Korea Selatan Diminta Setop Danai Energi Kotor di Indonesia

marketeers article
Pembangkit listrik tenaga uap (PTU) batu bara. Sumber gambar: 123rf

Korea Sustainability Investing Forum (KoSIF) mengeluarkan hasil penelitian terbarunya yang menyebut perbankan di Korea Selatan (Korsel) masih aktif mendanai proyek pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Hal ini dinilai kontraproduktif terhadap komitmen pemerintah dalam mencapai target bebas emisi karbon atau net zero emission 2060.

Tae-Han Kim, Principal Researcher KoSIF mengatakan gabungan bank Korea Selatan tercatat masih mendanai proyek batu bara dengan nilai kontrak mencapai US$ 904 juta atau setara dengan Rp 14 triliun (kurs Rp 15.595 per US$). Adapun proyek tersebut yaitu PLTU Jawa 9 dan 10 di Cilegon, Banten.

BACA JUGA: PTBA Kembangkan Biomassa untuk Cofiring PLTU di Sumsel

Kim menyebut dari total dana yang disalurkan sebesar 29,6% atau setara Rp 4 triliun di antaranya dicarikan pada Desember 2022. 

“Pendanaan untuk PLTU Jawa 9 dan 10 ini berasal gabungan institusi keuangan Korea yaitu The Export-Import Bank of Korea (EIBK), dan Hana Bank,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat (23/12/2022).

BACA JUGA: Pensiunkan PLTU Batu Bara, Jokowi Dapat Hibah Rp 312 Triliun

Terhitung per Juni 2022, neraca pembiayaan batu bara oleh lembaga keuangan Korea Selatan melalui pinjaman skema provident fund (PF), obligasi korporasi, dan saham, telah mencapai 56,5 triliun Korean Won/KRW atau setara dengan US$ 43,2 miliar. Angka ini tercatat hanya turun sekitar 1% atau setara 590 miliar KRW dari jumlah yang dikeluarkan pada tahun lalu.

Dari total pembiayaan tersebut, jumlah yang diasuransikan untuk perusahaan dan proyek batu bara terbilang masih tinggi yaitu sebesar 39,5 triliun KRW. Kim bilang proyek pendanaan batu bara ini akan menurunkan reputasi Korea Selatan di luar negeri dan membuat orang mempertanyakan kerja sama mereka dalam mengurangi emisi secara global.

“Alih-alih mendukung PLTU Jawa 9 & 10 yang menimbulkan polusi masif bagi warga di Banten, Indonesia, lembaga keuangan Korea Selatan seharusnya lebih bisa menghormati dan proaktif dalam mendukung upaya negara-negara yang tengah berusaha melepaskan ketergantungannya pada industri batu bara dengan berhenti memberikan pendanaan untuk fosil,” kata Kim.

Menanggapi hal itu, Andri Prasetiyo Peneliti Trend Asia menuding Pemerintah Korea Selatan tidak berkomitmen untuk berhenti mendanai energi kotor sejak dua tahun terakhir. Ini juga tidak sesuai dengan transisi energi nasional yang sedang didorong pemerintah.

Dia mendesak pihak Korea Selatan untuk berhenti mendanai proyek batu bara di Indonesia. Dari sisi pemerintah, juga diminta untuk menjalankan komitmennya dalam mengejar target transisi energi yang selama ini digembar-gemborkan.

“Terutama mengingat pasca perhelatan G20 lalu, Indonesia sudah berkomitmen untuk melakukan akselerasi transisi energi melalui berbagai skema bantuan pendanaan internasional dengan agenda utamanya melakukan pensiun dini pembangkit listrik batu bara. Sehingga, keputusan untuk tetap membangun proyek PLTU Jawa 9 & 10 terlebih di tengah kondisi kelebihan pasokan batu bara saat ini menjadi sulit dimengerti dan sangat tidak relevan,” ujar Andri.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS