Kalyana Shira Foundation merilis film dokumenter bertajuk “Jagad’e Raminten” yang menyoroti kehidupan dan warisan sosok Raminten sebagai salah satu ikon Yogyakarta.
Dokumenter dengan durasi 95 menit itu menggambarkan perjalanan Raminten yang tidak hanya dikenal sebagai pengusaha sukses dengan berbagai usaha, seperti toko oleh-oleh, restoran, batik, dan pertunjukan cabaret, tetapi juga sebagai ruang aman bagi komunitas yang inklusif.
Selain menampilkan perjalanan hidup Raminten, film ini turut memotret perjalanan sang pendiri, Kanjeng Mas Tumenggung (KMT) Tanoyo Hamijinindyo atau yang lebih dikenal sebagai Hamzah Sulaiman.
Dalam membentuk Raminten, Hamzah Sulaiman tidak hanya menjalankan bisnis, namun membina sebuah keluarga besar termasuk di dalamnya karyawan, penampil pertunjukan, serta keluarga dan para sahabat.
Film ini disutradarai oleh Nia Dinata yang juga berperan sebagai penulis skenario bersama Dena Rachman sebagai produser, serta Melisa Karim sebagai co-produser.
BACA JUGA 10 Film Horor Indonesia Siap Hantui Layar Bioskop Juli 2025
Nia Dinata selaku Director dari film Jagad’e Raminten menyampaikan, ide awal film ini sudah ada sejak tahun 2023, tepatnya saat Dena masih di London untuk menyelesaikan disertasinya tentang representasi dalam industri film Indonesia.
“Muncullah sosok Raminten dalam benak kami sebagai wujud nyata dari representasi keberagaman dan unconditional love. Melalui Raminten, kita belajar bahwa ketulusan dan penerimaan terhadap perbedaan dapat tumbuh menjadi kekuatan yang memperkuat rasa kemanusiaan,” ujar Nia, dikutip dari keterangan resminya yang diterima Marketeers pada Kamis (26/6/2025).
Dena Rachman menambahkan keterlibatannya dalam proyek ini merupakan bentuk upaya untuk menyebarkan simbol kasih, kebaikan, dan keberanian dalam mengekspresikan diri di tengah norma-norma yang ada.
“Lebih dari sekadar hiburan, Raminten adalah sosok yang menyediakan rumah bagi banyak kaum marginal terutama bagi chosen family mereka. Sosok Raminten tidak hanya memperjuangkan inklusivitas di atas panggung, tetapi juga dalam kehidupan nyata dengan menciptakan penghidupan yang layak dan berkelanjutan,” kata Dena.
Oleh sebab itu, Dena merasa terdorong untuk mengabadikan warisan tersebut dalam sebuah karya yang dapat terus menginspirasi.
“Melalui film ini juga kami bersama seluruh keluarga dan sahabat hendak memberikan penghormatan pada almarhum Hamzah Sulaiman. Sungguh sebuah kehormatan besar bagi kami dapat membawa kisahnya ke mata dunia,” ucap Nia.
Lebih dari itu, Melissa Karim selaku Co-produser menjelaskan melalui film ini ingin menangkap esensi sejati Raminten sebagai ikon budaya dan bisnis sekaligus sosok visioner.
BACA JUGA 4 Film Blockbuster Tayang Juli 2025, Ada The Fantastic Four: First Steps
“Raminten menciptakan ekosistem yang memberdayakan banyak orang, membuka lapangan kerja, dan menjadikan kesenian sebagai sumber penghidupan,” tutur Melissa.
Hal lainnya yang membuat film dokumenter ini makin istimewa karena Jagad’e Raminten merupakan persembahan terakhir, sebuah kado penuh cinta dari teman-teman dan keluarga besar untuk mendiang Hamzah Sulaiman.
Film ini menjadi medium untuk meneruskan warisan Raminten, menyebarkan cinta, kepedulian, dan semangat inklusivitas, khususnya bagi masyarakat Yogyakarta yang begitu dekat di hati beliau.
Ratri, Director of House of Raminten mengapresiasi hadirnya dokumenter tersebut.
“Kami sangat tersentuh dan merasa terhormat kisah hidup dan warisannya diabadikan dalam dokumenter ini. Kami berharap film ini dapat menyentuh hati masyarakat Indonesia, khususnya warga Jogja, seperti halnya Bapak telah menyentuh hidup banyak orang dengan kasih dan kebaikannya.” ujar Ratri.
Penayangan perdana film dokumenter Jagad’e Raminten dilaksanakan di Auditorium LIP Yogyakarta. Sementara itu, untuk pemutaran kedua dari film dokumenter tersebut akan dilaksanakan di panggung ARTJOG 2025 yang berlokasi di Jogja National Museum pada 5 Juli 2025, mendatang.
Editor: Ranto Rajagukguk