Ketika Finansial Milenial Terkikis Citra Media Sosial

marketeers article
Handsome man with girl

Anda mungkin akrab dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out) atau YOLO (You Only Live Once) yang melekat pada para milenial dan generasi setelah mereka. Yup, kehidupan generasi ini memang tak lepas dari media sosial. Tak jarang, sebagian dari mereka rela merogoh uang yang tak sedikit demi tampilan sempurna di media sosial mereka.

Survei terbaru dari Chase Slate menemukan, 77% milenial rela menghabiskan uang dua kali lebih banyak ($137) di bandingkan populasi secara umum ($70) demi mendapat tampilan yang sempurna di Instagram. Pengeluaran ini bisa berupa makanan, liburan, atau pun pakaian.

“Orang ingin terlihat sukses, dan cara terbaik untuk mengomunikasikan ini dilakukan dengan cara membangun citra. We live in a world that values what people have, rather than things that actually lead to fulfillment,” ungkap  Psikoterapis  Dr. Robi Ludwig.

Di lansir dari nbcnews.com, Ludwig mengatakan satu alasan yang mungkin menyebabkan milenial memiliki pengeluaran terbesar adalah lantaran penampilan cenderung lebih penting ketika seseorang masih muda.

Ia berpendapat, ketika generasi milenial tumbuh, mereka juga melihat bagaimana orang-orang bisa menjadi influencer lantaran mereka terkenal, bukan karena talenta yang mereka miliki.

“People get famous for being famous sehingga mudah bagi milenial untuk berpikir jika mereka tampil memikat, mereka berpeluang menjadi selebrita,” ungkap Ludwig. Sebagian milenial pun tumbuh menjadi generasi yang image-conscious.

Kisah sukses dan kehidupan mapan yang ditampilkan para influencer di media sosial membuat tak sedikit milenial ingin memiliki hal yang sama. Mereka ingin menghasilkan uang lebih besar dengan menjadi influencer di media sosial.

Logika yang klasik, Ludwig berpendapat mereka berpikir harus menghabiskan uang untuk menghasilkan uang.

“Orang-orang yang tertarik menjadi influencer berpikir mereka harus mengeluarkan uang lebih demi tampil outstanding di media sosial. Mereka percaya hal ini dapat membantu mereka suatu hari. Padahal, tidak ada jaminan yang pasti akan hal ini,” papar Ludwig.

Ada hal yang luput dari benak sebagain besar milenial ini ketika menggelontorkan uang yang besar demi membentuk citra yang mereka inginkan di media sosial. “Mereka lupa bahwa tak ada media sosial ataupun platform yang sustain selamanya,” ujar Ludwig.

Penulis Finansial Rachel Cruze mengatakan, menjadi otentik lebih penting dibandingkan mengeluarkan uang yang besar untuk terus mengikuti tren demi citra di media sosial.

“Ketika kita otentik dan menjadi diri sendiri, saat itulah kita dapat mengesankan orang tanpa perlu berhutang.  Jika Anda tergoda untuk membelanjakan uang yang tidak Anda miliki karena Instagram, pertimbangkan untuk menjauh sebentar, atau berhenti mengikuti akun yang mungkin mendorong Anda untuk menginvestasikan lebih banyak waktu dan uang,” ujar Cruze.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS