Lahan Kritis, Ketahanan Pangan Indonesia Terancam

marketeers article
37861137 the tractor working on the large field

Tingkat lahan kritis di Indonesia terus meningkat dan mengkhawatirkan karena mengganggu produktivitas hasil pertanian dan dianggap sebagai salah satu ancaman utama bagi target swasembada pangan nasional yang ditetapkan oleh pemerintah.

Pada tahun 1992, sekitar 18 juta hektare lahan di Indonesia telah mengalami degradasi atau penurunan kualitas lahan. Sepuluh tahun setelah itu, luasan tersebut meningkat lebih dari 100% menjadi 38,6 juta hektare (Data BPS, 2002).

Padahal, pemerintah Indonesia telah menargetkan Indonesia dapat mencapai swasembada padi, jagung dan kedelai pada 2018.

Herman Khaeron, Pimpinan Komisi IV DPR-RI mengutarakan bahwa pemerintah telah menyusun langkah strategis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.

“DPR telah mengesahkan sejumlah undang-undang (UU) guna mendukung pertanian berkelanjutan dan konservasi tanah dan air di Indonesia. Namun, hal ini harus menjadi usaha kolaboratif antara pemerintah, pelaku usaha, penyuluh pertanian, hingga petani, juga masyarakat,” ujar Herman dalam seminar mengenai pemetaan kualitas tanah di Universitas Padjadjaran Bandung, Jumat (19/8/2016)

UU tersebut antara lain UU. No 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air, UU No 19/2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, UU No 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, serta UU No 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman

Kepala Badan Penelitian & Pengembangan Pertanian Ir. Muhammad Syakir menambahkan, sumber daya lahan Indonesia terus menciut akibat konversi dan degradasi yang disebabkan oleh sistem pengelolaan yang tidak baik.

Dengan mempertimbangkan laju konversi lahan, dipekirakan tahun 2045 akan diperlukan tambahan lahan sekitar 14,9 juta hektare, terdiri dari 4,9 juta hektare sawah, 8,7 juta hektare lahan kering, dan 1,2 juta hektare lahan rawa.

“Dengan kondisi demikian, maka ada tiga hal yang perlu dilakukan untuk merealisasikan swasembada pangan, yaitu intensifikasi di lahan pertanian eksisting, perluasan lahan, dan pengendalian konversi lahan pertanian, termasuk perbaikan pemupukan menuju pemupukan berimbang,” ujar Syakir.

Sebagai bagian dari program ketahanan pangan nasional, pemerintah sendiri terus mendorong peningkatan penggunaan pupuk organik dan pupuk majemuk berimbang, serta penyempurnaan data yang berbasis orang dan lahan.

Dana subsidi pupuk sebesar Rp 31,153,4 miliar telah dianggarkan dalam RAPBN 2017 sebagai salah satu upaya untuk mendukung kebijakan tersebut.

 

Related

award
SPSAwArDS