Kehadiran Ecommerce Membuat Penjualan Oli Palsu Kian Sulit Dibendung

marketeers article
Diskusi isu pemalsuan oli di Indonesia (Foto: Marketeers/Hafiz)

Persoalan penjualan barang palsu banyak terjadi di berbagai sektor industri. Hal ini juga terjadi di industri pelumas. Menanggapi hal tersebut, Asosiasi Pelumas Indonesia (Aspelindo) menggelar bincang interaktif dengan tema “Upaya Bersama Memerangi Pelumas Palsu.”

Aspelindo merupakan asosiasi produsen pelumas dalam negeri dan kumpulan perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran pelumas. Organisasi ini berdiri sejak tahun 1997.

Sejak awal didirikan, Aspelindo diposisikan untuk menjadi jembatan antara produsen pelumas dalam negeri dengan pemerintah untuk mendorong pengembangan industri pelumas yang sejalan dengan peraturan dan standardisasi yang ditetapkan.

“Salah satu upaya Aspelindo diantaranya pada saat mendorong SNI Wajib Pelumas yang telah berlaku sejak tahun 2019 lalu, sehingga konsumen Indonesia dapat memperoleh produk-produk yang sudah terstandardisasi secara kualitas” ujar Sigit Pranowo, Ketua Umum Aspelindo Periode 2023–2026 di Jakarta, Kamis (24/8/2023).

BACA JUGA: ASPELINDO: Bisnis Pelumas Bergantung pada Pertumbuhan Ekonomi

Aspelindo juga hadir dan ikut mengambil peran untuk membantu pemerintah dalam menghadapi isu-isu yang selama ini menjadi tantangan, seperti pemalsuan dan penjiplakan pelumas yang dapat merugikan kepentingan serta keselamatan konsumen.

Maraknya pemalsuan pelumas kendaraan yang menawarkan harga lebih murah dan kemasan yang menyerupai produk aslinya sangat meresahkan. Pasalnya, masyarakat kesulitan dalam membedakan.

“Oli palsu adalah pelumas yang tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI). Tentu, hal ini berpengaruh bagi masyarakat yang ketakutan apakah pelumas yang digunakannya apakah oli palsu dan asli. Keduanya sulit dibedakan,” ujar Tri Yuswidjajanto Zaenuri, Ketua Umum Masyarakat Pelumas Indonesia (MASPI).

BACA JUGA: EMLI Siapkan Strategi Garap Peluang Pelumas Jelang Era Mobil Listrik

Kehadiran produk palsu pun terus bertansformasi untuk meniru selayaknya produk asli. Tidak hanya melakukan pemalsuan, tetapi pelaku juga mampu melakukan penjiplakan atau plagiat.

Ditambah, kehadiran kanal penjualan online justru semakin membingungkan masyarakat dalam membedakan produk asli atau palsu. Aspelindo pun menyarankan untuk konsumen melakukan pembelian di gerai resmi.

“Masalah pemalsuan ini semakin kompleks lantaran jaringan yang ada terlalu luas. Di sisi lain, Aspelindo memiliki 21 anggota yang memproduksi dan memasarkan produk pelumas ke seluruh Indonesia. Mereka juga memiliki bengkel-bengkel dan gerai mitra. Semuanya bisa kami deteksi,” lanjut Sigit.

Pelaku tindak penjiplakan ini meniru banyak persamaan pokok dari merek terlaris di pasaran. Pelaku dengan mudah membuat detail produk menggunakan merek dan logo yang hampir menyerupai produk asli.

Bentuk kemasan juga dibuat sedemikian rupa menyerupai bentuk aslinya, sehingga menimbulkan kebingungan pada konsumen. “Bahkan ada oli palsu yang diberikan segel tambahan di bagian tutup hingga dikira oli yang asli,” lanjut pria yang akrab disapa pak Yus ini.

Tindakan pemalsuan ini mengakibatkan pelanggaran atas kepercayaan masyarakat terhadap pelumas asli yang sering digunakan. Dari pemalsuan dan plagiat yang memilki banyak persamaan pokok ini dapat dijerat dengan Pasal 100 ayat (1) dan/atau ayat (2) serta Pasal 102 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.

“Aspelindo optimistis bahwa kolaborasi dan koordinasi antara pelaku industri pelumas, pemerintah dan konsumen dapat mendorong perkembangan industri pelumas yang lebih baik ke depannya.” tutup Sigit.

Related

award
SPSAwArDS