Literasi AI Jadi Kemampuan yang Banyak Dicari di Tahun 2025

marketeers article
Ilustrasi (Foto: 123rf)

Di tahun 2025, literasi kecerdasan buatan (AI) atau AI literacy tak lagi dipandang sebagai nilai tambah semata bagi seorang pemimpin. Kini, kemampuan memahami dan memanfaatkan AI justru menjadi salah satu keterampilan yang paling dicari dalam dunia kepemimpinan.

Dalam proses rekrutmen maupun promosi jabatan, pemahaman terhadap teknologi AI menjadi salah satu hal yang paling dilirik. LinkedIn melaporkan bahwa 8 dari 10 pemimpin lebih memilih kandidat yang nyaman menggunakan alat bantu AI, meski pengalamannya lebih sedikit dibanding kandidat lain.

“Mereka yang terbuka dan penasaran dengan teknologi AI, serta menggunakannya dalam pekerjaan sehari-hari, akan menjadi pemimpin masa depan di perusahaan,” ujar Dan Shapero, COO LinkedIn, dikutip dari Forbes, Senin (23/6/2025).

BACA JUGA: Strategi Menjadi Humas yang Tak Tergantikan AI

Tak ayal, kini pertanyaan seputar penggunaan AI pun mulai sering diajukan dalam wawancara kerja. Para pelamar diharapkan bisa menunjukkan bagaimana mereka telah mengintegrasikan AI ke dalam aktivitas kerja harian, mulai dari menyusun laporan, menganalisis data, hingga merumuskan strategi bisnis.

Pemahaman mengenai AI dalam konteks kepemimpinan sendiri bukan hanya soal kemampuan teknis. Ada tiga kompetensi yang paling dipertimbangkan dalam menilai calon pemimpin, yakni sebagai berikut:

Berpikir Strategis tentang AI

Pemimpin yang efektif harus mampu melihat AI sebagai alat strategis yang bisa meningkatkan efisiensi dan mendorong inovasi. Ini mencakup keterampilan untuk menilai proses kerja mana yang bisa dioptimalkan dengan AI, serta kemampuan memilih solusi teknologi yang benar-benar berdampak terhadap kinerja bisnis.

BACA JUGA: 7 Kursus AI Gratis untuk Tingkatkan Keterampilan

Mengelola Risiko dan Etika Penggunaan AI

Menguasai AI juga berarti memahami risiko yang menyertainya, seperti potensi pelanggaran privasi data dan bias algoritma. Seorang pemimpin harus mampu menetapkan pedoman etis penggunaan AI serta menjamin transparansi dalam pengambilan keputusan berbasis teknologi.

Harvard Business Review bahkan menyebut pendekatan ini sebagai AI-first leadership, di mana AI digunakan sebagai alat bantu manusia, bukan sebagai pengganti.

Mampu Mendorong Perubahan Budaya Kerja

Transformasi digital melalui AI tidak akan berhasil tanpa perubahan budaya kerja. Pemimpin yang memahami AI harus bisa menjadi contoh bagi tim, menciptakan ruang yang aman bagi anggotanya untuk belajar, bereksperimen, dan mengajukan pertanyaan seputar teknologi baru.

Untuk membangun literasi AI, Anda tidak perlu menjadi data scientist. Anda bisa memulainya dari pekerjaan pribadi, seperti menulis email menggunakan bantuan AI, membuat rangkuman rapat otomatis, hingga menganalisis laporan.

Editor: Bernadinus Adi Pramudita

award
SPSAwArDS