Penyandang Disabilitas Netra Capai 4 Juta Orang, Baru 1% Berkerja Formal

marketeers article
Sumber gambar: Marketeers/Tri Kurnia Yunianto.

Indonesia Disability Research and Advocacy Network (AIDRAN) melaporkan jumlah penyandang disabilitas netra di Indonesia mencapai 1,5% dari total jumlah penduduk atau sekitar 4 juta orang. Dari jumlah tersebut, penyandang disabilitas netra yang telah terserap dalam pekerjaan formal baru 1%.

Tiga organisasi nirlaba yaitu Mitra Netra asal Indonesia, Resources of the Blind asal Filipina, dan Sao Mai Center asal Vietnam, serta didukung oleh The Nippon Foundation mengeluarkan hasil penelitian terbaru bertajuk Faktor Kunci Kesuksesan Tunanetra Bekerja di Sektor Formal. Penelitian yang berlangsung selama kurang lebih enam bulan telah melibatkan 196 responden di tiga negara itu dan khusus di Indonesia sebanyak 54 responden.

BACA JUGA: Seeing AI, Teknologi Ramah Tuna Netra dari Microsoft

Yossa Nainggolan, Chief Researcher Indonesia menjelaskan penelitian dilakukan dengan dua cara yakni kuantitatif dan kualitatif. Tujuannya, untuk mengetahui kunci kesuksesan penyandang disabilitas netra dalam mendapatkan pekerjaan secara internal dan eksternal.

Penelitian ini mengungkap bahwa individu tunanetra yang telah berhasil memasuki dunia kerja menunjukkan sejumlah keterampilan utama yang berperan penting pada kesuksesan mereka. Persiapan mental untuk bekerja harus menjadi materi utama pada program pelatihan soft skill seperti kemampuan untuk belajar dan bekerja sama secara efektif dalam tim, memegang teguh etika kerja yang baik, serta memiliki tujuan pengembangan karir profesional yang jelas menjadi fondasi yang kuat.

BACA JUGA: Makin Inklusif, Lego Akan Luncurkan Braille Bricks untuk Tunanetra

“Selain itu, mereka juga menunjukkan ketangguhan menghadapi kritik eksternal, memiliki harga diri yang sehat, dan mampu membangun interaksi positif dengan rekan kerja. Keterampilan-keterampilan ini tidak hanya membantu mereka beradaptasi dan berkembang di lingkungan kerja, tetapi juga berkontribusi pada terciptanya lingkungan kerja yang lebih inklusif dan produktif,” kata Yossa dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/10/2024).

Penelitian juga menemukan fakta bahwa lembaga pendidikan saat ini telah menyediakan fasilitas pendidikan inklusi yang semakin baik, karena sebanyak 85% dari 196 responden yang mengenyam pendidikan, merupakan lulusan sarjana, 13% memiliki gelar master, dan gelar doktor dimiliki 2% lainnya. Khusus untuk Indonesia, 76% berhasil mengenyam gelar sarjana, 22% memiliki gelar master, dan 2% lainnya memiliki gelar doktor.

“Kondisi ini dapat menunjang perkembangan ketenagakerjaan penyandang disabilitas netra,” ujarnya.

Yossa menyebut latar belakang pendidikan juga sangat memengaruhi bidang pekerjaan yang dipilih atau mampu didapatkan oleh para pekerja tunanetra. Sebanyak 42% dari total responden memilih pendidikan humaniora yang di dalamnya termasuk ilmu psikologi, sosiologi, sejarah, bahasa, dan lainnya. Kemudian sebesar 28% memilih ilmu pendidikan.

Hal ini nyata berpengaruh kepada pilihan pekerjaan yang didominasi bidang pendidikan, yaitu 29% dari 144 orang yang dipekerjakan, memiliki profesi yang berkaitan dengan mengajar. Penyerapan pekerja penyandang disabilitas netra yang tinggi pada bidang pendidikan menjadi salah satu indikator tingginya minat tunanetra berkarir di sektor ini.

Namun, hal ini juga dapat dilihat dari sudut pandang berbeda. Sebagai lembaga yang mengayomi tunanetra di Indonesia, Mitra Netra berpendapat bahwa banyaknya tunanetra yang berprofesi pada bidang pendidikan membuat calon tenaga kerja tunanetra hanya melihat bidang ini yang potensial bagi mereka.

Padahal, dengan perkembangan industri teknologi yang masif, bidang ini juga dapat menyerap cukup besar tenaga kerja tunanetra di Indonesia. Filipina dan Vietnam dapat menjadi contoh konkret dari peran potensi industri pada penyerapan tenaga kerja di bidang teknologi.

Masuknya tunanetra pada industri teknologi juga akan mendapatkan dukungan kuat dari perkembangan perangkat teknologi, khususnya perangkat lunak yang dapat mendukung pekerjaan pada bidang ini. Dari data yang dihimpun, bahkan terungkap sebagian tunanetra yang bekerja pada industri teknologi sebenarnya tidak memiliki latar belakang akademik di bidang tersebut, namun, mereka memiliki minat yang tinggi untuk membangun karier sebagai programmer.

“Situasi ini dapat mendorong diadakannya pelatihan keterampilan di bidang TI, sehingga penyerapan pekerja tunanetra di sektor ini diharapkan terus meningkat,” tutur Yossa.

Editor: Ranto Rajagukguk

Related

award
SPSAwArDS