Menilik Problema dan Taktik IPC Geluti Bisnis Pelabuhan

marketeers article

Langkah PT Pelabuhan Indonesia ll (IPC) untuk menjadi world class port tak lepas dari beragam problema. Meski tantangan yang hadir diakui Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha IPC Saptono R Irianto cukup beragam, IPC mencoba menjawab tantangan melalui soft and hard infrastructure.

Ditemui di Jakarta, Rabu (26/07/2017), Saptono mengatakan kondisi pelabuhan Indonesia saat ini tengah dihadapkan berbagai tantangan, seperti gap infrastruktur, operasional, dan Sumber Daya Manusia (SDM) .

Gap infrastruktur menurut Saptono terjadi lantaran masih terdapat gap ketersediaan infrastruktur pelabuhan, contohnya gap infrastruktur pelabuhan dengan Hinterland. Ia mengatakan, diperlukan pembenahan dari segi infrastruktur dan daya dukung logistik.

Tantangan berikutnya menurut Saptono terbentuk lantaran belum adanya standarisasi dan SDM yang tidak merata menyebabkan terciptanya gap operasional dan gap SDM.

Di sisi lain, tingginya biaya logistik Indonesia pun turut menjadi kendala. Padahal, data McKinsey and Company pada tahun 2013 menunjukkan, pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah luar pulau Jawa mulai berkembang.

“Ini menjadi peluang yang besar untuk menciptakan sistem logistik yang efisien. Faktanya, biaya yang dikeluarkan untuk mengirim barang dari Jakarta ke Hamburg dengan jarak sekitar 11.000 km relatif lebih murah dibandingkan dari Jakarta ke Padang yang berjarak 1.000 km. Tentunya ini perlu pembenahan,” terang Saptono.

Adanya berbagai tantangan tersebut mendorong IPC memberikan fokus utama mereka pada sektor soft and hard infrastructure.

Soft infrastructure menurut Saptono terdiri dari pengembangan SDM. IPC telah melakukan pelatihan, dan peningkatan operasional dengan memberikan pelayanan 24/7 sekaligus penerapan berthing window yang berhasil meningkatkan produktivitas pelabuhan IPC.

Tidak hanya itu, penerapan Information and Communication Technology (ICT) menurut Saptono juga telah dijamah IPC. “Kami menggunakan ICT dalam aktivitas operasional, seperti penerapan TOS OPUS, E-Payment, dan INAPORTNET yang seluruhnya diupayakan untuk meningkatkan efisiensi dan pelayanan.

Selain soft infrastructure, IPC juga fokus terhadap hard infrastructure yang meliputi pengadaan alat bongkar muat baru, peningkatan fasilitas eksisting, optimasi dan rekonfigurasi lahan, serta pengembangan fasilitas baru.

Sejauh ini, Saptono mengatakan IPC telah mendatangkan beberapa alat muat ke enam cabang IPC meliputi Tanjung Priok, Panjang, Teluk Bayur, Palembang, Pontianak, dan Jambi. “Hal ini diperlukan untuk meningkakan produktivitas layanan,” jelas Saptono.

Lebih jauh Ia menerangkan, IPC juga meningkatkan kapasitas dari fasilitas eksisting berbentuk penguatan dermaga, dan pengukuran alur dan kolam sebagai bentuk antisipasi ukuran kapal yang semakin membesar

Hard infrastructure berikutnya adalah optimasi dan rekonfigurasi lahan. Contoh nyata yang telah terlihat adalah utilisasi lahan JICT II, dan  re-layouting lapangan penumpukan petikemas di beberapa cabang.

Tahap terakhir adalah mengembangkan pelabuhan baru. “New Priok Kalibaru Terminal sedang dalam konstruksi sejak 2012 dan akan selesai pada 2019, ada juga Kijing Port yang dimulai sejak 2017-2019, Sorong Port pada 2018-2020, hingga sampai pada New Deep Port di Tanjung Carat pada tahun 2018-2020,” jelas Saptono.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah cara ini efektif untuk menjawab tantangan yang ada?

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS