Perang Dagang AS-China, Pasar Finansial Sudah Woles

marketeers article

Perang dagang dua raksasa dunia terus berlanjut. Amerika Serikat kembali mengimplementasikan tarif impor untuk China senilai US$ 200 miliar dan sejauh ini merupakan yang terbesar. Bagaimana pasar finansial dunia menanggapinya?

Amerika telah menaikkan tarif impor produk Cina pada Juli lalu sebesar US$ 34 miliar. Pada Agustus US$ 16 miliar, dan pada September sebesar US$ 200 miliar.

Cina pun tak mau diam. Cina mengenakan tarif sebesar US$ 60 miliar dan juga masih yang terbesar. Presiden Amerika Serikat Donald Trump masih “mengancam” untuk menaikkan kembali tarif impor hingga menembus US$ 267 miliar.

Yang menarik, selama September, reaksi pasar terhadap perang dagang itu biasa-biasa saja. Pasar cenderung semakin kebal dengan berita mengenai trade war ini. Hal itu terlihat dari indeks MSCI Asia Pacific yang merupakan gambaran pasar saham Asia, dimana volatilitasnya dari Januari sampai September sudah menurun setengahnya.

“Dari mata uang, kita lihat JP Morgan EM Currency Index di bulan September menunjukkan stabilisasi,” kata Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia.

Data lain yang menunjukkan ketidaktertarikan masyarakat terhadap isu perang dagang ini dapat dilihat dari Google Trend. Perbincangan mengenai trade war pada September lalu justru lebih sedikit dibandingkan pada saat perang dagang ini masih menjadi wacana. Ini mengindikasikan, pasar sudah semakin mengekspektasi eskalasi atas trade conflict tersebut.

“Sehingga negative shock yang ada semakin berkurang. Hal ini cukup baik. Sebab, yang diharapkan pasar adalah kepastian,” ujar Freddy.

Jika sudah pasti, sambungnya, pasar bisa mengkaji dampaknya terhadap PDB dan perdagangan. “Kepastian sudah semakin mengerucut, sudah semakin terlihat,” timpalnya.

Sepanjang tahun berjalan ini, pasar finansial Amerika Serikat sangat superior, sementara pasar finansial negara-negara berkembang termasuk Asia cenderung tertekan. Lantas, bagaimana prospek ke depan?

Kondisi ekonomi dan pasar finansial AS sampai akhir tahun nanti diperkirakan akan tetap baik. Pada November akan ada mid term election. Secara historis, setelah mid term election usai, pasar saham di AS biasanya meningkat karena adanya kejelasan, terlepas dari partai manapun yang menguasai parlemen.

Freddy menilai, pada tahun 2019 kondisi akan sedikit berubah karena dampak dari pemotongan pajak tahun 2018 sudah semakin mereda. Ini yang membuat ekspektasi laba korporasi AS untuk tahun 2019 lebih kecil dibandingkan tahun 2018.

Belum lagi dampak pengenaan tarif impor antara AS dan Cina dan sebaliknya sudah mulai terasa ke perekonomian domestik AS.

Sementara untuk pasar Asia, menurut dia dengan semakin mengerucutnya trade conflict ini, semakin ada kejelasan situasi market. Sehingga, seharusnya untuk tahun depan kondisi akan lebih stabil.

“Karena volatilitas yang ada saat ini lebih banyak disebabkan oleh sentimen dibandingkan fundamental,” ujarnya

Editor: Sigit Kurniawan

Related

award
SPSAwArDS