Kemenperin Ungkap Kebutuhan Susu Sapi Naik 5,3% per Tahun

marketeers article
Susu Sapi Perah

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melaporkan setiap tahun kebutuhan susu di Indonesia terus meningkat sebesar 5,3%. Peningkatan kebutuhan susu didorong oleh tumbuhnya pendapatan per kapita dan gaya hidup sehat masyarakat.

Putu Juli Ardika, Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin menuturkan permintaan saat ini terus meningkat seiring usai merebaknya pandemi COVID-19. Secara umum, tingkat konsumsi susu per kapita masyarakat Indonesia sebesar 16,9 kg per kapita per tahun setara susu segar.

BACA JUGA: Kurang 80% Bahan Baku Susu, RI Beli 16.000 Sapi dari Belanda

“Seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita masyarakat dan bertumbuhnya kelas menengah, kemudian bertransformasinya gaya hidup masyarakat menjadi lebih sehat, dan juga meningkatnya permintaan produk bernutrisi tinggi selama pandemi COVID-19, kami meyakini konsumsi produk susu olahan akan terus tumbuh tinggi ke depannya,” kata Putu melalui keterangannya, Jumat (2/6/2023).

Menurutnya, peluang peningkatan konsumsi susu di Indonesia masih sangat besar, yang membuat investor berlomba-lomba untuk meningkatkan investasi di bidang industri pengolahan susu. Namun demikian, dalam rangka peningkatan produktivitas industri pengolahan susu, diperlukan langkah untuk menjaga ketersediaan bahan baku.

BACA JUGA: Benarkah Indonesia Darurat Susu Sapi Perah?

Sebab, kondisi saat ini, hanya sekitar 20% bahan baku susu yang dipasok dari dalam negeri. 

“Masalah ini disebabkan laju pertumbuhan produksi susu segar di dalam negeri, yaitu sebesar rata-rata 1% dalam enam tahun terakhir, sehingga tidak dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan bahan baku industri pengolahan susu yang tumbuh rata-rata 5,3%,” ujarnya.

Putu menyebut kendala utama dalam pengembangan produksi susu segar dalam negeri (SSDN) adalah masih sedikitnya populasi sapi perah di Indonesia. Tercatat, populasi sapi perah hanya sekitar 592.000 ekor.

Secara produksi, sapi perah tersebut terbilang masih rendah, yakni delapan hingga 12 liter per ekor per hari. Sementara itu, rasio biaya pakan dengan produksi susu sangat tinggi, yakni 0,5-0,6.

Selain itu, kepemilikan sapi perah peternak rakyat minim, yang hanya memiliki dua hingga tiga ekor per peternak. Untuk biaya pembesaran (rearing) anakan sapi perah yang cukup mahal, kurangnya pemahaman peternak rakyat akan Good Dairy Farming Practices (GDFP), serta masih minimnya minat anak muda untuk menjadi peternak.

“Pengembangan produksi susu segar juga dihadapkan pada terbatasnya lahan untuk kandang dan pakan hijauan,” ujarnya.

Oleh karenanya, guna mengatasi berbagai persoalan dalam pengembangan SSDN, diperlukan dukungan dan kebijakan pemerintah yang berpihak kepada penanganan di sektor hulu baik koperasi susu dan peternak sapi perah. Misalnya, Kemenperin telah memberikan bantuan sebanyak 84 cooling unit kepada 68 koperasi susu di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.

“Pada tahun 2021, kami telah membantu mendirikan Milk Collection Point (MCP) di koperasi susu di Pengalengan, Jawa Barat, dan pada tahun 2022 kami melakukan digitalisasi di 40 tempat penerimaan susu (TPS) di Jawa Timur untuk mendukung implementasi program industri 4.0,” tuturnya.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS