Perhutani Cegah Pembalakan Liar Dengan Pendekatan Sosial

marketeers article

Perum Perhutani sebagai badan usaha milik negara (BUMN) di bidang kehutanan mengelola sekitar 2,4 juta hektare hutan. Seluruh wilayah hutan ini ada di Pulau Jawa dan Madura, namun tidak termasuk  termasuk hutan wisata dan suaka alam. Dengan hutan yang seluas itu tentunya diperlukan manajemen pengelolaan yang bagus dan leadership yang kuat.

Salah satu ancaman dalam pengelolaan hutan adalah illegal logging. Seperti kita tahu, luas hutan di negara ini semakin menyusut, entah itu karena pembuakaan lahan ataupun penebangan liar. Hanya saja, kasus-kasus illegal logging kebanyakan ditemui di luar Jawa.

“Pembalakan hutan secara liar di Jawa relatif kecil jumlahnya dibanding yang terjadi di luar Jawa. Karena Perhutani dengan didukung sekitar 24 ribu pegawai bersama masyarakat terus melakukan pengelolaan hutan secara benar dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Bukan untuk keuntungan perusahaan saja,” kata Mustoha Iskandar, Direktur Utama Perum Perhutani.

Mustoha menambahkan bahwa Perhutani memilih melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan dan bahkan mengatasi pencurian kayu. Program itu namanya adalah Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM). Suatu sistem pengelolaan sumberdaya hutan yang dilakukan bersama antara Perum Perhutani dan masyarakat desa hutan dengan semangat berbagi. Sehingga, kepentingan bersama untuk mencapai keberlanjutan fungsi dan manfaat sumber daya hutan dapat diwujudkan secara optimal dan proporsional.

“Dalam PHBM ini ada sharing antara Perhutani dengan masyarakat yang diwakili oleh Lembaga Masyarakat Hutan Desa (LMDH). Masyarakat menerima 25% dari produksi hasil hutan. Intinya, Perhutani menggunakan pendekatan sosial yang menyejahterakan, tanpa senjata, dan bukan sekadar kebijakan,” katanya.

Selanjutnya, dalam meningkatkan produktivitas perusahaan, Mustoha Iskandar yang menjabat pemimpin tertinggi di Perhutani sejak akhir tahun 2014 melakukan beberapa terobosan. Pertama yang ia lakukan adalah merubah kultur perusahaan dari yang birokratis menjadi lebih korporasi. “Lalu, ada juga subkultur-subkultur yang disesuaikan dengan bidang kerja,” tambahnya.

Kemudian, agar Perhutani lebih gesit pergerakannya, Mustoha memotong satu layer di jajaran manajemen. Bila dulunya di daerah dipimpin oleh seorang general manager, sekarang tidak ada. “Sehingga, saya berhubungan langsung dengan para manajer di daerah-daerah. Hal ini juga terkait dengan upaya cost reduction,” jelasnya.  

Sedangkan dalam aset reduction, lanjut Mustoha, dari 17 perusahaan yang dinaungi Perum Perhutani dilakukan penilaian. Bila perusahaan tersebut kurang produktif dan terjadi masalah di permodalan, maka dilakukan divestasi. “Tapi, ada juga yang manajemennya kami perbaiki, sehingga bisa sehat dan kembali memberikan hasil bagi Perhutani,” pungkas Mustoha. 

Related

award
SPSAwArDS