Lewat Perdagangan Karbon, Pertamina Geothermal Raih Pendapatan Baru

marketeers article
Ilustrasi pembangkit listrik tenaga panas bumi/geothermal. Sumber gambar: 123rf.

PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) memperoleh pendapatan dari sumber bisnis baru, yaitu perdagangan karbon atau carbon credit. Hal ini hadir setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi meluncurkan perdagangan karbon mulai tahun 2023-2024.

Adapun perdagangan karbon dilakukan di subsektor pembangkit tenaga listrik secara mandatory. Perdagangan karbon dilakukan pada unit pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT PLN (Persero) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 Megawatt (MW).

BACA JUGA: Gencar Ekspansi, Pertamina Kembali Tambah 2 Kapal Tanker

Perdagangan karbon diimplementasikan melalui dua mekanisme, yaitu perdagangan emisi dan offset emisi. Nelwin Aldriansyah, Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy menuturkan, perusahaan berkomitmen untuk aktif melakukan transisi energi. Diperkirakan, potensi perdagangan karbon di Indonesia dapat menembus US$ 300 miliar atau sekitar Rp 4,625 triliun (kurs Rp 15.418 per US$) per tahun, yang berasal dari kegiatan menanam kembali hutan yang gundul hingga penggunaan energi baru terbarukan (EBT).

“Untuk pertama kalinya pada tahun 2022, Pertamina Geothermal Energy (PGE) mencatatkan pos pendapatan baru dari penjualan carbon credit. Ini membuktikan bahwa operasional PGE telah mendapatkan sertifikasi dari berbagai lembaga karbon kredit sehingga PGE berhak untuk memonetisasi atas penjualan karbon kredit dari operasional PGE,” kata Nelwin melalui keterangannya, Jumat (24/3/2023).

Menurutnya, sejumlah strategi dan upaya monetisasi terus dilakukan PGEO untuk mengawal kinerja keuangan tetap solid dengan -misalnya menjaga pendapatan, EBITDA margin maupun profit margin yang stabil hingga rasio utang yang terjaga. Tercatat, pada kuartal III tahun 2022, perseroan membukukan laba bersih sebesar US$ 111 juta, tumbuh 67,8% dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 66 juta.

BACA JUGA: Gencar Ekspansi, Pertamina Kembali Tambah 2 Kapal Tanker

Adapun, pendapatan perseroan hingga September 2022 sebesar US$ 287 juta, tumbuh 3,9% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 277 juta. Selain itu, perseroan juga berhasil mencatatkan EBITDA sebesar US$ 244 juta hingga September 2022, naik 10,1% dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 221 juta.

“Net profit margin pada sembilan bulan pertama tahun 2022 mencapai 38,8%, dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang hanya 24%. EBITDA margin PGE pada kuartal III tahun 2022 mencapai 84,7%, naik cukup tinggi dibandingkan tiga tahun terakhir yang berkisar di 80%,” ujarnya.

Sementara itu, total utang perseroan yang terdiri dari utang jangka pendek dan jangka panjang juga terus menurun. Tercatat, pada awalnya utang sebesar US$ 1,18 miliar pada 2019 dan turun menjadi US$ 931pada kuartal III tahun 2022.

Adapun, rasio total debt terhadap EBITDA tercatat 4,6 kali pada 2019 dan turun menjadi tiga kali per September 2022. Sedangkan net debt terhadap EBITDA turun menjadi 2,2 kali per September 2022, dari empat kali pada tahun 2019.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

Related

award
SPSAwArDS