Jepang Integrasikan Bank DNA Hingga Pelatihan di Kawasan ASEAN

marketeers article

Memiliki kondisi geografis yang rawan bencana, Jepang mulai mempersiapkan manajemen sistem bencana. Tidak hanya untuk Jepang, melainkan terintegrasi dengan berbagai negara di belahan dunia. Muneyoshi Numada, Disaster Management Process Engineering Expert Lecturer University of Tokyo mengatakan, sistem ini memudahkan setiap negara dalam menyelesaikan persoalan DNA, evakuasi, logistik hingga training center bagi penanggulangan bencana.

Dengan mengintegrasikan pemerintah, perusahaan, komunitas, NPO/NGO, dan stakeholder, Muneyoshi bersama tim mencoba untuk membangun standar operasional penanggulangan bencana yang terintegrasi di berbagai negara ASEAN. Dead body, shelter, dan logistik adalah poin utama yang tengah fokus dikembangkan mereka.

Perihal dead body tak terlepas dari persoalan DNA. Muneyoshi di Jakarta, Rabu (06/12/2017) mengatakan, ini adalah persoalan utama yang dihadapi pascabencana. “Bencana gempa yang terjadi di Sumatera beberapa waktu lalu yang memakan begitu banyak korban adalah salah satu contoh betapa persoalan DNA menjadi hal yang sangat penting. Banyak jenazah yang tidak teridentifikasi kian memperjelas diperlukannya Bank DNA,” ungkap Muneyoshi di KIN ASEAN Forum 2017.

Saat ini, Jepang tengah mengembangkan Bank DNA yang terintegrasi di dalam satu platform di seluruh negara ASEAN. Muneyoshi menambahkan, platform Bank DNA ini dapat memudahkan proses identifikasi korban bencana guna mengetahui informasi agama, kewarganegaraan, dan keluarga.

Selain DNA, persoalan evakuasi pun kian diperhatikan. Muneyoshi menjelaskan, mereka tengah mengembangkan satu sistem evakuasi meliputi daftar seluruh shelter, lokasi, kapasitas, jumlah pengungsi, kondisi ter-update, hingga daftar obat-obatan. Semua ini dikatakan Muneyoshi dapat diakses di dalam satu platform di seluruh negara ASEAN.

Persoalan yang tak kalah penting adalah logistik. Melalui QR-Code yang tersedia di negara-negara yang telah bergabung, negara yang terkena bencana dapat melihat dan mengoperasikan ASEAN Container. “Ini sangat mudah dan memungkinkan semua containers untuk datang ke area bencana. Satu sistem manajamen logistik yang dapat digunakan di seluruh ASEAN,” jelas Muneyoshi.

Terakhir, terkait training center, Muneyoshi menjelaskan Jepang telah bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Indonesia melalui training center yang ada di Bogor. Tidak hanya Indonesia, sejumlah negara lain seperti Myanmar, Bangladesh, Amerika, dan Italia pun telah bergabung di dalam satu kiblat training center yang sama.

“Thunderbird Team adalah sebutan bagi tim dari training center yang secara resmi memiliki wadah atau bernaung bersama kami. Kami memiliki kurikulum yang sama sehingga pengetahuan dan pembekalan terkait penanganan bencana pun sejalan. Ketika terjadi bencana di negara ASEAN atau negara lain yang bergabung, tim ini dapat membantu di negara tersebut,” ungkap Muneyoshi.

Related

award
SPSAwArDS