Mindful Production, Kunci Relevansi dan Daya Saing Merek Lokal

marketeers article
Ilustrasi: 123RF

Dalam beberapa tahun terakhir, konsumen makin sadar bahwa keputusan belanja mereka membawa dampak yang lebih dari sekadar transaksi. Mereka tidak hanya membeli produk, tetapi juga mempertimbangkan nilai, etika, serta dampak sosial dan lingkungan dari setiap pilihan yang diambil.

Pergeseran ini memunculkan gelombang mindful consumerism yang menuntut pelaku industri, termasuk merek lokal, untuk menyesuaikan diri. Tidak cukup hanya mengikuti tren permintaan, brand kini ditantang untuk berubah dari dalam, melalui praktik mindful production.

Laporan IBM tahun 2023 menunjukkan 62% konsumen global bersedia mengubah perilaku belanjanya demi mengurangi dampak lingkungan. Di Indonesia, kecenderungan ini makin nyata, terutama di kalangan generasi muda.

Abdurrahman Robbani (Rahman), Head of Emerging Brand Hypefast, menyampaikan produksi yang sadar bukan berarti harus mahal atau sempurna. Menurutnya, ini tentang mengambil keputusan dengan mempertimbangkan manusia, lingkungan, dan masa depan.

“Merek lokal memiliki kekuatan narasi dan kedekatan dengan komunitas, yang akan lebih berdampak jika sejalan dengan proses produksi yang bertanggung jawab,” ujar Rahman dalam siaran pers kepada Marketeers, Senin (30/6/2025).

BACA JUGA: Peran CSR Sebagai Fondasi Utama Strategi Bisnis Berkelanjutan

Sebagai salah satu House of Next-Gen Brand di Asia Tenggara, Hypefast mendukung pertumbuhan merek lokal melalui pendekatan produksi yang tidak hanya etis, tetapi juga strategis. Mindful production tidak semata menjadi tanggung jawab moral, melainkan peluang diferensiasi yang relevan dalam iklim bisnis saat ini.

Salah satu isu utama yang perlu dihadapi dalam praktik produksi adalah pengelolaan limbah. Sektor fashion dan tekstil menjadi penyumbang besar limbah industri, mulai dari pewarna yang mencemari air hingga bahan polyester yang menghasilkan mikroplastik.

Laporan Bappenas mencatat bahwa limbah tekstil di Indonesia terus meningkat dan diperkirakan mencapai 3,9 juta ton pada 2030 jika tidak ada perubahan signifikan dalam sistem produksi.

Dalam tekanan untuk memenuhi permintaan pasar, prinsip reduce memang menantang untuk diterapkan. Namun, pendekatan reuse dan recycle dapat menjadi solusi yang lebih realistis.

Evaluasi terhadap bahan baku menjadi langkah awal yang penting. Menggunakan sisa produksi pabrik (deadstock), bahan daur ulang, atau bahan lokal dengan dampak lingkungan yang lebih rendah dapat membantu mengurangi jejak ekologis produksi.

“Dengan mengenal lebih dalam asal-usul bahan baku, merek bisa mengambil kontrol atas dampak produksinya. Deadstock punya potensi untuk bisa diolah kembali. Selain itu, penggunaan sumber lokal juga memperpendek rantai pasok dan berkontribusi pada ekonomi kreatif di daerah,” ujar Rahman.

Beberapa merek telah membuktikan efektivitas pendekatan ini. Nona Rara, merek batik, misalnya, mengubah limbah kain dan payet menjadi boneka serta bros, dan berhasil mengurangi hingga 75% limbah dari lini produksinya.

Sementara itu, Luxcrime, merek kecantikan, menggandeng Seven Clean Seas untuk mendaur ulang kemasan produk sebagai bagian dari komitmen terhadap ekonomi sirkular. Inisiatif-inisiatif seperti ini menunjukkan bahwa solusi berkelanjutan dapat diimplementasikan, bahkan dalam keterbatasan kapasitas produksi.

Selain dari sisi bahan, mindful production juga menyentuh aspek manusia. Laporan Katadata Insight Center (2024) mencatat bahwa 73% Gen Z Indonesia lebih mempercayai merek yang menjelaskan proses pembuatan produk, bukan sekadar menonjolkan hasil akhirnya.

Transparansi menjadi fondasi dalam membangun kepercayaan konsumen. Merek seperti SukkhaCitta, fashion brand, memperlihatkan bahwa narasi tentang siapa yang membuat produk, bagaimana prosesnya berlangsung, dan apa nilai di baliknya, dapat menjadi kekuatan diferensiasi yang nyata. Mereka secara konsisten mengangkat profil artisan dan merangkai cerita yang menyentuh, bukan sekadar menjual produk.

Mindful production bukan sekadar strategi untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, tetapi juga investasi jangka panjang untuk membangun loyalitas konsumen. Dampaknya tidak hanya terlihat dari efisiensi produksi, tetapi juga dari nilai tambah yang dirasakan konsumen.

BACA JUGA: Hermawan Kartajaya Beberkan Pentingnya Formula 5P untuk Bisnis Berkelanjutan

Nona Rara tidak hanya mengurangi limbah, tetapi juga mendiversifikasi lini produknya dan menjangkau pasar baru yang lebih muda serta peduli lingkungan. Di sisi lain, Luxcrime berhasil menciptakan keterlibatan emosional dengan konsumennya melalui gerakan pelestarian lingkungan, yang berdampak pada peningkatan engagement dan brand advocacy.

Dengan mengadopsi langkah-langkah seperti ini, merek lokal Indonesia tidak hanya menjawab ekspektasi konsumen yang semakin sadar, tetapi juga memperluas peluang bisnis secara etis dan berkelanjutan.

Praktik mindful production selaras dengan komitmen pemerintah dalam agenda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 dan target Net Zero Emission pada 2060. Lebih dari sekadar tren, pendekatan ini membuka jalan bagi pertumbuhan industri kreatif yang lebih inklusif dan bertanggung jawab secara ekonomi, sosial, dan lingkungan.

award
SPSAwArDS