Perlakuan buruk di tempat kerja rupanya tidak hanya berdampak pada korban langsung. Sebuah studi terbaru mengungkap bahwa siapa saja yang menyaksikan kejadian tersebut, sekali pun tak terlibat secara langsung, bisa ikut merasakan dampaknya terhadap kesehatan mental mereka.
Dalam dunia psikologi organisasi, orang-orang yang menyaksikan tindakan tidak menyenangkan di tempat kerja disebut sebagai “pihak ketiga”. Meski tidak menjadi sasaran langsung, mereka tetap bisa merasakan tekanan mental akibat menyaksikan rekan kerja diperlakukan semena-mena.
Hal itu terbukti dalam penelitian yang dipublikasikan dalam Journal of Applied Psychology. Para peneliti menggunakan metode meta-analisis untuk menggabungkan hasil dari 158 studi berbeda yang melibatkan ribuan responden di berbagai tempat kerja.
BACA JUGA: Gen Z Enggan Pensiun Total, Tren Flextirement Makin Diminati
Hasilnya menunjukkan bahwa menyaksikan rekan kerja diperlakukan dengan buruk, entah itu dimarahi dengan kasar, dihina, atau mengalami pelecehan, bisa memicu stres emosional pada pengamat.
“Bahkan, tak jarang efek psikologis yang dirasakan si pengamat bisa sekuat atau serupa dengan yang dialami korban,” demikian tulis penelitian tersebut, dikutip dari Fast Company, Jumat (20/6/2025).
Studi lain menemukan bahwa 34% karyawan pernah menjadi korban langsung. Sementara, 44% lainnya pernah menyaksikan orang lain diperlakukan secara tidak adil atau kasar.
BACA JUGA: Fresh Graduate Perlu Waspadai Octo-Hire, Tren Karier yang Picu Burnout
Itu berarti, hampir separuh dari pekerja pernah berada dalam situasi yang bisa berdampak pada kondisi psikologis mereka. Sayangnya, kebijakan perusahaan dan HR umumnya hanya berfokus pada korban dan pelaku, tanpa mempertimbangkan efek psikologis pada pengamat.
Berkaca dari temuan ini, perusahaan mestinya mengadopsi pendekatan yang lebih menyeluruh dalam menangani kasus seperti ini. Tak hanya mendukung korban dan menghukum pelaku, tapi juga memberikan perhatian kepada karyawan lain yang menjadi saksi kejadian.
Dukungan emosional, pelatihan manajemen konflik, dan budaya kantor yang lebih terbuka bisa menjadi langkah awal untuk menjaga kesehatan mental seluruh karyawan.
Editor: Bernadinus Adi Pramudita