Industri Ethanol Nasional Tolak Penghapusan Persetujuan Impor

marketeers article
Konferensi pers Asosiasi Produsen Spiritus dan Ethanol Indonesia (APSENDO). (Dok. Marketeers/Vedhit)

Industri ethanol nasional menyuarakan kekhawatiran atas rencana penghapusan Persetujuan Impor (PI) untuk seluruh jenis ethanol dalam kelompok kode HS 2207. Langkah ini dinilai dapat menghantam ketahanan industri ethanol dalam negeri yang selama ini menopang sektor gula dan energi alternatif nasional.

“Jika seluruh jenis ethanol bisa diimpor tanpa pengawasan, industri dalam negeri akan kolaps,” kata Izmirta Rachman, Ketua Umum APSENDO di Jakarta, Selasa (20/5/2025).

BACA JUGA: Kolaborasi Pertamina-Toyota, Uji Coba Bioethanol 100% di GIIAS 2024

Apsendo mengingatkan ethanol memiliki berbagai klasifikasi kode HS yang penggunaannya sangat berbeda satu sama lain. Misalnya, ethanol fuel grade dengan kadar ≥99% dalam kode HS 2207.20.11, lazim dipakai untuk biofuel dan bisa dipertimbangkan impornya secara terbatas.

Sementara itu, ethanol tidak denaturasi dalam kode HS 2207.10.00 banyak digunakan di industri makanan, minuman, dan farmasi. Kode lain seperti HS 2207.20.19 dipakai untuk kosmetik dan keperluan teknis industri.

Tanpa adanya pembedaan klasifikasi ini, penghapusan PI akan menimbulkan kerugian besar bagi pelaku industri ethanol lokal. Apsendo menyebut dampaknya bisa menjalar ke sektor gula karena ethanol lokal selama ini menyerap molasses sebagai bahan baku utama.

Jika ethanol impor membanjiri pasar, penyerapan molasses akan turun drastis dan menyebabkan penumpukan limbah. Hal ini bisa mengganggu produksi gula nasional dan melemahkan program swasembada gula.

Selain itu, potensi kerugian devisa negara juga perlu diperhitungkan. Nilai ekspor ethanol Indonesia saat ini mencapai lebih dari US$ 150 juta per tahun dan bisa menurun jika pasar domestik diserbu produk impor.

Apsendo mendorong pemerintah untuk mempertahankan kewajiban PI bagi ethanol industri dan teknis. Sementara itu, untuk ethanol fuel grade, asosiasi membuka ruang untuk impor terbatas dengan pengawasan ketat demi mendukung program biofuel.

Asosiasi juga menyarankan agar kebijakan deregulasi justru difokuskan pada ekspor ethanol yang masih dibebani syarat Persetujuan Ekspor (PE) dan Laporan Surveyor (LS). Deregulasi ekspor dinilai lebih berdampak positif bagi daya saing global.

BACA JUGA: Ekspor Nonmigas Capai US$ 196,54 Miliar pada 2024, Manufaktur Kontributor Terbesar

Pemerintah diminta untuk tidak terburu-buru menetapkan perubahan kebijakan impor ethanol secara menyeluruh. Dialog bersama pemangku kepentingan menjadi langkah penting agar kebijakan yang diambil tetap adil dan melindungi industri nasional.

“Deregulasi yang tidak selektif hanya akan menciptakan efisiensi semu dan mengancam keberlangsungan sektor strategis di dalam negeri,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

award
SPSAwArDS