Perhotelan Indonesia Darurat GM?

marketeers article
Jakarta, sebagai ibukota negara, diprediksi akan menambah pasokan kamar baru dari hotel berbintang. Konsultan properti Colliers International Indonesia menyatakan, jumlah penambahan substansial kamar hotel baru selama periode tahun 2016-2018 sebesar 10.509 kamar yang tersebar di 51 hotel baru.
 
Pada akhir 2015 lalu, pasokan total kamar dari hotel berbintang di wilayah Ibukota mencapai 37.648 kamar dari 179 hotel. Itu baru di Jakarta, belum di daerah lain, seperti Bali, Batam, dan Lombok yang mengalami lonjakan permintaan kamar hotel. 
 
Pertanyaannya, apakah Sumber Daya Manusia siap menampung kebutuhan dunia perhotelan mendatang? Andhy Irawan, Managing Director Dafam Hotel Management mengatakan, pertumbuhan hotel yang cukup masif saat ini tidak seiring dengan pertumbuhan jumlah SDM.
 
“Rasio staf terhadap kamar secara maksimal adalah 1:0,7 atau 70% dari jumlah total kamar. Jika total kamar ada 100, berarti membutuhkan 70 karyawan,” tutur Andhy. 
 
Dengan supply yang kurang, tak heran jika industri hotel rentan dengan “pembajakan” karyawan. Level yang biasa dibajak adalah mereka yang berada di posisi kunci, seperti General Manager (GM). Posisi ini bertanggung jawab terhadap operasional dan keuangan hotel, baik kepada operator maupun owner.
 
“Kalau di level bawah dan menengah, kami bisa atasi dengan training. Tapi level profesional, seperti GM, ini yang sulit. Industri apapun juga kental dengan pembajakan,” ujarnya.
 
Untuk urusan GM, Andhy melihat saat ini banyak GM yang tercipta secara instan. Artinya, baru bekerja dua-tiga tahun, sudah bisa menduduki posisi GM. “Banyak yang jump jadi GM. Sehingga, level pengalamannya rendah,” terangnya.
 
Karakter instan ini paling banyak ditemui di kalangan muda, khususnya yang tergolong kalangan milenial. Perasaan cepat bosan serta kerap mencoba hal-hal baru, membuat loyalitas pekerjaan turut rendah.
 
Dia juga menipis dugaan GM asing lebih berkompeten ketimbang GM lokal. Dia menilai, untuk di beberapa lokasi, khususnya kota besar, GM asing memang cukup menguasai. “Akan tetapi, untuk kota-kota tier satu dan dua, saya yakin GM lokal yang lebih paham,” pungkas Andhy. 
 
Impor GM asing di hotel-hotel berbintang Indonesia, secara tidak langsung menghambat minat tenaga kerja lokal untuk meniti karier di dunia hotel. Sebab, stigma asing selalu lebih baik, menghantui mental mereka.  
 
“Tidak semua GM asing itu bagus. Toh, juga ada yang jelek. Namun, secara kuantitas, jumlah mereka lebih banyak dari pada GM Indonesia,” tegas Andhy.
 
Bangun Sekolah Hotel
Dafam menyadari masalah ini jika dibiarkan bisa menjadi problem besar yang mempengaruhi gerak perusahaan. Maka itu, Dafam tengah menyusun rencana membangun sekolah perhotelan di kota asalnya Semarang.
 
Rencananya, sekolah setara Diploma Tiga (D3) ini menjadi tempat bagi lulusan SMA/SMK untuk melanjutkan studi dan meniti karier di jalur hospitality. “Kami hanya menampung 200 mahasiswa yang terbagi ke dalam lima kelas. Sengaja kecil, agar lebih fokus, dan hasil lulusannya lebih bold,” kata co-Founder Dafam Group ini.
 
Sekolah itu juga diperuntukkan bagi tenaga kerja Dafam saat ini untuk meningkatkan keterampilan, guna menservis tamu dengan lebih baik. “Ini sekolah untuk publik dan internal perusahaan. Terbuka juga bagi hotel lain yang menyekolahkan stafnya,” timpal Andhy.
 
Lulusan sekolah tersebut diprioritaskan untuk bekerja di hotel-hotel Dafam di seluruh Indonesia. Apalagi, perusahaan berencana untuk mengoperasikan 100 hotel hingga tahun 2020.
 
Editor: Sigit Kurniawan 

Related

award
SPSAwArDS