Peran Industri Permesinan Kerek Daya Saing Sektor Otomotif dan Elektronik

marketeers article

Industri permesinan merupakan salah satu sektor yang perlu terus dikembangkan di dalam negeri. Sebab, industri permesinan berperan penting menjadi penyedia barang modal untuk mendukung sebagian besar proses produksi pada sektor manufaktur.

“Oleh karena itu, kami senantiasa berupaya membangun dan mengembangkan industri permesinan melalui penyediaan bahan baku, peningkatan kompetensi SDM, penyiapan standar produk dan standar proses produksi, serta penyediaan akses pasar,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Harjanto di Jakarta, Rabu (30/10/2019).

Harjanto menyebutkan, industri permesinan yang dikategorikan sebagai pemasok barang modal, antara lain meliputi industri alat berat, industri peralatan konstruksi, industri peralatan energi, industri peralatan pabrik, industri peralatan listrik, industri peralatan kesehatan, serta industri alat mesin pertanian khususnya industri mesin perkakas (tools) termasuk molddiesjig dan fixtures.

“Pembuatan tools (molddiesjig dan fixtures) merupakan bagian dari product engineering yang memerlukan tingkat pengetahuan, keahlian dan keterampilan yang tinggi dalam suatu industri manufaktur. Kemampuan tersebut akan meningkatkan level value of chain dari sebuah proses produksi dari aspek teknologi,” paparnya.

Pengguna terbesar dari hasil produksi industri pembuatan tools adalah sektor otomotif sebesar 41-64%. Kemudian, disusul industri elektronika, serta peralatan rumah dan kantor mencapai 8-30%, sektor industri kemasan sekitar 10%, serta industri medis berkisar 6%. “Kami optimistis, industri pembuatan tools akan terus tumbuh seiring peningkatan penggunaan pada beberapa sektor lainnya,” imbuh Dirjen ILMATE.

Sebagai gambaran pasar industri pembuatan tools masih menjanjikan, yakni contohnya untuk satu model mobil memerlukan lebih dari 3.000 jenis cetakan (mold & dies) untuk penggunaan 8-15 tahun berdasarkan siklus model. Sedangkan untuk facelift diperlukan sekitar 35 jenis cetakan, yang diperkirakan dibutuhkan dalam kurun dua tahun sekali.

Kemenperin mencatat, sepanjang tahun 2018, ekspor mold dari Indonesia menembus USD32,8 juta. Sedangkan, ekspor dies sebesar USD52,3 juta serta ekspor jig dan fixture menyentuh angka USD7,9 juta.

Harjanto menegaskan, pemerintah memprioritaskan pengembangan industri pembuatan tools sesuai yang tertuang dalam RIPIN 2015-2035 dan dijabarkan dalam Kebijakan Industri Nasional 2020-2024. “Apalagi negara-negara ASEAN menjadi basis industri otomotif skala global. Ini menjadi tantangan bagi kita untuk terus memacu daya saing industri nasional,” ujarnya.

Investasi sektor ILMATE

Di samping itu, Harjanto menyampaikan, sektor-sektor industri manufaktur di Indonesia masih tumbuh dan berkembang. Hal ini ditandai dengan adanya upaya ekspansi dari sejumlah perusahaan dan masuknya beberapa investasi baru. Contohnya pada sektor Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE).

Hingga triwulan II tahun 2019, nilai investasi sektor ILMATE mencapai Rp22,2 Triliun. Industri logam dasar memberikan kontribusi terbesar hingga Rp13,4 Triliun, kemudian industri kendaraan bermotor sebesar Rp4,71 Triliun serta industri komputer, barang elektrionik dan optik sebesar Rp2,08 Triliun.

“Guna menggenjot daya saing industri kita, tentunya diperlukan dukungan ketersediaan bahan baku, SDM kompeten, suplai energi yang cukup, serta penggunaan teknologi dan permesinan dalam proses produksi,” ungkapnya.

Apalagi, saat ini dunia industri khususnya sektor manufaktur tengah bersiap menghadapi perkembangan revolusi industri 4.0. Secara garis besar, penerapan industri 4.0 mengintegrasikan dengan lini produksi di sektor industri dengan jaringan internet sebagai penopang utama.

“Pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan posisi daya saing Indonesia. Salah satu solusi yang tengah didorong oleh Kemenperin adalah memacu industri dalam negeri agar terus melakukan inovasi dalam menghadapi implementasi industri 4.0. Hal ini sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0,” papar Dirjen ILMATE.

Harjanto menjelaskan, inovasi dan perubahan terhadap model bisnis yang lebih efisien dan efektif dalam penerapan industri 4.0, dinilai akan mempercepat peningkatan daya saing industri dalam negeri secara signifikan.

“Inovasi-inovasi dalam penerapan Information Communication Technology (ICT) di sektor industri, seperti memanfaatkan sistem online untuk mengontrol penyelesaian pekerjaan, diyakini akan memberikan penghematan dalam penggunaan waktu dan biaya sehingga produk yang dihasilkan lebih murah dan mampu bersaing di pasar domestik maupun global,” ungkapnya.

Sementara itu, dalam hal penyerapan tenaga kerja, industri 4.0 akan menambah lapangan kerja yang memerlukan keterampilan khusus. Spesialisasi industri baru akan bermunculan dan membutuhkan tenaga kerja terampil dengan kemampuan yang lebih spesifik dan tingkat upah yang lebih baik.

“Kemenperin telah mendorong pola pendidikan vokasi industri yang mengutamakan adanya link and match antara SMK dengan Industri. Melalui upaya tersebut, diharapkan SMK dapat menyediakan SDM yang sesuai kebutuhan industri,” tandasnya.

Related

award
SPSAwArDS