Motivasi Merek Gandeng Komunitas Jangan Sebatas Formalitas

marketeers article
Group of Diverse Multiethnic People Teamwork Concept

Peran komunitas di tengah masyarakat menjadi semakin penting bagi brand, tak terkecuali bagi pemerintah. Kekuatan komunitas dalam membangun komunikasi langsung dengan masyarakat tak diragukan lagi.

Hal inilah yang dimanfaatkan brand maupun pemerintah untuk menyebarkan pesan yang hendak disampaikan ke audiens. Seperti Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) yang digaet Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), The Body Shop, Carrefour, dan lainnya.

Rahyang Nusantara, Koordinator Nasional GIDKP mengatakan, gerakan yang digalakkannya ini memiliki tiga program strategis, yaitu advokasi, edukasi, dan fasilitasi. Advokasi  pendekatannya lebih ke pemerintahan, seperti program kantong plastik berbayar.

Selanjutnya, GIDKP datang ke sekolah-sekolah untuk mengedukasi pentingnya mengurangi kantong plastik dan menggunakan tas daur ulang. Lalu, program fasilitasi lebih pada bekerja sama dengan ritel-ritel mengenai alternatif untuk mengurangi kantong plastik.

Sebelum berkolaborasi, GIDKP akan melihat apakah value lingkungan yang diusung sejalan dengan GIDKP atau tidak. “Karena ada perusahaan yang ingin berkolaborasi, ternyata value lingkungannya lebih ke energi. Padahal kami lebih ke sampah. Kalau ternyata tidak cocok, maka kami tidak teruskan. Kami akan cari yang lain,” kata Rahyang kepada Marketeers.

Selain nilai lingkungan, GIDKP akan memperhatikan apakah merek tersebut menghasilkan sampah atau tidak.  Hal ini sangat penting karena GIDKP sendiri peduli pada pengurangan sampah. Pihaknya harus cermat karena mereka tidak ingin kerja samanya dengan suatu merek justru merusak imej GIDKP.

“Kami menjaga nilai kami karena kami tidak ingin dicap sebagai kaki tangan korporat yang green washing. Makanya, kami termasuk pilih-pilih dalam berkolabosi. Ini yang menyebabkan selama enam tahun ini kami agak sulit mengajak mereka berkolaborasi,” tambah Rahyang.

Kolaborasi dengan merek-merek ini biasanya hanya sekali program, kecuali The Body Shop. Menurut Rahyang, motif merek-merek ini menggandeng GIDKP sebatas formalitas menjalankan CSR (Corporate Social Responsibility) bahkan mereka terkesan tidak serius. Perusahaan cukup banyak meminta, tapi lain halnya dengan kontaprestasinya.

Padahal, merek seharusnya serius dalam menghadirkan added value yang berhubungan dengan lingkungan. Apalagi sekarang konsumen lebih pintar. Bagi Rahyang, saat ini banyak konsumen yang melihat corporate values dibanding produk itu sendiri. Konsumen akan mencari tahu asal-usul suatu produk sebelum mereka membeli.

Rahyang menambahkan, merek-merek yang peduli pada lingkungan bisa menggandeng komunitas peduli sampah yang tersebar di seluruh Indonesia. Menurut data dari KLHK, terdapat sekitar 1.300 komunitas peduli sampah di seluruh Indonesia. Sayangnya, belum banyak merek yang mengetahui informasi ini.

“Kalau ingin menggandeng komunitas, mereka biasanya akan mencari di internet. Lalu, komunitas yang muncul di halaman pertama Google-lah yang akan mereka kontak,” kata Rahyang.

Kondisi ini terjadi karena tidak semua komunitas berkelanjutan. Ada komunitas yang hanya kampanye saja, tapi tidak menggelar suatu acara. Selain itu, dari sebagian 1.300 komunitas ini, hanya sebagian saja yang memiliki badan hukum, NPWP, dan rekening lembaga.

“Merek biasanya akan mau bekerja sama dengan komunitas yang memang memiliki badan hukum,” kata Rahyang.

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS