Konsumsi Domestik, Perisai Pertahanan Ekonomi di Tengah Krisis Global

marketeers article
Seto Wardono, Direktur Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Forum Ekonomi & Bisnis 2025 yang digelar The Iconomics. (Dok. The Iconomics)

Di tengah meningkatnya risiko perang dagang dan proxy war global, ketahanan ekonomi Indonesia kembali diuji. Dalam menghadapi situasi yang penuh ketidakpastian ini, konsumsi domestik kini menjadi tumpuan utama untuk menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional.

Isu ini menjadi salah satu sorotan utama dalam Forum Ekonomi & Bisnis 2025 yang diselenggarakan oleh The Iconomics. Para pembicara menyoroti strategi pemerintah dalam memperkuat permintaan dalam negeri guna menjaga stabilitas ekonomi.

Seto Wardono, Direktur Grup Riset Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), menjelaskan bahwa kontribusi konsumsi dan investasi dalam negeri mencapai sekitar 90% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Menurutnya, struktur ekonomi seperti ini relatif lebih tahan terhadap gangguan dari luar.

BACA JUGA: Suzuki Fronx Tawarkan Efisiensi Produksi dan Nilai Ekonomi Baru

“Asal daya beli masyarakat tetap terjaga melalui program yang tepat, kita punya peluang untuk tetap stabil meskipun situasi global bergejolak,” kata Seto dalam siaran pers kepada Marketeers, Senin (2/6/2025).

Hingga April 2025, Seto melihat indeks kepercayaan konsumen menunjukkan tren yang masih positif. Mayoritas kelompok pendapatan rumah tangga mempertahankan pandangan optimistis terhadap arah ekonomi nasional. Menurutnya, indikator ini menjadi cerminan keyakinan masyarakat yang tetap kuat, sekaligus penanda bahwa konsumsi domestik belum kehilangan daya dorongnya.

Pemerintah dinilai berperan penting dalam menjaga stabilitas tersebut. Salah satu kebijakan yang menonjol adalah pemberian diskon tarif listrik untuk pelanggan dengan daya di bawah 1.300 VA yang berlaku sejak awal tahun. Program ini diperpanjang hingga Juli 2025 dan menyasar lebih dari 79 juta rumah tangga.

“Tarif listrik memiliki bobot besar dalam inflasi kita, jadi kebijakan ini membantu menekan tekanan harga sekaligus meringankan beban rumah tangga,” jelas Seto.

Langkah ini tidak hanya memberikan perlindungan bagi kelompok masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga menciptakan efek berantai dalam menjaga inflasi nasional tetap dalam batas aman.

Seto menyebutkan bahwa strategi pemerintah seperti ini memperlihatkan upaya konkret dalam memperkuat daya beli dan menopang kestabilan ekonomi secara keseluruhan.

Pentingnya memperkuat konsumsi domestik kembali ditekankan Seto sebagai langkah strategis dalam menghadapi ketidakpastian global.

“Saat eksternal bergejolak, kekuatan daya beli bisa menjadi perisai paling efektif, terutama bila ditopang oleh kebijakan yang berpihak kepada masyarakat level bawah,” ujarnya.

Stabilitas juga tercermin dari kebijakan fiskal pemerintah. Meski tekanan ekonomi masih tinggi, defisit anggaran tetap dijaga di kisaran 2,5%. Strategi ini diiringi oleh berbagai program sosial, termasuk penghapusan utang macet usaha mikro, kecil dan menengah (UKM), serta pembentukan koperasi desa dalam skema Indonesia Emas 2045.

BACA JUGA: Ketika Blockchain Bertemu Ekonomi Akar Rumput lewat Token RWA OneGold

Sudarto, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengeluaran Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu), menyatakan bahwa lebih dari 80.000 koperasi desa telah dibentuk sebagai bagian dari upaya memperkuat ekonomi lokal.

“Ini menjadi bukti komitmen Indonesia untuk membangun kemandirian ekonomi yang adil dan berkelanjutan,” katanya.

Forum ini juga menjadi ruang bagi penghargaan terhadap institusi keuangan nasional yang tetap mampu bertumbuh di tengah tantangan. The Iconomics memberikan apresiasi kepada sektor perbankan dan asuransi yang dianggap berhasil menjaga kinerja di tengah tekanan global yang tak menentu.

Bram S. Putro, Founder & CEO The Iconomics, menggarisbawahi bahwa Indonesia perlu sigap memanfaatkan celah yang terbuka, seperti momentum jeda tarif impor dari Amerika Serikat. Meski pasar saham menunjukkan tren positif, ia mengingatkan bahwa kewaspadaan tetap dibutuhkan.

“Pasar saham yang mulai menghijau menjadi salah satu sinyal positif. Namun, tetap dibutuhkan kehati-hatian dalam menyikapi perkembangan eksternal,” tuturnya.

Editor: Dyandramitha Alessandrina

award
SPSAwArDS