Kolaborasi Triple Helix di Era Industri 4.0

marketeers article
Corporate Governance and Company Affairs Meeting Art

Perjalanan inovasi  dan teknologi Indonesia menuju Industri 4.0 memang bukan langkah mudah. Diperlukan kolaborasi triple helix untuk memastikan terbentuknya ekosistem yang sesuai dengan peta jalan yang ditetapkan. Lantas, seperti apa seharusnya lagkah kolaboratif ini berjalan di Indonesia?

Ketika negara-negara di Asia telah menyiapkan diri di era industri 4.0, seperti India dengan Made in India, dan Thailand dengan Thailand 4.0, Indonesia pun sudah bersiap dengan Making Indonesia 4.0.

Langkah kolaboratif triple helix, antara pemerintah dengan pelaku industri dan akademisi dinilai penting untuk mewujudkan ekosistem yang mendukung penerapan ekonomi digital.

Photo Credits: Top Hat

“Industri 4.0 memang merupakan perjalanan di bidang inovasi dan teknologi. Namun, khusus di Indonesia dipacu pula dengan empowering human talents. Jadi, kunci kuncinya ada tiga, sumber daya manusia, teknologi dan inovasi,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu (28/07/2018).

Menurut Airlangga, elemen terpenting yang harus ditingkatkan untuk mencapai cita-cita ini bisa dilakukan melalui pendidikan. Apalagi, ke depan, Indonesia akan memasuki bonus demografi sebagai momentum masa keemasan. Saat ini, di antara negara-negara G20, Indonesia berada di posisi ke-16.

“Beberapa negara telah membuktikan saat berada di dalam golden years, ekonominya bisa lebih tinggi. Tetapi hanya bisa dilakukan apablia mengimplementasikan ekonomi digital,” papar Airlangga.

Ia meyakini, penerapan ekonomi digital atau industri 4.0 mampu mendongkrak 1%-2% pertumbuhan ekonomi, menambah hingga 10 juta lapangan kerja, dan peningkatan kontribusi industri manufaktur sebesar 25 persen pada tahun 2030.

Photo Credits: qz.com

Salah satu upaya kolaboratif triple helix ini terlihat dengan kerjasama yang dibangun bersama perguruan tinggi, seperti Institut Pertanian Bogor (IPB).

Kemenperin melakukan program link and match alumni IPB dengan kebutuhan sektor industri saat ini, misalnya industri hasil pertanian, perkebunan, dan kehutanan seperti produsen kertas dan farmasi, serta makanan dan minuman.

“Kami juga minta IPB bisa menjaga sustainability industri dan lingkungan. Contohnya, pengembangan new material berbasis bio, karena sumber daya alam kita cukup melimpah, dan sekarang Indonesia arahnya ke sana,” ujar Airlangga.

Di lain sisi, Rektor IPB Arif Satria menambahkan, pihaknya telah menyiapkan peta jalan pengembangan riset baru  dalam rangka menemukan material baru bagi dunia industri di era revolusi industri 4.0.

“Sudah banyak  negara mengembangkan material baru pertanian untuk industri, seperti di China yang menjadikan  rumput laut sebagai bahan baku pengganti katun. Dalam pengembangan riset ini, IPB tidak hanya  terpaku pada anggaran pemerintah saja, tetapi bagaimana berkolaborasi dengan industri,” jelas Arif.

Melalui cara ini, Indonesia diharapkan menjadi negara 10 besar dengan ekonomi terkuat di dunia pada tahun 2030.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS