Pengrajin Indonesia Punya Passion Tapi Minim Visi

marketeers article
Pengunjung melihat produk kerajinan yang dipamerkan di Trade Expo Indonesia Tahun 2013 di Arena PRJ, Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/10). Pameran dagang tersebut mencatatkan sebanyak 9.300 pembeli dari 106 negara dengan target transaksi sebesar dua miliar dollar AS, berlangsung pada 16-20 Oktober. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/Koz/Spt/13.

Salah satu yang membuat perekonomian Indonesia berkembang adalah usaha kecil dan menengah (UKM). Salah satu pelaku UKM adalah para pengrajin material-material tradisional, seperti kain, keramik, serta produk-produk lainnya. Maka, penting artinya kehadiran Dekranas untuk menjembatani potensi para pengrajin dengan pasar. Apa itu Dekranas?

“Dekranas kepanjangan dari Dewan Kerajinan Nasional. Kami ini adalah organisasi yang menjembatani antara pengrajin di seluruh Indonesia dengan pasar. Kami edukasi mereka agar produk mereka bisa mendapatkan akses market,” ujar Sekjen Dekranas Ikhwan Asrin di Jakarta Marketing Week 2016 pada Minggu (15/5) 2016.

Organisasi ini berdiri pada 3 Maret 1980 karena adanya kepedulian terhadap roda penggerak ekonomi nasional ini. Namun di satu sisi sebagai pahlawan negara penghargaan itu terasa kurang. Padahal, pengrajin ini adalah motor utama ekonomi terutama di daerah-daerah. Sayang sekali walau banyak, hanya sedikit yang bisa punya akses pasar memadai dan mayoritas bisnisnya begitu-begitu saja.

Untuk itu semenjak medio 80-an itu Dekranas berdiri dan menjembatani antara pengrajin dengan pasar. Selain itu para pengrajin yang tergabung di organisasi ini akan diberi pelatihan. “Terutama sekarang di dunia digital kami juga buka dunia online ini kepada mereka sebagai salah satu akses pasar,” ujar salah satu pengurus Dekranas Nina Tursinah. Yang unik dari organisasi ini adalah tradisi untuk menjadikan istri dari wakil presiden sebagai ketua. Sementara istri presiden menjadi pembina.

Masalah klasik di Indonesia menurut keduanya adalah banyak sebenarnya pengrajin punya passion terhadap kerajinan ini. Sayangnya, usaha mereka tanpa visi jelas. Pada akhirnya pengrajin banyak yang gulung tikar di tengah jalan. Soal potensi bukan lagi hambatan karena pasar luar negeri bisa menjadi target pasar. Ikhwan mencontohkan grup Mitsubishi dari Jepang adalah salah satu konsumen besar hasil kerajinan Indonesia.

Ada lagi masalah lain, yaitu soal harga. “Kerajinan kita dibanding negara lain itu soal harga yang tinggi. Tapi seharusnya tidak menjadi masalah kalau produktivitasnya bagus serta desainnya menarik. Di Dekranas-lah hal itu dibina sehingga walau harga tinggi tapi masih bisa kompetitif dengan negara-negara lain,” tutup Nina.

Editor: Eko Adiwaluyo

Related

award
SPSAwArDS