Mengapa Produk Mewah Tetap Laris Manis di China Meski Pandemi?

marketeers article

Fenomena menarik terlihat di pasar barang mewah China. Ketika pasar produk mewah global menurun sebesar 23% pada 2020, pasar Tiongkok justru meningkat hampir dua kali lipat dari 11% pada 2019 menjadi 20% pada 2020. Lantas, apa yang menyebabkan hal ini terjadi?

Laporan Bain & Company bersama Tmall menunjukkan, terdapat empat faktor yang menyebabkan peningkatan pesat pada permintaan produk-produk mewah di China.

Pertama, dampak dari repatriasi. Pasar produk mewah di China memang telah diuntungkan dengan peningkatan repatriasi sejak 2015. Terutama, karena pengurangan bea masuk, kontrol lebih ketat terhadap pasar gelap, dan sinkronisasi harga brand. 

Dengan adanya pembatasan perjalanan di tengah pandemi, porsi penjualan produk mewah di Tiongkok pada 2020 pun mencatatkan rekor tertinggi, yakni 70%-75%.

Peningkatan terjadi di berbagai kategori. Produk perhiasan dan bahan kulit mencatatkan pertumbuhan berkisar 70%-80%, pakaian dan sepatu mewah menyentuh 40%-50%, sementara pembelian jam tangan mewah naik sebesar 20%. 

Kedua, terdapat antusiasme yang tinggi dari konsumen milenial dan Gen Z dalam mengonsumsi barang mewah.

Kedua generasi ini merupakan segmen konsumen terbesar untuk produk mewah di China saat ini. Mereka menyukai dan mengikuti tren fesyen terbaru dan gemar mengoleksi lini khusus dari desainer ternama.

Tak hanya itu, kaum milenial pun menjadi basis konsumen inti untuk penjualan produk mewah online yang terus berkembang pesat. Alhasil, brand-brand mewah harus mempercepat digitalisasi untuk bisa memikat kedua segmen konsumen ini.

Photo Credits: Tmall Luxury

Digitalisasi menjadi faktor ketiga yang mendorong pertumbuhan permintaan barang mewah di China. Menilik tingkat penetrasi tahunan produk mewah di China (e-Commerce), terjadi peningkatan dari 13% pada 2019 menjadi 23% pada 2020. Kondisi pandemi juga telah mendorong penjualan produk mewah secara online naik hingga 150%.

Kategori fesyen dan gaya hidup mewah yang semula memiliki porsi kecil, kini meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu 10 bulan pertama di 2020. Sementara, tingkat penetrasi tumbuh dari 5% di 2019 menjadi 7% di 2020.

Faktor terakhir yang menyebabkan barang mewah tetap laris manis di China meski pandemi adalah terdapat pembebasan pajak di pulau Hainan.

Pulau tersebut terkenal dengan aturan bebas pajak (duty free) selama 10 tahun terakhir. Namun, sejak pandemi berlangsung dan konsumen tak lagi bisa bepergian, pulau ini pun kian diminati. Total penjualan bebas pajak di pulau Hainan mencapai Rp 45 triliun (RMB 21 miliar) pada Oktober 2020. Penjualan tersebut melesat hingga 98% lebih tinggi dari tahun lalu. 

Bicara soal outlook, kondisi global kemungkinan belum bisa kembali normal sebelum 2022 atau bahkan 2023. Menurut Senior Partner Bain & Company Bruno Lannes, konsumen Tiongkok cenderung akan tetap berhati-hati dalam melakukan perjalanan internasional, bahkan setelah perbatasan dibuka kembali. Akibatnya, sebagian besar brand mewah percaya jika pertumbuhan penjualan domestik akan terus meningkat di tahun ini, yaitu sekitar 30%.

Kanal digital pun diyakini akan menjadi saluran yang cukup kuat untuk penjualan barang-barang mewah. Pasalnya, perilaku belanja online dari konsumen mewah Tiongkok telah berubah secara permanen.

Hampir 40% responden yang disurvei mengatakan, mereka berencana untuk meningkatkan pangsa belanja produk mewah online mereka, sementara 40% lainnya mengatakan akan tetap mempertahankan bagian mereka saat ini.

“Banyak brand yang menunjukkan komitmen lebih kuat untuk menjalankan strategi digital yang komprehensif, antara lain dengan hadir di seluruh kanal digital utama. Brand-brand mewah kini sangat memperhatikan elemen kecanggihan, kualitas, dan detil,” ungkap Carrie Zhang, Partner Bain & Company di Shanghai.

Related

award
SPSAwArDS