Kurang 10%, Daerah Punya e-Leadership

marketeers article

Cita-cita menuju ekonomi digital masih harus menempuh jalan panjang. Hal ini pun bukan pekerjaan gampang. Apalagi Indonesia merupakan negara dengan puluhan ribu pulau yang tentu tidak mudah dihubungkan dalam satu konektivitas.

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah mencanangkan proyek akbar Palapa Ring. Proyek Palapa Ring merupakan proyek pembangunan infrastruktur jaringan tulang punggung serat optik nasional yang ditujukan demi pemerataan akses pitalebar (broadband) di Indonesia. Proyek ini melayani 57 kabupaten (kota) di Indonesia.

Pemerintah tidak bisa berkerja sendirian. Harus ada kolaborasi antarseluruh pemangku kepentingan. Menurut Menteri Kominfo Rudiantara, salah satu pihak yang berperan sentral dalam pembangunan konektivitas di daerah dan smart city adalah kepala daerah itu sendiri. Menurutnya, tak banyak kepala daerah yang benar-benar serius dalam mengembangkan smart city atau smart regency tersebut.

Ia bilang, tak lebih dari 10% kepala daerah di Indonesia yang serius menggarap itu. Sebab itu, edukasi dan dukungan pemerintah pusat dalam mendorong pembangunan TIK di daerah harus terus digenjot. “Kuncinya ada pada semangat e-leadership dari kepala daerah,” tegas Rudiantara.

Spirit e-leadership seperti apa yang dimaksud? Bagaimana cara pemerintah mendorong kepala-kepala daerah itu untuk gesit dalam memanfaatkan TIK untuk pemerintahannya? Simak wawancara Sigit Kurniawan dari Marketeers dengan Menkonminfo Rudiantara berikut ini:

Persoalan besar apa yang mengganjal pembangunan TIK di daerah?

Pertama, sebetulnya, bagaimana meningkatkan kapasitas pemimpin daerah. Artinya, e-Leadership menjadi kunci dalam hal ini. Kenapa? Ini akan berkaitan dengan ruang fiskal atau APBD yang dikelolanya. Tentunya, ruang fiskal dan APBD setiap daerah ini berbeda-beda.

Kalau kita memiliki pemimpin daerah, baik itu bupati maupun walikotanya, memiliki e-Leadership, lalu ditunjang ruang fiskal yang memadai, membangun smart city atau smart regency akan lebih mudah dan lebih gampang.

Bagaimana kondisi para pemimpin daerah saat ini, sudah ideal?

Kita bisa lihat sekarang ini, beberapa walkota dan bupati sudah unjuk e-leadershipnya dan ruang fiskal untuk pemanfaatan TIK ini. Contohnya, Kota Bandung yang proses pembangunan smart city-nya terbilang cepat.

Bagaimana kadar komitmen mereka?

Dari Kementerian Kominfo tentunya yang dilakukan adalah melakukan encourage mereka. Posisinya tidak pada mengatur maupun memaksa mereka. Kami mendorong mereka untuk memanfaatkan TIK ini untuk pembangunan dan jalannya pemerintahan masing-masing.

Bentuk dukungannya seperti apa?

Kami membangun Palapa Ring. Dengan Palapa Ring, seluruh ibukota kabupatan dan kotamadya di Indonesia pada 1 Januari 2019, harus terhubung dengan broadband. Ini yang dilakukan Kementerian Kominfo. Kalau soal pejabatnya, Kementerian Dalam Negeri lebih berwenang.

Berapa total nilai dari proyek Palapa Ring ini?

Nilai bisnis dari proyek Palapa Ring ini lebih dari Rp 20 Triliun.

Kolaborasi yang dilakukan untuk mewujudkan program tersebut seperti apa?

Kami, khususnya dengan Kementerian Dalam Negeri, berkolaborasi untuk mewujudkan hal ini. Paling tidak, biar proses pembangunannya berjalan secara cepat dan efektif. Jangan sampai, terjadi di mana operator berulang-ulang meminta izin untuk daerah yang sama. Kalau ini terjadi, jalanan bisa rusak karena gali tutup dan gali tutup lubang. Pemda mau membentuk BUMD atau apa silakan saja dan tidak masalah. Kalau BUMD, saya akan memberikan izin secara cepat. Yang penting, komitmennya harus ada.

Menurut Anda, apakah political will kepala daerah soal TIK sudah menggembirakan?

Kalau kita lihat pada yang aktif di smart city sekarang ini, jumlahnya belum sampai 10% yang sangat-sangat serius. Ini justru menjadi tantangan kita saat ini. Saya sudah berbincang dengan banyak kepala daerah, seperti Walikota Bandung Ridwan Kamil, Walikota Bogor Bima Arya, maupun Walikota Sragen Kusdinar, kita harus duduk bersama. Masing-masing harus membuat spesialisasi di daerahnya. Spesialisasi ini kemudian ditularkan kepada daerah-daerah lainnya.

Apa upaya Kementerian Kominfo menularkan virus e-Leadership itu?

Indonesia ini unik. Masyarakat itu pada umumnya bisa dibedakan menjadi dua jenis. Ada yang mampu memotivasi dirinya sendiri. Ada juga yang harus dimotivasi dengan katakanlah “ancaman.” Untuk yang bisa memotivasi diri sendiri, saya mengusulkan mereka diberi insentif. Insentifnya tidak harus dalam bentuk uang, bisa aneka kemudahan pembangunan dan sebagainya. Bagi yang malas, diberi semacam ancaman. Pada dasarnya, kalau mereka tidak bisa melakukan pelayanan publik dengan baik, mereka juga tidak bakal dipilih lagi.

Bagaimana kalau mereka mengeluhkan soal minimnya bujet?

Seperti yang pernah disinggung Pak Presiden Joko Widodo, sebaiknya dana daerah sebesar Rp 220 triliun tidak sekadar dan berhenti di Bank Pembangunan Daerah (DPD). Dana dari pusat tersebut bisa digelontorkan untuk membiayai pembangunan segera. Salah satunya, dimanfaatkan untuk pembangunan smart city ini.

Tak jarang, kreativitas bangun smart city kurang serasi dengan regulasi sehingga banyak yang takut-takut melangkah. Bagaimana pendapat Anda?

Mereka tidak perlu takut-takut mengadopsi TIK. Saya sering sampaikan, contohlah walikota Moskow dalam memperlakukan transportasi online seperti Uber. Uber atau Grab saat ini menjadi isu di mana-mana. Banyak pemerintah kota yang gamang memperlakukan transportasi online tersebut, antara ya dan tidak.

Kota Moskow cukup unik mensiasati hal itu. Pada akhirnya, sang walikota memberikan izin pada Uber. Tetapi, dengan catatan, semua data yang dimiliki Uber di Kota Moskow diberikan kepada pemerintah kota. Buat apa? Untuk pembangunan, penataan, dan perencanaan transportasi.

Pesan Anda untuk mereka?

Intinya, TIK itu tak terelakkan dan tak bisa dihindari. Jangan takut mengadopsi TIK.

 

Related

award
SPSAwArDS