Pengusaha Furnitur Bakal Ganti Bahan Plastik dengan Bambu dan Rotan

marketeers article
Para pengusaha furnitur di Asia sepakat mengganti bahan plastik dengan bambu dan rotan. Sumber gambar: Marketeers/Tri Kurnia Yunianto.

Asosiasi Industri Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) mendorong seluruh anggotanya untuk mengganti produk-produk berbahan plastik dengan bambu dan rotan. Upaya tersebut dilakukan bertujuan untuk menjaga keberlanjutan alam.

Dedy Rochimat, Ketua Umum Asmindo menjelaskan inisiatif tersebut tidak hanya dilakukan para pengusaha dalam negeri, tapi juga pengusaha luar negeri di kawasan Asia yang tergabung dalam Council of Asia Furniture Association (Cafa). Kedua asosiasi pengusaha itu telah sepakat mengganti plastik dengan bahan ramah lingkungan yang tertuang dalam nota kesepahaman (momrandum of understanding/MoU) Bamboo as Substitute for Plastics in Asia.

BACA JUGA: Gandeng Cafa, Asmindo Bidik Ekspor Furnitur Rp 109,4 Triliun

“Inisiatif bambu sebagai penggati plastik dapat diadopsi secara luas demi kinerja sosial dan lingkungan yang lebih baik dari industri furnitur,” kata Dedy dalam konferensi pers di di Tangerang, Banten, Selasa (27/2/2024).

Menurutnya, tujuan lain dari MoU tersebut adalah meningkatkan kesadaran akan tanggung jawab seluruh pengusaha furnitur di Asia. Anggota asosiasi dapat memainkan peran utama dalam mendorong keharmonisan alam dan manusia.

BACA JUGA: Tumbuh 5%, Nilai Pasar Industri Furnitur Dunia Capai US$ 629 Miliar

Termasuk pula menjaga keseimbangan industri, lingkungan, dan masyarakat yang tujuan akhirnya adalah membantu memerangi perubahan iklim serta mencapai netralitas karbon. Langkah ini dinilai bisa menciptakan lingkungan yang lebih menguntungkan lantaran negara-negara di kawasan Asia memiliki sumber daya bambu yang cukup banyak.

Kendati demikian, Dedy menyebut insiatif ini tidak bisa dilakukan oleh para pengusaha saja. Diperlukan kerja sama antara pemerintah, organisasi industri, perusahaan komersial, serta lembaga penelitian dan pengembangan untuk melakukan pengembangan bambu sebagai pengganti plastik.

“Sehingga bisa menghasilkan produk yang cerdas, ramah lingkungan, dan berkualitas tinggi. Kita bersama-sama dapat menciptakan masa depan yang dikembangkan secara berkelanjutan untuk semua,” ujarnya.

Di sisi lain, permintaan akan furnitur ramah lingkungan mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pertumbuhan permintaan terhadap furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai 8,6% atau dua kali lipat dibandingkan pertumbuhan terhadap furnitur secara keseluruhan yang hanya 4,3%.

Dari sisi nilainya, Dedy menyebut furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai US$ 51,02 miliar pada tahun 2022. Meskipun angka ini baru mencapai 6,7% dibandingkan dengan permintaan furnitur secara keseluruhan, yakni sebesar US$ 766 miliar.

Kendati demikian, pada tahun 2060 permintaan furnitur ramah lingkungan diperkirakan mencapai lebih dari 25% dari keseluruhan permintaan furnitur. Kawasan Asia menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar furnitur.

Tercatat, permintaan furnitur ramah lingkungan di kawasan Asia tumbuh 10% per tahun, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar furnitur secara keseluruhan, yaitu 8,18% per tahun. Adapun nilainya diperkirakan mencapai US$ 179,2 miliar pada 2024 dan US$ 9,37 miliar atau 5,23% di antaranya disumbangkan oleh furnitur ramah lingkungan.

“Pertumbuhan permintaan furnitur ramah lingkungan yang relatif tinggi ini adalah peluang besar yang harus kita respon secara bersama-sama, dengan membuat pusat-pusat riset dan produksi furnitur ramah lingkungan di kawasan-kawasan industri, termasuk kawasan industri di Indonesia,” kata Dedy.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS