Membangun Relasi Autentik di Era Digital lewat KOL Marketing

marketeers article
Ilustrasi perempuan. Sumber: 123RF

Di tengah derasnya arus informasi digital, merek dituntut untuk lebih dari sekadar terlihat. Mereka harus mampu terkoneksi secara emosional dan relevan dengan audiens.

Salah satu strategi yang kian efektif dalam menjawab tantangan ini adalah memanfaatkan Key Opinion Leader (KOL). Lebih dari sekadar mengandalkan ketenaran, strategi ini berfokus pada kolaborasi dengan individu yang punya kredibilitas nyata dan pengaruh kuat di komunitas atau bidang tertentu.

KOL kini menjadi elemen penting dalam lanskap komunikasi merek. Dengan memahami karakter audiens dan memilih sosok yang tepat, merek dapat menyampaikan pesan secara lebih meyakinkan, autentik, dan berdampak.

Kariza Avinda Faladina, Social Manager Burson Indonesia menjelaskan keberhasilan strategi ini sangat ditentukan oleh kecocokan antara KOL, platform yang digunakan, dan tujuan komunikasi. Menurutnya, TikTok menjadi pilihan ideal untuk kampanye yang bersifat menghibur dan cepat viral, sementara Instagram lebih cocok untuk konten visual yang mendalam dan informatif.

“TikTok lebih berfokus pada konten yang menghibur, jadi pendekatannya harus ringan dan menarik. Sedangkan di Instagram, audiens cenderung lebih terbuka pada konten yang insightful dan berisi,” ujar Kariza.

BACA JUGA: William “Daddy” Saputra: Dunia Influencer dan Affiliator Butuh Kreativitas dan Karakter yang Konsisten

Selain platform, pemetaan audiens secara detail, termasuk preferensi dan daya beli mereka, juga krusial. Awareness yang tinggi di TikTok belum tentu berbanding lurus dengan konversi, terutama jika produk yang ditawarkan berada di segmen premium.

Karena itu, memahami siapa yang sebenarnya mengikuti dan memercayai seorang KOL menjadi hal esensial dalam merancang pendekatan komunikasi yang tepat. Kariza menjelaskan strategi KOL pun makin beragam.

Jika sebelumnya merek lebih banyak mengandalkan tokoh publik dengan jangkauan luas, kini mereka mulai melirik KOL dengan minat dan audiens yang lebih spesifik. Menurutnya, ini bukan pergeseran arah, melainkan perluasan strategi.

KOL dengan niche tertentu seperti tech reviewer, misalnya, dapat menjelaskan keunggulan produk secara teknis, sedangkan KOL gaya hidup lebih efektif untuk membangun appeal secara visual. Bahkan, untuk produk khusus seperti skincare bayi, pendekatan dimulai dari dokter spesialis anak sebelum melibatkan KOL parenting guna memperlihatkan pengalaman penggunaannya secara nyata.

Burson Indonesia sendiri selalu memulai kampanye dari riset mendalam. Sebelum klien memberikan brief, agensi akan menganalisis data kampanye sebelumnya, mengevaluasi KOL yang pernah digunakan, dan memahami bagaimana audiens merespons.

“Kami tidak bekerja berdasarkan asumsi, tapi berdasarkan data yang konkret. Strategi disusun secara holistik, dengan mempertimbangkan relevansi pesan, kekuatan narasi, serta potensi jangka panjang dari hubungan dengan KOL,” ucap Kariza.

BACA JUGA: 5 Strategi Jitu Mengelola KOL agar Kampanye Brand Lebih Gong!

Meski begitu, kerja sama dengan KOL tetap menyimpan risiko, terutama dari sisi reputasi. Kariza mengungkap Burson Indonesia pernah menghadapi situasi di mana seorang Brand Ambassador klien terlibat dalam isu hukum.

Dalam kondisi seperti ini, langkah pertama yang dilakukan adalah klarifikasi langsung ke manajemen KOL, pemetaan potensi krisis, serta pemantauan percakapan publik. Jika situasinya memburuk, tim segera menyiapkan standby statement dan strategi komunikasi yang sesuai.

Menurutnya, proses due diligence sangat penting untuk mencegah risiko semacam ini, terutama jika KOL tersebut akan terlibat dalam kerja sama jangka panjang. Evaluasi kampanye pun tidak hanya bergantung pada angka.

Burson Indonesia memadukan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Matriks, seperti reach, impression, dan engagement tetap diperhatikan, tetapi yang lebih penting adalah konteks dan kualitas interaksi.

Konten yang banyak di-save menandakan manfaatnya, sedangkan komentar yang relevan menjadi indikator bahwa pesan tersampaikan dengan baik. Bahkan, audiens kecil namun sangat tersegmentasi bisa memberikan dampak yang signifikan jika interaksinya kuat dan berkualitas.

Dalam hal tarif, Kariza menekankan bahwa rate card bukan satu-satunya faktor penentu. Yang lebih penting adalah keselarasan nilai antara merek dan KOL, serta respons organik dari komunitas mereka.

Dalam banyak kasus, pendekatan personal dan hubungan jangka panjang dapat membuka ruang negosiasi yang sehat tanpa mengorbankan kualitas kampanye.

“Keberlanjutan kerja sama dengan KOL juga jauh lebih efektif dibanding kontrak satu kali. Konsistensi kehadiran KOL dalam kampanye menciptakan narasi yang lebih autentik dan membangun kepercayaan yang lebih dalam di mata audiens. Dalam jangka panjang, ini menjadi investasi komunikasi yang jauh lebih berharga,” tutur Kariza.

Di tengah lanskap digital yang cepat berubah, KOL telah berkembang menjadi salah satu strategi komunikasi paling strategis. Pendekatan ini kini menjadi alat yang terukur dan berdampak dalam membangun hubungan yang bermakna antara merek dan audiens.

Melalui pemahaman mendalam terhadap perilaku konsumen, pemilihan KOL yang tepat, serta eksekusi kampanye yang relevan, merek bisa menjangkau audiens dengan cara yang lebih personal, kredibel, dan berkelanjutan.

Editor: Ranto Rajagukguk

award
SPSAwArDS