Mengurai Sengkarut Pekerja Informal Sulit Dapat KPR, BTN Punya Solusinya!

marketeers article
Ilustrasi kredit pemilikan rumah (KPR). Sumber gambar: 123rf.

Ada sederet persoalan yang membuat pekerja sektor informal selama ini tak dilirik oleh perbankan. Termasuk soal akses mendapatkan kredit pemilikan rumah (KPR). 

Penghasilan yang tak menentu, jaminan keberlangsungan pekerjaan, minimnya akses ke rekening perbankan (unbankable), hingga besarnya risiko gagal bayar, berada pada pekerja informal. Padahal, besarnya jumlah pekerja informal ini sebetulnya tak main-main. 

Pekerja informal bahkan yang jadi mayoritas angkatan pekerja di Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) per Agustus 2022 menyebut pekerja informal kini berjumlah 80,4 juta orang atau setara dengan 59,31% dari total pekerja yang mencapai 135,3 juta. Dengan demikian, pekerja sektor formal hanya sekitar 40,69% atau 55,05 juta. 

BACA JUGA: Dukung Zero Backlog 2045, BTN Siapkan 6 Skema Baru KPR

Pekerja informal yang ada di Indonesia terbagi dalam berbagai profesi mulai dari pengemudi ojek online, pedagang pasar tradisional, hingga pekerja lepas industri kreatif.  Dari banyaknya jumlah pekerja informal ini, tak sedikit dari mereka yang belum memiliki rumah pribadi. 

Contoh itu terjadi di kalangan pedagang pasar. Reynaldi Sarijowan, Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengungkap sebanyak 1,8 juta pedagang yang menjadi anggotanya, ada sekitar 800.000 orang yang kini masih belum memiliki rumah sendiri. 

Mereka banyak yang tinggal menumpang di rumah warisan atau mengontrak rumah. Paling tidak, para pedagang pasar ini mesti merogoh kocek sebanyak Rp 700.000 sampai Rp 800.000 per bulannya untuk mengontrak. 

Dia bercerita sejak enam bulan lalu, Ikappi mulai menggencarkan sosialisasi KPR segmen informal yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk atau BTN didukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Tujuannya, guna memberikan akses pedagang pasar dapat memiliki rumah. 

Harganya terjangkau dan bisa dicicil dengan tenor panjang. Program KPR dengan skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) yang dijalankan BTN pada pekerja informal ini, mencapai Rp 40 juta. 

Artinya, saat pedagang pasar memenuhi syarat mendaftar KPR dan mengajukan sejumlah Rp 150,5 juta, maka hanya perlu mencicil senilai Rp 110,5 juta. 

BACA JUGA: BTN Luncurkan Program KPR SSO untuk Masyarakat MBR

Untuk bisa menjadi penerima manfaat BP2BT tersebut, para pedagang pasar mesti mempunyai tabungan di bank selama tiga bulan terakhir. Minimal saldo tabungan terendahnya Rp 2 juta.  

Para pedagang juga perlu melengkapi syarat administrasi lainnya yang ditentukan oleh bank pelaksana dalam ini BTN. Tenggat waktu KPR ini pun bisa memilih sesuai kemampuan cicilan, mulai dari lima tahun, sepuluh tahun, 15 tahun hingga 20 tahun. 

“Kalau mereka bisa akad dan mencicil rumah impiannya itu tidak akan beda jauh, tinggal nambah Rp 200.000-an, cicilan Rp 1 juta per bulan,” ujar Reynaldi kepada Marketeers pada Senin (6/1/2023). 

Sepanjang tahun 2022, Reynaldi mencatat setidaknya ada sekitar 1.000 sampai 1.500 pedagang pasar yang mendaftar, dibantu pihaknya. Hingga kini, Ikappi juga sudah mensosialisasikan program itu di sepuluh provinsi. 

“Bantuan ini kenapa banyak antusias karena sangat membantu sekali di teman-teman, karena program ini sudah cukup lama berjalan tapi baru dilakukan sosialisasi masif di pedagang pasar,” ucapnya. 

Dari penuturan Reynaldi, program yang banyak diminati pekerja informal tidak serta-merta bisa terserap oleh mereka. Hal ini tercermin dari jumlah pekerja informal yang dapat menempati rumah impian tidak lebih dari 100 orang dari 1.500 yang mengajukan KPR di seluruh Indonesia.

Permasalahan yang terjadi di lapangan adalah kurangnya literasi keuangan para pekerja informal, khususnya pedagang pasar. Kondisi tersebut diperburuk dengan permasalahan administrasi.

Sebagian besar pedagang yang tidak lolos pengajuan KPR hingga akad terkendala karena faktor administrasi yang tidak lengkap seperti tidak adanya nomor pokok wajib pajak (NPWP). Kemudian, mereka masih menanggung cicilan utang di lain tempat untuk kebutuhan sehari-hari. 

Paling buruk, yaitu tidak lolos karena pengecekan riwayat kredit yang pernah diambil melalui Bank Indonesia (BI) atau BI Checking. Ketika terjadi hal seperti ini, Reynaldi bilang pihaknya sebagai asosiasi pedagang maupun pihak yang turut membantu suksesnya program KPR dari BTN tak dapat berbuat apa pun. 

Hal itu lantaran syarat administrasi dan BI Checking harus dipenuhi oleh nasabah untuk mengajukan kredit. Bahkan, tidak hanya KPR kredit untuk kendaraan bermotor juga harus lolos BI Checking.

“Di pasar itu kan masih banyak bank-bank keliling yang tidak terdeteksi dan memang memberatkan pedagang. Apalagi, ada beberapa yang terlibat pinjaman online (pinjol) dan sebagainya,” ujarnya.

Melihat fenomena tersebut, Ikappi dan BTN tak tinggal diam. Pada tahun 2022, mereka berkolaborasi untuk meningkatkan edukasi dan literasi keuangan bagi para pedagang pasar.

Perusahaan pelat merah ini rajin blusukan ke pasar-pasar tradisional untuk memberikan sosialisasi literasi keuangan. Tujuannya, adalah mempersiapkan para pedagang agar bisa lolos seluruh persyaratan yang dibutuhkan apabila berencana mengajukan KPR dengan harapan serapan rumah bagi pekerja informal semakin banyak.

Reynaldi menyebut cara blusukan ke pasar-pasar lebih efektif ketimbang hanya memberitahukan melalui iklan maupun pengumuman di media sosial. Selain bisa menjaring massa yang banyak, blusukan juga bisa memberikan pendampingan literasi keuangan bagi pedagang.

“Karena memang ketika kami turun di beberapa titik tahun lalu banyak sekali pedagang yang tidak tahu sama sekali program ini. Tentu program ini harus segera disosialisasikan lebih menyeluruh dari Aceh hingga Papua,” katanya.

Hal senada diungkapkan Yuli Sri Mulyati, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ikappi Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dia bilang sebagian besar pedagang pasar di wilayahnya harus mengubur impiannya memiliki rumah pribadi tahun lalu karena terganjal masalah administrasi.

Dari catatannya, tahun 2022 ada sebanyak 100 orang pedagang pasar di Bekasi mengajukan program KPR bersubsidi dari BTN. Kendati demikian, dari jumlah tersebut hanya delapan orang yang bisa menempati rumah impian.

Faktor usia turut menjadi penyebab gagalnya pedagang pasar di Bekasi untuk bisa mendapatkan KPR. Mayoritas pedagang yang saat ini aktif berjualan berusia 45 tahun ke atas.

Dari sisi regulasi, nasabah yang akan mengajukan KPR harus berusia di bawah 45 tahun. Lalu, ada pula masalah unik lain, yaitu tidak adanya kejelasan status perkawinan di kartu tanda penduduk (KTP).

Ada beberapa orang yang mengajukan KPR ke BTN berstatus menikah di KTP. Namun, ketika dilakukan survei pihak suami tidak diketahui keberadaannya dalam kurun waktu yang cukup lama.

Status bercerai dari pengadilan agama pun kerap tak dimiliki oleh calon nasabah. Situasi seperti itu harus memupuskan impian pedagang pasar untuk bisa memiliki rumah idaman. 

“Ini kan sudah baku aturannya, jadi tidak bisa dinegosiasikan lagi. Kalau ada pedagang yang mau mengajukan KPR ke BTN haruslah dipersiapkan jauh-jauh hari persyaratan yang dibutuhkan, jangan sampai nanti justru mempersulit diri sendiri,” kata dia.

Solusi BTN

Melihat adanya masalah tersebut, BTN berinisiatif untuk melakukan serangkaian kegiatan sosialisasi. Sejak pertengahan tahun 2022 di berbagai provinsi perusahaan pelat merah ini melakukan “Grebek Pasar”.

Tujuannya untuk mempercepat penyaluran pembiayaan rumah subsidi khususnya KPR Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Dalam kegiatan ini, BTN menggandeng Ikappi dan dukungan Kementerian PUPR.

Hirwandi Gafar, Direktur Consumer Bank BTN mengatakan dalam rangka meningkatkan kembali semangat bisnis pada kegiatan ekonomi di bidang properti, inovasi akan terus dilakukan. Perseroan berkomitmen untuk mendukung pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Selain sosialisasi, Grebek Pasar dilakukan untuk memberikan pendampingan bagi para pedagang yang berencana mengajukan KPR dari proses administrasi dengan bantuan Ikappi. Adapun beberapa daerah yang telah menjadi tempat kegiatan di antaranya Palembang, Cikarang, Cirebon, Purwakarta dan Cianjur.  

“Kami berterima kasih kepada Kementerian PUPR karena memberikan amanah untuk menyalurkan KPR Bersubsidi dengan kuota terbanyak yaitu 170.000 kuota KPR FLPP, 19.600 kuota KPR BP2BT dan 18.360 kuota KPR tabungan perumahan rakyat (Tapera). Para pedagang dapat langsung memilih lokasi perumahan yang dibangun pengembang perumahan sesuai kebutuhan dan nilai manfaat yang ingin diperoleh,” ucapnya.

Dia menjelaskan untuk menjadi penerima manfaat BP2BT, para pedagang pasar harus memiliki tabungan pada perbankan selama tiga bulan terakhir dengan minimal saldo tabungan terendah Rp 2 juta. Lalu, melengkapi syarat administrasi lainnya yang ditentukan oleh Bank Pelaksana.

“Kami juga berharap Bank BTN tetap berupaya memberikan edukasi yang mudah dipahami oleh masyarakat, serta syarat-syarat dokumen yang harus dipenuhi sudah dilengkapi, agar masyarakat khususnya pedagang pasar lebih cepat ditetapkan sebagai penerima manfaat program,” kata dia.

Misi lain yang dari program Grebek Pasar yang dilakukan BTN, yaitu untuk mendukung target pemerintah dalam memenuhi kebutuhan rumah layak huni atau zero backlog 2045. Sebagai informasi, backlog adalah salah satu indikator yang digunakan oleh pemerintah sebagaimana tertuang dalam Rencana Strategis (Renstra) maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) yang terkait bidang perumahan. 

Tujuannya untuk mengukur jumlah kebutuhan rumah di Indonesia. Tercatat, angka backlog saat ini masih mencapai lebih dari 12 juta unit. 

Agar penerima manfaat bisa meluas, perseroan mengusulkan skema KPR dengan fasilitas likuiditas pembiayaan rumah (FLPP) dengan masa tenor 10 tahun dan bunga 5%. Kemudian, untuk tahun berikutnya diberlakukan penyesuaian skema mengikuti perbaikan ekonomi debitur KPR subsidi. 

Selain itu, terdapat lima usulan lainnya, di antaranya skema baru KPR subsidi selisih bunga atau SSB yang akan diberikan dengan tenor 10 tahun dan mengalami penyesuaian seiring perbaikan ekonomi debitur dengan bunga 7%. 

Lalu, ada pula skema KPR rent to own (RTO) bagi MBR informal dapat menikmati fasilitas sewa selama enam bulan sebelum mendapatkan KPR. Skema staircasing shared ownership (SSO) juga akan diberikan dengan menawarkan kepemilikan rumah secara bertahap untuk rumah bersubsidi. 

Pada tahap pertama, yaitu sewa dan KPR, lalu tahap kedua KPR. Selanjutnya, usulan penetapan standardisasi imbal jasa penjaminan (IJP) dan usulan mengalihkan dana subsidi bantuan uang muka (SBUM) untuk pembayaran biaya pajak pembeli (BPHTB).

Guna melancarkan program tersebut, BTN membutuhkan pasokan perumahan baru sebanyak 14 juta unit untuk mengejar target ekosistem perumahan pada tahun 2045. Bersamaan dengan itu, perusahaan melakukan penandatanganan komitmen bersama dengan para anggota ekosistem pembiayaan perumahan.

Melalui penandatanganan itu, para pihak bersepakat untuk aktif berkoordinasi dalam rangka pengembangan perumahan dan gencar melakukan kajian. Tujuannya agar bisa memberikan rekomendasi kebijakan untuk penguatan pasar pembiayaan perumahan.

“Kami berharap, secara bertahap implementasi usulan ini dapat mengurangi penggunaan dana negara untuk perumahan rakyat. Namun, manfaat yang diterima masyarakat Indonesia semakin besar,” kata Hirwandi.

Mitigasi Risiko dan Strategi Penyaluran KPR Jadi Kunci

Piter Abdullah Redjalam, Direktur Eksekutif Segara Institute mengapresiasi langkah berani BTN untuk menyasar KPR segmen pekerja informal. Baginya, sektor ini punya karakteristiknya sendiri yang relatif perbankan lain tak banyak bidik, utamanya soal risiko penjaminan gagal bayar. 

KPR segmen yang diambil BTN ini adalah jenis pembiayaan bertenor panjang, lebih dari 15 tahun. Sementara itu, sasarannya adalah pekerja informal, yang seringnya berpenghasilan tak menentu dan berfluktuasi. 

Inilah mengapa, menurutnya, skema pembiayaan KPR sektor informal ini menggunakan program yang didesain khusus seperti BP2BT. 

“Risiko dari mereka harus ditanda kutipkan diasuransikan ada yang menjamin, baru mereka yang berpendapatan rendah yang masuk dalam kategori pekerja informal ini bisa mendapatkan pembiayaan,” ujar Piter ketika dihubungi pada Jumat (3/1/2023). 

Supaya BTN berhasil menggarap segmen ini, perencanaan mitigasi yang matang tak bisa ditawar. Piter menilai risiko gagal bayar yang berujung pada kenaikan non-performing loan (NPL) harus diwaspadai. 

“Program populis tidak boleh menjadi beban di kemudian hari,” ucapnya. 

Hal penting lain yang harus diperhatikan BTN adalah soal penyaluran KPR agar bisa lebih terjangkau diakses oleh pekerja informal. Ini bisa dilakukan dengan efektivitas sosialisasi sampai pelayanan optimal. 

Pekerja informal juga mesti difasilitasi untuk mendapatkan akses informasi dan pelayanan yang tidak menyulitkan. Mulai dari kelengkapan persiapan administrasi hingga literasi digital kaitannya dengan perbankan BTN. 

Di satu sisi, BTN dan stakeholders terkait juga mesti siap dengan ketersediaan rumah (supply). Sebab, potensi peningkatan permintaan bisa saja terjadi dengan adanya berbagai penawaran subsidi yang menarik, seperti subsidi bunga.

Jika BTN berhasil mengatasi itu semua, Piter mengemukakan beberapa keuntungan yang bakal bisa didapat. Pertama, BTN bisa mendiversifikasi pasar karena selama ini BTN melayani debitur subsidi dan nonsubsidi melalui KPR komersial. 

Dengan begitu, BTN sekaligus berpeluang pula menurunkan angka backlog perumahan. Mengutip data dari Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending BTN dalam diskusi Mengatasi Backlog Perumahan di Tengah Tren Kenaikan Suku Bunga, Rabu (5/10/2022), Mochamad Yut Penta, sektor perumahan di Indonesia memiliki 12,7 juta backlog kepemilikan rumah. 

Sementara itu, di sektor informal secara khusus, setidaknya ada 4 juta backlog kepemilikan rumah. Kalau ditotalkan bahkan pekerja sektor informal yang baru dapat bantuan KPR subsidi mungkin baru 6% hingga 7%. 

Pada konteks ini, Piter menekankan inisiatif BTN untuk menyalurkan subsidi KPR ke pedagang pasar, pengemudi ojol, dan sektor informal lain, akan menciptakan momentum positif yang tepat di tengah pertumbuhan kredit yang diproyeksikan melambat, termasuk KPR. 

“BTN mungkin mengalami perlambatan pertumbuhan kredit, tetapi relatif lebih baik dibandingkan rata-rata industri,” katanya. 

Piter menilai segmen pekerja informal ini adalah kelompok masyarakat yang membeli rumah untuk kebutuhan, bukan untuk spekulasi berupa investasi. Dengan demikian, saat KPR disetujui, mereka akan berupaya keras mengangsur tepat waktu supaya rumahnya tidak disita.  

Kedua, BTN bisa dapat potensi dana murah. Piter mengatakan jika penyaluran KPR segmen ini bisa masif dilakukan, maka BTN bisa memperoleh pertumbuhan jumlah nasabah (number of account/NOA) dan porsi dana murah (CASA) yang signifikan. 

Jika estimasi BTN ada sekitar 200.000 driver ojol, maka potensi pedagang pasar bisa lebih besar lagi, juga pekerja informal lainnya. 

“Peluang untuk meningkatkan fee based income,” ujarnya. 

Menurutnya, CASA ini berpotensi positif untuk memperbaiki dana BTN. Perseroan bisa makin kompetitif di pasar (pricing). Peningkatan net interest margin (NIM) juga makin menjadikan laba bersih moncer.

Per Kuartal III 2022, kinerja BTN telah mengalami penurunan beban bunga sebesar 27,8%, yaitu menjadi Rp 4,94 triliun. Hal tersebut tak lepas dari peningkatan CASA sebesar 22,95% menjadi Rp 137,45 triliun. 

Porsi deposito juga dapat diturunkan sebesar 8,96% menjadi Rp 169,8 triliun. Ketiga, tak kalah penting, BTN juga bisa menjadi pintu masuk kredit mikro. 

Paling tidak, penyaluran KPR subsidi ini bisa menggerakkan perekonomian di kalangan ekosistem kreditur driver ojek dan para pedagang pasar.

“Ekspansi ke pasar kredit mikro akan berdampak signifikan terhadap kinerja BTN. Kredit mikro menjanjikan yield jauh lebih tinggi dibandingkan kredit manapun,” tuturnya. 

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS