Memasarkan Nilai pada Karyawan, Belajar dari Kasus Alfamart

marketeers article
Teamwork. Sumber ilustrasi: www.123rf.com

Sejak kemarin, kasus video viral seorang perempuan bermobil Mercy yang mengambil cokelat tanpa bayar di sebuah gerai Alfamart masih menjadi perbincangan seru. Video tersebut diunggah oleh karyawan Alfamart yang merekam peristiwa tersebut. Menjadi semakin viral ketika perempuan tersebut dengan ditemani seorang pengacara mendatangi karyawan Alfamart dan mengancam dengan UU ITE. Karyawan Alfamart tersebut dipaksa minta maaf.

Tentu saja, peristiwa itu menimbulkan kemarahan di kalangan netizen. Mereka menyatakan pembelaan pada karyawan Alfamart yang tidak salah dan ramai-ramai mengecam tindakan perempuan tadi. Yang menarik untuk disimak adalah sikap manajemen Alfamart terhadap kasus tersebut.

Manajemen Alfamart menyayangkan adanya tindakan lanjutan sepihak dari konsumen dengan membawa pengacara sehingga membuat karyawannya tertekan. Pihak manajemen melihat apa yang dilakukan karyawannya sudah benar. Bahkan, tanpa tanggung-tanggung, merangkul pengacara kondang Hotman Paris untuk kasus ini. Di berita terakhir, perempuan terduga pencuri cokelat tersebut mengakui perbuatannya dan meminta maaf.

Stakeholder Utama

Sikap manajemen Alfamart patut diancungi jempol. Dengan kepala dingin, manajemen memeriksa dan memilah perkara dengan jernih dalam kasus yang melibatkan karyawannya. Tidak gegabah menyalahkan karyawan hanya karena ingin menomorsatukan pelanggan. Sebaliknya, manajemen berdiri di posisi karyawan yang sudah melakukan tindakan secara benar.

Buku Marketing 3.0: From Products to Customers to the Human Spirit (Wiley, 2010) mengingatkan bahwa karyawan merupakan bagian dari stakeholder utama bisnis di samping pelanggan, mitra bisnis, maupun pemegang saham. Mereka bisa dibilang sebagai pelanggan paling intim di perusahaan. Mau tidak mau, ketika perusahaan ingin memperlakukan pelanggan sebagai manusia sepenuhnya yang memiliki akal, budi, dan jiwa, perusahaan harus lebih dulu memperlakukan karyawan sebagai manusia seutuhnya juga.

Buku ini juga menegaskan bahwa apa pun bisnisnya, jadilah senantiasa bisnis pelayanan. Jantung pelayanan pelanggan ada pada karyawan. Perlakuan yang baik yang diterima karyawan akan dengan senang hati ditularkan dengan tulus kepada para pelanggan. Oleh karena itu, tak salah mengatakan bila brand ambassador utama dan paling jujur dari sebuah merek adalah karyawan.

Memasarkan Nilai ke Karyawan

Posisi pelanggan dan karyawan di mata perusahaan adalah sama. Alasannya keduanya merupakan stakeholder utama yang perlu dikelola dengan sebaik-baiknya. Ke pelanggan, perusahaan memiliki pekerjaan untuk memasarkan misi perusahaan dengan menanamkan ide-ide yang tak biasa. Sementara, ke karyawan, perusahaan perlu memasarkan nilai-nilai perusahaan karena mereka merupakan konsumen paling intim bagi perusahaan. Memasarkan nilai ke karyawan sama pentingnya dengan memasarkan misi ke pelanggan.

Dalam kasus Alfamart tadi, nampak jelas sikap manajemen yang berpihak pada karyawannya karena telah melihat karyawan tersebut melakukan nilai-nilai yang sudah ditanamkankan perusahaan. Di sana, dikatakan bahwa Alfamart merupakan perusahaan yang mengedepankan kejujuran, disiplin, dan konsisten dalam bekerja berlandaskan etika serta bertanggung jawab terhadap pekerjaan. Lalu, sebagai perusahaan nasional yang sudah mempekerjakan lebih dari 140.000 karyawan, Alfamart berkomitmen menjalankan standar pelayanan yang terbaik kepada konsumen.

Dari sini jelas bahwa posisi karyawan sangat menentukan dalam keseluruhan sebuah bisnis. Hal ini hanya bisa terjadi ketika perusahaan mampu memasarkan nilai-nilai perusahaan kepada karyawan sekaligus memperlakukan mereka sebagai manusia seutuhnya seperti halnya mereka melakukannya kepada pelanggan.

 

Related

award
SPSAwArDS