019.

Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional menuturkan makanan sisa yang dikumpulkan dari setiap piring masyarakat Indonesia menghasilkan 23 hingga 48 juta ton sampah makanan per tahun. Sampah makanan tersebut sepatutnya dapat menghidupi 61 hingga 125 juta orang atau sama dengan 29% hingga 47% populasi rakyat Indonesia.

BACA JUGA: DBS Ajak Masyarakat Makan Tanpa Sisa untuk Lingkungan

“Dengan estimasi kerugian yang ditimbulkan dari adanya sampah pangan tersebut, tentunya harus kita cegah dengan memanfaatkan pangan yang berpotensi terbuang melalui gerakan stop boros pangan. Gerakan ini harus menjadi gerakan bersama dari seluruh lapisan masyarakat. Terlebih lagi Badan Pangan Dunia (FAO) telah mengingatkan bahwa saat ini kita menghadapi ancaman krisis pangan global,” kata Arief melalui keterangannya, Jumat (28/7/2023).

Menurutnya, setiap negara sangat berperan penting dalam mengurangi tingkat pemborosan makanan yang dikonsumsi warganya. Sebab, sekitar 14% dari total produksi pangan global mengalami penyusutan (food loss).

BACA JUGA: Bukalapak Bergabung dalam Kampanye Kurangi Limbah Makanan

Selain itu, sebanyak 17% di antaranya makanan terbuang percuma karena perilaku boros pangan (food waste). 

“Karena itu kita memerlukan kolaborasi global dalam upaya menekan food loss and waste mengingat dampaknya terhadap ketahanan pangan dan gizi,” ujarnya.

Arief menjelaskan berdasarkan mata rantai produksi pangan, poin terbesar yang berpengaruh dalam food loss and waste terjadi pada tahap konsumsi. Hal ini menjadi acuan pemerintah dalam merumuskan kebijakan pemerintah dalam menangani food loss and waste secara efektif.

“Dalam menghadapi isu food loss and waste, Indonesia telah mengidentifikasi beberapa kebijakan, antara lain dengan mengubah perilaku, peningkatan support system, penguatan regulasi, optimalisasi pendanaan, pemanfaatan food loss and waste, pengembangan kajian, serta pendataan food loss and waste,” kata dia.

Arief memaparkan sejumlah strategi mencegah food loss and waste antara lain dengan membuat platform dan berkolaborasi lintas sektor yang melibatkan tiga kelompok pelaku. Kelompok pertama adalah penyedia makanan atau donatur yang meliputi restoran, hotel dan retail dan penjual makanan lainnya.

Kelompok kedua adalah organisasi sosial yang menjadi food hub yang bertugas dalam menghubungkan penyedia atau donor makanan dengan kelompok penerima, seperti FoodBank of Indonesia, Yayasan Surplus hingga Badan Amil Zakat Nasional. Selanjutnya, kelompok terakhir adalah kelompok penerima manfaat yang tengah menghadapi masalah kekurangan pangan di antaranya anak-anak, lansia, panti asuhan dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS