Meski TikTok Shop Tutup, E-commerce Wajib Hati-Hati! Mengapa?

marketeers article
TikTok Shop tutup, ecommerce wajib hati-hati | sumber: 123rf

Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) baru saja memutuskan bahwa TikTok dan TikTok Shop harus dipisahkan. Aturan yang telah diketok palu tersebut perlu disikapi dengan positif.

Pelaku bisnis yang sebelumnya bermain di TikTok Shop perlu berfokus pada strategi ke depan yang perlu diambil agar bisnis tetap beroperasi tanpa terpengaruh oleh ada dan tidaknya TikTok Shop tersebut. 

Ignatius Untung, Praktisi Marketing dan Behavioral Science membagikan strategi-strategi yang layak untuk dicoba oleh para pelaku bisnis yang terdampak akibat pemisahan TikTok Shop dengan TikTok beberapa waktu lalu. 

Dalam lima hingga tujuh tahun lalu, Key Opinion Leader (KOL) dan influencer booming dan menerima permintaan endorse dari banyak pelaku bisnis. Jasanya tak terbantahkan mampu meningkatkan awareness suatu merek berkat pengaruhnya di media sosial. 

Namun, jika dihubungkan pada penjualan, inilah yang menjadi pertanyaan besar. Ternyata peran KOL dan influencer tidak sebesar itu dalam mendorong penjualan produk.

TikTok bersama TikTok Shop pun hadir menjadi solusi bagi eksistensi para KOL dan influencer tersebut. Perannya sebagai business affiliator juga makin besar. 

Ditambah lagi dengan kehebatan dari algoritma TikTok yang mampu mengenali behavior dari para penggunanya yang sangat menguntungkan bagi KOL dan influencer. Karena itu, konten yang disebarkan menjadi lebih organik dengan experience smooth dalam menjangkau setiap audiens.

“TikTok dan TikTok Shop men-detect relevansi berdasarkan behavior kita, apa yang kita suka, konten apa yang engage dengan kita. Setelah itu, konten-konten tersebut didorong kepada kita, termasuk konten dari affiliator, kemudian jika kita suka, kita tinggal klik keranjang kuning,” ujar Untung.

BACA JUGA: Pengamat: TikTok Shop Ditutup, Harusnya Pemerintah Lakukan Uji Publik

Dengan mengklik keranjang kuning ini berarti penonton telah mampu terkonversi menjadi pembeli yang dapat menghasilkan penjualan. Inilah yang menjadi faktor pembangkit dari para KOL dan influencer. 

Apa yang dilakukan TikTok Shop menghasilkan seamless integration yang berpengaruh pada experience pelanggan. Strategi yang sama juga dilakukan oleh IKEA yang menjual furniture rumah dengan pengambilan keputusan konsumen yang begitu panjang karena perlu pertimbangan matang. 

Berdasarkan perilaku konsumen tersebut, IKEA meletakkan restoran di tengah mal. Restoran ini bisa menjadi tempat untuk para pengunjung berpikir, berdiskusi, hingga beristirahat sejenak sebelum memutuskan untuk membeli. 

IKEA berhasil membuat berbagai transaksi baik furniture atau restoran dapat terjadi tanpa harus keluar dari toko. Begitu juga dengan transaksi online yang tumbuh pesat bukan karena promo atau gratis ongkir saja, tetapi karena ketika melihat produk dan bisa langsung membelinya pada saat itu juga saat relevansi dapat terbangun.

Jika dibandingkan dengan platform lainnya, seperti Instagram dan Facebook, TikTok akan lebih menguntungkan bagi UKM yang memiliki modal kecil. Meski platform-platform tersebut sama-sama mampu menjangkau audiens yang luas, tetapi kebanyakan bergantung dengan iklan dan UKM tidak banyak yang memiliki anggaran biaya iklan yang cukup. 

Hal itulah yang jadi kekuatan TikTok, UKM tidak perlu beriklan untuk menjangkau audiens yang luas. Dengan mengandalkan algoritma TikTok, UKM dapat mendorong relevansi tersebut secara organik.

Untuk pesaing TikTok dalam konteks e-commerce juga disebut memiliki omzet yang tergerus karena pemain live commerce baru tersebut. Alasannya adalah baik TikTok dan e-commerce memiliki dua karakter yang berbeda.

“TikTok berperan seperti mal sebagai tempat orang mencari hiburan dan bisa berakhir membeli produk karena impulse buying, sedangkan e-commerce berperan sebagai ITC yang menjadi tempat orang untuk berbelanja karena plan buying (pembelian yang terencana),” ujar Untung.

Dampak dari pemisahan antara TikTok dan TikTok Shop adalah terpisahnya aplikasi tersebut, sehingga orang yang ingin melakukan transaksi harus mengunduh satu aplikasi lagi yang sebelumnya tidak ada, yaitu TikTok Shop. 

BACA JUGA: Hati-Hati! TikTok Shop Jadi Ancaman bagi Marketplace Indonesia

Oleh karena itu, TikTok banyak mendorong audiensnya untuk juga mengunduh aplikasi TikTok Shop tersebut dan memastikan tidak ada hambatan berarti ketika audiens ingin melakukannya.

Untung mengungkapkan pemisahan ini malah membawa keunggulan bagi TikTok. TikTok yang awalnya hanya menguntungkan bagi produk-produk impulse buying, dengan pemisahan, juga bisa melayani pembelian plan buying selayaknya e-commerce. 

Ditambah lagi seamless integration antara keduanya makin memberikan experience yang memudahkan pelanggan karena pelanggan tidak lagi hanya masuk lewat satu pintu saja, tetapi bisa dari keduanya, baik aplikasi TikTok maupun TikTok Shop.

“Jadi sebenarnya menurut saya ini amat tidak merugikan TikTok dan TikTok Shop, justru malah menguntungkan. Dengan begitu, potensi revenue mereka nggak yakin akan turun, malah akan naik, karena yang tadinya impulse buying saja, kini section barang-barang plan buying juga membesar,” tuturnya.

Untuk pedagang yang berjualan di TikTok perlu mulai untuk menggiring traffic yang ada ke e-commerce TikTok Shop. Setelah migrasinya selesai, maka peluang penjualan produknya akan terbuka lebih besar, untuk produk impulse dan terencana.

Tidak hanya itu, behavior pelanggan juga akan berubah yang tadinya ke TikTok cari hiburan aja dan tanpa sadar beli barang, tetapi mungkin akan bergeser yang mana pelanggan akan mulai cari barang memang langsung datang ke TikTok Shop dan kemudian baru ke hiburan di TikTok.

Untung menegaskan pemisahan yang terjadi antara TikTok dan TikTok Shop ini perlu direspons dengan hati-hati dan perhitungan matang oleh para e-commerce lain dan media sosial. 

Pelaku -commerce perlu untuk meningkatkan experience di homepage layaknya media sosial, sehingga pelanggan menjadi tidak lagi bergantung pada search bar, seolah-olah orang masuk ke e-commerce sudah tahu mencari produk apa. Cobalah untuk mendorong pelanggan dengan konten-konten jualan produk yang relevan.

Kemudian, tingkatkan listing support, sehingga di product page terdapat konten rekomendasi dan video review yang dapat mendorong konversi. 

“Kesimpulannya, experience itu menentukan behavior. Relevansi konten juga menjadi salah satu kunci kesuksesan TikTok dan ini yang juga masih ketinggalan oleh platform ecommerce. Terakhir, social influence ini berpengaruh, konten referral dan rekomendasi TikTok Shop itu kasih influence yang signifikan. Kalau e-commerce tidak bisa mengejar itu, maka ini akan jadi kompetisi yang berat bagi pesaing-pesaing TikTok Shop,” kata Untung. 

Oleh karena itu, TikTok Shop tutup sama sekali tidak memberikan kerugian signifikan terhadap keberlangsungan para penjual dan para pemain lain sejenisnya perlu untuk berevolusi dalam memenangkan persaingan.

BACA JUGA: Bangun Brand Jadi Rumus Utama dalam Strategi Pemasaran UKM

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS