Jokowi, New Leader, Old Challenges

marketeers article

Sebagai pemimpin baru, Presiden RI ke-7 Joko Widodo menjadi harapan baru di Indonesia. Namun, jalan yang harus ia tempuh tidak mudah. Meski baru, ia menghadapi tantangan klasik yang selama ini membayangi para pemimpin Indonesia, yaitu politik. Visi dan misi yang telah ia susun harus melewati sejumlah ganjalan seperti legislatif yang dikuasai KMP dan peningkatan ekonomi Indonesia. Terlebih, banyak yang menyangsikan keterbebasannya dari pengaruh partai pengusung, PDIP.

“Presiden Jokowi memiliki visi yang kuat dan dapat bertahan secara politik,”ujar Dino Patti Djalal dalam forum The Economist, New Light or False Dawn, hari ini, Rabu (11/2/2014).

Menurut Dino, ketika rakyat tahu bahwa Presiden bekerja keras untuk menyelesaikan berbagai masalah yang ada, mereka akan mendukung sepenuhnya. Namun, sekali saja pemimpin mengecewakannya, rakyat bisa sangat sulit memaafkan. Ia mencontohkan mantan Presiden BJ. Habibie yang meski memimpin dalam periode yang relatif singkat, namun bisa memelihara kepercayaan masyarakat luas. 

Soal investasi, Dino menjelaskan bahwa penyediaan ekosistem yang kondusif adalah faktor utama, bahkan lebih penting dari sekadar mengirim surat kepada para Duta Besar untuk meningkatkan investasinya di Indonesia. 

“Masih banyak isu yang harus diselesaikan Presiden Jokowi, termasuk tentang konten lokal, tenaga kerja, ketimpangan skill, dan lain sebagainya,” kata Robert Blake, Dubes AS untuk Indonesia. 

Blake mengatakan kepemimpinan yang efektif sangat dibutuhkan di Indonesia, terutama dalam menjaga pertumbuhan ekonomi dan menghadapi ASEAN Economic Community 2015. Di samping itu, Indonesia juga harus berhadapan dengan isu-isu internasional seperti perubahan iklim dan energi terbarukan. 

Sementara itu, Djayadi Hanan, Direktur Eksekutif Saiful Mujani Research and Consulting, mengatakan ada beberapa kekecewaan terhadap Jokowi. Misalnya adalah komitmen dalam memberantas korupsi. “Salah satu performa lemah dari Jokowi adalah lambatnya penanganan konflik antara KPK-Polri yang terjadi,” ujar Djayadi. 

Menurutnya, ada tiga agenda utama yang perlu ditekankan oleh Jokowi, yaitu lapangan kerja, harga bahan pokok, dan pemberantasan korupsi. Untuk melakukan itu, jalan Jokowi tidak mulus. Ada tiga tantangan besar yang harus ia hadapi. Jokowi dinilai Djayadi sebagai “outsider” di lingkaran utama PDIP, koalisi KMP, serta lingkungan elit politik di ibukota. 

“Jokowi memiliki kekuatan yang bisa menjadi kelemahan. Maksudnya, ia punya kekuatan untuk menarik hati masyarakat untuk memilihnya sebagai Presiden. Meski begitu, kekuatan tersebut datang dengan kelemahan karena tidak bisa mengontrol politik. Ia tidak terlalu kuat di parlemen,” ungkap Peter Mandelson, Chairman Global Counsel. 

Menurutnya, kebijakan yang baik perlu menjadi fokus Jokowi di samping popularitas dan komunikasi yang baik di media. Selain itu, pengelolaan koalisi juga tidak mudah karena banyak pertukaran dan kompromi yang harus terjadi. Mandelson memandang koalisi utama Jokowi adalah rakyat. Karena itu, Jokowi harus bisa menjamin transparansi dan akuntabilitas demi menjaga ekspektasi publik. Dengan begitu, ia bisa menjaga tujuan jangka panjang untuk memberikan stabilitas ekonomi, politik, dan hubungan internasional. 

Dalam menjalankan dan mencapai tujuan strategisnya, pemerintah Indonesia tidak hanya perlu membuat kebijakan dan peraturan, namun juga mendorong kolaborasi dengan sektor swasta. Hal ini dibutuhkan untuk menyediakan berbagai kebutuhan seperti infrastruktur, pendanaan, dan hal-hal lainnya.  

Related

award
SPSAwArDS