Industri Properti di Era Pandemi, Antara Turunkan Harga atau Ubah Mindset

marketeers article
Chic entrance foyer with high ceiling and white walls. New Custom built home interior.

Industri properti termasuk salah satu yang terkena dampak virus corona. Masyarakat menahan pembelian hunian sehingga sales menurun. Hal tersebut dikemukakan para anggota Real Estate Indonesia (REI) dalam webinar “Perlukan Gimmick Marketing di Zaman Corona” pada Kamis (2/4/2020).

Menurut Presiden Direktur Jababeka Residence Sutedja S Darmono, saat ini Pasar menengah dan menengah atas sedang dalam masa sulit. Demi menarik minat konsumen, pemotongan harga bisa dilakukan demi mengejar kuantitas sales. Namun bukan berarti hal tersebut tanpa hambatan.

“Menurunkan harga akan menyebabkan komplain konsumen. Terutama untuk mereka yang telah membeli dengan harga lebih tinggi. Namun kalau tidak mengejar kuantitas, bisnis mati. Tinggal pilih mana. Realistisnya kita terima saja komplain agar bisnis berlanjut,” ujar Sutedja.

Di sisi lain, Presiden Direktur PT Astra Modern Land Wibowo Muljono menyatakan menjual properti di era krisis tetap masih bisa dilakukan. Menurutnya, persepsi pemain properti harus diubah.

Mindset diubah. Saya setuju kalau setelah corona, konsumen properti tidak akan sama lagi. Cara berjualannya ini yang harus kita petakan lagi. Termasuk soal pembayaran. Di situasi seperti ini, konsumen concern dengan cara pembayarannya,” ungkap Muljono.

Menurut pakar marketing yang juga Founder & Chairman MarkPlus, Inc. Hermawan Kartajaya, penurunan sektor properti memang dimaklumi. Namun bukan berarti pemain-pemainnya tidak bisa bertahan.

“Saya mengerti jual properti sekarang pasti susah. Namun ada dua hal harus bisa diusahakan, yaitu surviving dan preparing. Tidak hanya bertahan, tetapi juga bagaimana mempersiapkan bisnis setelah corona berakhir,” ungkapnya.

Hermawan memprediksi bahwa bisnis baru akan normal setidaknya enam bulan lagi. Selama waktu itu, setidaknya ada beberapa fase yang bisa dilakukan oleh pelaku usaha, khususnya properti.

Fase kuartal I dan II bisa dipakai untuk mempertahankan bisnis. Kuartal II dan III bisa untuk preparing atau mempersiapkan bisnis selepas corona. Baru perencanaan bisnis itu bisa diaktualisasikan di kuartal III dan IV.

“Tapi bukan tidak mungkin ada juga pemain properti yang masih growing. Di saat seperti ini bukan lagi surviving, tapi bagaimana memaksimalkan service kepada konsumen,” tambahnya.

Bila tidak dimaksimalkan, ketika corona berakhir justru bisnis akan sulit. Konsumen tidak dimaksimalkan. “Surviving lebih bisa dilakukan oleh pemain kecil. Perhatikan cashflow, maksimalkan pemasukan yang ada. Kalau tidak ada penjualan, komunikasikan kalau Anda mampu bertahan dan sudah siap ketika corona selesai. Agar konsumen tahu,” sambungnya.

Hermawan yakin setelah corona, selera konsumen akan properti berubah. Tidak hanya mencari harga murah, tapi mereka akan lebih mengedepankan kualitas, terutama dari sisi lingkungan dan kesehatan.

Related

award
SPSAwArDS