Mampukah Indonesia Bangun Laboratorium Kelas Dunia?

marketeers article

Indonesia kian fokus mengembangkan sektor kimia. Usai mendirikan Otoritas Nasional Senjata Kimia (OTNAS), Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berencana membangun laboratorium rujukan kimia berstandar internasional. Pasalnya, keberadaan laboratorium tersebut di wilayah Asia Tenggara hanya ada di Singapura. Mimpi besarnya, laboratorium Indonesia bisa menjadi hub serta rujukan bagi pengembangan industri kimia di negara Asean.

Laboratorium rujukan kimia dikatakan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mampu memfasilitasi pengembangan industri kimia nasional agar lebih berdaya saing global terutama dalam memasuki era revolusi industri generasi keempat.

Apalagi, industri kimia merupakan satu dari lima sektor manufaktur yang ditetapkan sebagai pionir dalam implementasi industri 4.0 sesuai peta jalan Making Indonesia 4.0.

Photo Credits: Raphael Olivier

“Kalau kita punya satu laboratorium yang levelnya standar internasional, maka pengembangan industri kimia kita akan semakin terpacu dengan adanya fasilitas yang canggih tersebut,” ungkap Airlangga di Jakarta, Senin (23/07/2018).

Laboratorium rujukan tersebut secara khusus dikembangkan untuk analisis prekursor dan hasil degradasi senjata kimia untuk mendukung implementasi KSK di tingkat nasional.

Laboratorium tersebut diyakini Airlangga dapat dimanfaaatkan dalam mendukung program penggunaan bauran minyak sawit dalam solar sebesar 20% (Biodiesel 20/B20) yang tengah digencarkan pemerintah.

“Karena semua bahan baku kimia seharusnya bisa diteliti. Kita sebagai negara yang mempunyai jumlah industri kimia yang berkembang, harusnya punya satu laboratorium kimia yang canggih. Apalagi, nanti kita juga akan mengembangkan industri berbasis bio,” ujar Airlangga.

Untuk saat ini, lanjut Menperin, pihaknya akan mulai mematangkan kajian pembangunan laboratorium rujukan kimia tersebut. Selanjutnya, Indonesia perlu meminta persetujuan dari negara di ASEAN serta Organisasi Anti Senjata Kimia atau The Organisation for Prohibition of Chemical Weapons (OPCW).

“Kebetulan, Dubes RI di Belanda menjadi perwakilan kita di OPCW. Di Belanda saja, laboratoriumnya baru mau dibangun. Sehingga di regional Asean, perlu juga dibangun,” tegas Airlangga.

 Tak hanya itu, Indonesia pun membutuhkan bantuan program pembangunan kapasitas dari OPCW berupa pelatihan maupunbantuan pendampingan tenaga ahli untuk pengembangan kemampuan para peneliti di dalam negeri. Kira-kira, mampukah Indonesia mewujudkan mimpi besar ini? 

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS