Menimbang Kekuatan Storytelling dalam Content Marketing

marketeers article
Storytelling menjadi bagian penting dalam content marketing

Siapa yang tak suka dengan cerita. Dipastikan, hampir semua orang di dunia ini pernah bersinggungan dengan cerita, entah di masa kecilnya maupun masa sekarang. Bahkan, ada cerita di masa lalu yang mungkin selalu diingat sampai sekarang.

Cerita ini merupakan elemen penting dalam memperkuat content marketing. Apa itu content marketing? Mengacu pada buku Marketing 4.0 Moving from Traditional to Digital (Wiley, 2017), Content marketing merupakan pendekatan pemasaran yang melibatkan proses penciptaan, kurasi, pendistribusian, sekaligus penguatan konten yang menarik, relevan, dan berguna untuk segmen audiens tertentu. Tujuannya tak lain membangun percakapan seputar konten tersebut.

Ada juga yang menyebut content marketing dengan istilah brand journalism atau brand publishing. Ini dibuat untuk menciptakan hubungan yang lebih mendalam antara merek dan pelanggannya. Kualitas content marketing ini biasanya ditentukan oleh kualitas cerita yang diusungnya. Dalam konteks ini, content marketing mengubah peranan pemasar, dari brand promoter menjadi storyteller.

Mengapa cerita? Cerita memiliki kekuatan untuk menyentuh hati dan emosi orang dan mampu menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Cerita juga tidak menggurui dan bahkan bisa melibatkan kehidupan audiensnya. Cerita yang menyentuh tersebut biasanya dekat dengan kehidupan audiensnya yang dipenuhi dengan drama dan konflik.

Anda pernah menonton film jadul Cast Away  (2000) yang disponsori Fedex? Cast Away merupakan contoh content marketing dari perusahaan kurir ternama itu dengan format film. Singkat cerita, film ini mengisahkan sebuah pesawat Fedex yang jatuh disambar petir. Seorang kurir Chuck Noland yang diperankan oleh aktor beken Tom Hanks menjadi satu-satunya yang selamat dan terdampar di sebuah pulau tak berpenghuni. Di situ, drama pergulatan Noland dieksplorasi sedemikian rupa.

Film ini menarik karena terasa otentik. Fedex terbilang berani ketika mensponsori film yang menceritakan pesawatnya jatuh. Fedex ingin menampilkan  sisi manusiawi dari mereknya. Fedex seolah mau mengatakan, tak ada manusia atau perusahaan yang sempurna.

Tapi, ketidaksempurnaan tersebut kemudian ditebus dengan karakter Noland sebagai seorang karyawan Fedex yang tak pantang menyerah. Di balik sosok Noland, Fedex seolah mau mengatakan dirinya merupakan merek yang tangguh sekaligus gigih. Film ini juga menarik karena selain menghibur, mengaduk-aduk emosi, juga menyuguhkan inspirasi-inspirasi baru bagi penontonnya.

Selain Fedex dengan Cast Away-nya, sekarang, banyak merek yang memanfaatkan content marketing untuk mendongkrak aktivitas pemasarannya, entah melalui film, blog, vlog, komunitas, buku, lagu, drama teatrikal, dan sebagainya. Semua itu hanya medianya. Kunci yang menghidupkan konten di beragam media itu tak lain adalah cerita.

Content is the New Ad

Tren content marketing makin menguat. Menurut studi Content Marketing Institute dan MaketingProfs belakangan ini (Bdk. Marketing 4.0, 2017), 76% perusahaan Business-to-Consumer (B2C) dan 88% perusahaan Business-to-Business (B2B) di kawasan Amerika Utara memanfaatkan content marketing pada tahun 2016. Perusahaan B2B tersebut membelanjakan 28% dari bujet pemasarannya untuk content marketing dan perusahaan B2C sebesar 32%.

Perusahaan-perusahaan tersebut menyadari bahwa promosi dalam bentuk iklan saja tidak cukup di era sekarang. Sekarang, butuh content marketing untuk membangun customer engagement. Pelanggan saat ini tidak mau digurui, dicekoki dengan aneka promosi, atau dibombardir dengan iklan. Mereka ingin diperlakukan sebagai manusia seutuhnya yang memiliki budi, hati, dan spirit. Konektivitas membuat pelanggan tahu kebenaran soal merek sehingga menuntut merek untuk tampil otentik dan jujur. (Baca juga Kiat Jitu Dongkrak Daya Tarik Merek di Era Digital).

Kalau dikaitkan dalam customer path yang baru dalam konteks Marketing 4.0, content marketing ini memiliki peran penting dalam mendongkrak brand curiosity. (Baca juga “Strategi Mengubah Brand Awareness Menjadi Brand Advocacy”)

Dalam konteks itulah, content marketing saat ini bisa dibilang sebagai the new ad.  Sementara itu, orang-orang sekarang juga mencari merek atau produk melalui kanal-kanal media sosial. Oleh sebab itu, #hashtags saat ini memiliki peran yang sama dengan tagline secara tradisional. Tak berlebihan jika menyebut #hashtag is the new tagline.

Semua itu akan menjadi viral dan perbincangan masif di kalangan pelanggan yang sudah terhubung satu sama lain melalui internet jika kontennya mengusung sesuatu yang unik dan menyentuh. Konten tersebut bukan sembarang konten, tetapi konten yang mengusung sebuah cerita. Inilah yang disebut dengan the power of storytelling.

Bagaimana dengan merek Anda? Ikuti terus serial Marketing 4.0 di laman www.marketeers.com

 

Informasi:

Bagi Anda yang ingin membeli bukunya, silakan belanja di tautan berikut ini: Marketing 4.0 

Related

award
SPSAwArDS