Mengapa Generasi 90an Disebut The Golden Era?

marketeers article

Orang bilang Generasi 90an atau yang lahir pada tahun 1990-1999 adalah mereka yang memiliki masa-masa paling menyenangkan. Besar dan beranjak dewasa ketika komputerisasi pertama kali dipopulerkan, generasi ini hidup di era eksistensi atau the mecca of existence.

Mengapa hampir setiap Generasi 90an yang adalah Gen Y- senang bernostalgia dengan hal-hal yang berbau 90an. Alasannya sebenarnya cukup sederhana, yakni mereka sangat menikmatinya.

Di Indonesia, tahun 1990an menandai lonjakan ekonomi negeri ini. Pada masa itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8%. Hal ini dipicu oleh efek industrialisasi yang masif, di mana industri manufaktur menyumbang 30% penerimaan negara. Meskipun kenyataan pahit mesti dialami generasi ini akibat krisis ekonomi global yang turut menghantam Indonesia pada tahun 1998.

Tidak hanya di dalam negeri, di Amerika pun juga merasakan momentum ekonomi yang sama. Menurut The New York Times, pendapatan kelas menengah Amerika meningkat 10% sepanjang 1990-1999. Pada masa tersebut, rata-rata pendapatan rumah tangga di AS mencapai US$ 56.895. Sedangkan saat ini hanya sebesar US$ 51.939.

Belum lagi di industri televisi dan musik, yang mana musisi dan artis yang populer di zaman tersebut menjadi tidak hanya yang terbaik di zamannya, melainkan juga di zaman sekarang. Para musisi seperti Britney Spears, Shakira, Mariah Carey, RHCP, Justin Timberlake, masih eksis dan berkarya hingga sekarang.

Buku kedua Generasi 90an
Melihat potensi generasi tersebut, Marchella F.P tergerak kembali untuk menulis buku kelanjutan dari buku perdananya yaitu Generasi 90an yang dipublikasikan pada tahun 2012. Di buku yang berjudul “Anak Kemaren Sore itu”, Marchella ingin menunjukkan bahwa banyak hal positif yang dapat dimanfaatkan kembali di era saat ini sebagai bekal generasi berikutnya.

“Buku kedua ini, saya ingin memperlihatkan betapa bemanfaatnya permainan tradisional sebagai alat membentuk karakter dan sikap anak. Ini sangat berguna bagi Generasi 90an saat ini yang tengah mendidik anak mereka,” ujar Marchella saat ditemui di Jakarta Aquarium, Neo Soho, Rabu, (21/3/2018).

Ia melanjutkan, generasi 90 jangan hanya mendumel tentang generasi sekarang yang sudah terpapar teknologi sedari kecil. Sebab, yang pada akhirnya memperkenalkan teknologi itu kepada mereka adalah Generasi 90an itu sendiri.

“Kita tidak antimodernitas atau antiteknologi. Tapi, ada zaman di mana kebahagiaan anak-anak itu tergambar dari sebuah hal-hal sederhana, dari karya seni, dari mainan tradisional. Semangat 90an itu yang ingin kami angkat di zaman sekarang,” tutur dia.

Satu hal yang menjadi visi dari Generasi 90an adalah membuat museum yang berisi hasil karya pop kultur yang terjadi selama dasawarsa 90an, termasuk permainan tradisional di masa tersebut. Menurut Marchella, Indonesia tidak memiliki pengarsipan yang baik. Padahal arsip-arsip berupa film anak-anak misalnya bakal menjadi bagian dari sejarah perjalanan dalam lingkup berbangsa dan bernegara.

“Sepuluh atau dua puluh tahun sejak 90an mungkin kita anggap sebagai nostalgia. Kalau sudah seabad, itu adalah peristiwa sejarah,” tegas Marchella yang awalnya membuat buku tersebut sebagai skripsi untuk lulus strata satu dari Fakultas Desain Komunikasi Visual Universitas Bina Nusantara.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS